Kamis, 06 September 2012

Smart Phone Versus "Fair" Phone



Seorang teman dengan bangga memamerkan sebuah hp android pada saya, “Murah, cuma 1 koma 7 jutaan.” katanya tanpa ditanya. “Kalau android beneran harganya bisa 7 juta.”
“Emang merk apa, Pak?” tanya saya.
“A....E” katanya menyebut satu merk.
Saya cuma ber-oh. Jujur saja, saya sangat gaptek. Saya nggak tahu apa beda hp android dan hp biasa apalagi sampai hapal merknya segala. Saya juga nggak terlalu tertarik membeli android karena merasa belum butuh. Makanya, saat teman saya itu menyarankan saya membeli android sepertinya, saya nggak terlalu tertarik. Tapi teman saya itu punya pendapat lain lagi. Punya android menurutnya juga bisa mendongkrak kepercayaan diri selain bisa sedikit pamer.

Saya jadi ingat sebuah survey kecil yang diadakan sebuah majalah wanita. Dari  sekian responden, sekian persen mengaku seringkali berganti gadget. Alasannya beragam salah satunya karena gengsi. Rupanya, memiliki gadget terbaru bisa membuat orang merasa diakui di pergaulan.

Di sinilah masalahnya. Karena gengsi semata, orang seolah jadi memaksakan diri untuk punya gadget, dalam hal ini handphone, terbaru. Kalau nggak punya smart phone alias “telepon pintar” merasa nggak gaul dan nggak pede. Penghargaan orang terhadap kita seolah hanya ditentukan oleh seberapa canggih handphone yang kita punya. Terlebih jika demi prestise orang lalu melakukan berbagai cara untuk membeli handphone impian. Membeli secara kredit meski sebenarnya cicilannya memberatkan. Atau lebih parah lagi meminjam uang untuk membeli handphone yang diinginkan.

So, syah-syah saja sebenarnya berganti handphone setiap bulan atau malah baru ganti setelah handphone rusak, seperti saya. Asalkan, menurut saya, disesuaikan dengan kebutuhan. Jika memang perlu dan uangnya ada, tak masalah. Cuma memang akan lebih baik jika kita berpikir dulu sebelum membeli. Benarkah kita memerlukan barang itu atau semata karena ketertarikan sesaat? Jangan sampai kita jatuh menjadi orang yang mubadzir.

Saya sendiri termasuk orang yang amat “pengiritan”. Iya, soalnya saya membeli handphone baru setelah yang lama sama sekali tak bisa dipakai lagi. Selain karena budget terbatas, saya memang hanya memerlukan handphone yang bisa dipakai untuk mengirim sms atau menelepon. Kalaupun hp saya itu bisa dipakai untuk mengambil gambar atau akses internet, saya anggap itu bonus. Lagipula, pekerjaan saya juga tak terlalu mengharuskan saya untuk online setiap saat. Jika saya ingin mengakses internet, cukup menggunakan laptop saja. So, sampai sekarang saya merasa tak perlu membeli smart phone tapi cukuplah sebuah “fair” phone alias telepon yang “nggak terlalu pintar” dan biasa-biasa saja ha..ha..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar