Tampilkan postingan dengan label Rupa-Rupa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rupa-Rupa. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 Agustus 2025

Antara Backstreet Boys, F4 dan Super Junior

 

Backstreet Boys (source:usatoday)


Belakangan,  jagat maya sedang diramaikan dengan comeback-nya para idol sepuh : Backstreet Boys (BB), F4 dan Super Junior (SuJu). Mayoritas generasi milenial pastilah mengenal ke-3 boyband yang berasal dari 3 negara berbeda ini. Di era 90 sampai 2000-an, mereka dikenal seantero jagat dan digilai banyak fans di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bagi millennials, kembalinya mereka membawa vibes nostalgia, mengingatkan ke masa muda ketika hidup salah satunya disibukkan dengan mengejar berita tentang para idola, mencari download gratisan lagunya dan yang perempuan meng-halu jadi pasangan salah satu member kesayangan hehe...

Boleh dibilang, kumpulan boyband ini  sebenarnya tak sepenuhnya menghilang. F4 misalnya. Walaupun grupnya bubar pada 2009, namun grup yang terdiri dari Jerry Yan, Vaness Wu, Ken Zhu dan Vic Zhou masih aktif melakukan project pribadi bahkan mereka sempat melakukan reuni pada 2013. BB yang terdiri dari Nick Carter, Brian Littrell, AJ McLean, Kevin Richardson dan Howie Dorough masih suka tampil menyanyi di beragam acara. Terakhir mengeluarkan album pada 2022. SuJu juga masih mengeluarkan album tahun 2019 dan terakhir melakukan tur Super Show pada 2022. Namun tahun ini, secara hampir berbarengan ke-3 grup itu mengumumkan full come back yang diikuti dengan peluncuran album baru dan rencana menggelar konser kembali.

F4 (source: pinterest)




F4 mengawalinya dengan secara mengejutkan muncul bersama di atas panggung dalam konser perayaan 25 tahun band rock Taiwan, Mayday, yang digelar di Taipei Dome pada Sabtu, 12 Juli 2025. Sempat membuat fans sedih karena ingat Barbie Shu tak lagi bisa tampil bersama mereka, F4 dilaporkan sepakat menggelar tur konser di tahun 2026 untuk merayakan ulang tahun ke-25 debutnya. Belum ada kabar kalau mereka akan merilis album baru.

Sementara itu, laman Backstreet Boys.com melansir, untuk merayakan 25 tahun album legendaris "Millennium",  BB  merilis ulang album dalam versi "Millennium 2.0" pada 11 Juli 2025, tepat seperempat abad setelah album aslinya menduduki puncak Billboard 200 selama 10 minggu.  Edisi ulang tahun ini menampilkan versi remaster dari seluruh lagu dalam album asli, ditambah beberapa demo yang belum pernah dirilis serta rekaman live dari tur “Into the Millennium World Tour” tahun 1999-2000. Konser pada Juli lalu itu diberitakan sangat spektakuler dan menampilan visualisasi sempurna, menggandeng koreografer dan direktur kreatif lama mereka, Rich dan Tone Talauega. BB  masih memiliki jadwal konser pada Agustus 2025.

Sedangkan SuJu yang dijuluki The King of Hallyu Wave resmi comeback dengan full album ke-12, Super Junior25, pada 8 Juli 2025. Rilisan ini juga menandai perjalanan karier  group SM Entertainment itu selama 20 tahun di industri musik. Bukan hanya itu, Kim Heechul, salah satu member yang selama ini tidak ikut serta dalam tur Super Show  juga bakal berpartisipasi dalam tur dan aktivitas penuh grupnya, setelah sebelumnya banyak rehat karena cedera kaki. Untuk comeback kali ini, ke-9 member SuJu -Leeteuk, Heechul, Yesung, Shindong, Siwon, Donghae, Eunhyuk, Ryeowook, dan Kyuhyun- telah siap memanjakan ELF-sebutan untuk fans SuJu- dengan lagu baru mereka dan konser dunia, termasuk di Indonesia yang rencananya akan digelar di ICE BSD pada 13 September mendatang.

Super Junior (source:PR)


Fans Veteran

Tentunya, para idol yang dulunya masih boy itu kini telah berubah jadi para pria setengah baya, sebagaimana para fansnya yang kebanyakan sudah berkeluarga dan beranak pinak. Para personil SuJu malah berseloroh kalau grup mereka sepertinya tak lagi pantas menyandang nama Junior karena usia mereka lebih pantas disebut senior. Khusus untuk F4 dan SuJu, para fans bilang mereka seperti tak menua. Mungkin karena pengaruh perawatan dan duit yang banyak jadi wajah mereka malah semakin kinclong haha…

Tak kalah riuh rendah adalah komentar dan seseruan para fans veteran yang tak kalah seru dari para fans muda generasi Z dan Alpha. Menyimaknya seperti “ketemu” teman-teman sebaya yang satu frekuensi walaupun kami hanya bertukar cerita di dunia maya. Soal loyalitas, para fans ini tak perlu diragukan lagi. Untuk konser SuJu misalnya, para ELF yang kebanyakan emak-emak itu rela melakukan war tiket dan pastinya harus merogoh kocek cukup dalam untuk membelinya. Lagu-lagu mereka, sepertinya juga masih hafal di luar kepala hehe... 

Bagi saya, ketiganya juga punya cerita sendiri. BB saya “kenal” sejak album pertama dan klip musiknya diam-diam saya tonton di MTV pagi-pagi buta- karena yang saya tonton itu MTV Asia yang punya perbedaan waktu dengan Indonesia. Merasa paling “dekat” dengan Nick Carter karena seumuran (hihi ketahuan, deh umurnya..) Lagu yang paling disuka, I Want It That Way dan As Long As You Love Me yang koreo-nya ikonik banget, pakai properti kursi. Dulu pernah nyoba ngikutin dan sudah pasti gagal haha..

F4 paling melekat karena saya khatam nonton Meteor Garden 1 dan 2 yang sama-sama mendapuk mereka sebagai bintang utama. Saya dan adik mengikuti berita mereka di majalah dan tabloid, mengikuti lagu-lagunya di TV- dulu belum ada YouTube hehe.. dan membeli kasetnya. Yang belum sih, nonton konsernya waktu mereka tampil di Jakarta.

SuJu yang paling “asing” karena saya tak terlalu suka K-pop. Saya hanya pernah mencari tahu lagu-lagunya karena saya sedang mencari bahan untuk tebak-tebakan lagu dengan murid-murid les saya yang kebanyakan penyuka K-Pop. Di mata saya waktu itu, penampilan mereka terlalu aneh karena style pakaian dan rambutnya yang mirip-mirip Dragon Ball wkwkwk.. Saya surprise ketika tiba-tiba melihat mereka muncul di beranda YouTube dan ternyata masih aktif menyanyi.

Menua, Berkarya

Menyaksikan para idol itu, saya jadi merasa sedikit melankolis.Dulu, mereka masih muda belia, ganteng, tegap dan energik. Tapi usia tak dapat dibohongi. Perawatan dan make-up bisa saja menutupi kerutan dan tampilan fisik mereka yang tak lagi muda. Namun dalam tampilan-tampilan mereka di usia matang di atas panggung, tentunya koreografi yang dulu penuh tenaga, kini harus menyesuaikan dengan usia hehe… Belum lagi, banyak di antaranya yang sudah menikah dan memiliki anak, kecuali SuJu yang mayoritas masih betah melajang.

Waktu berlalu cepat. Banyak grup baru bermunculan yang bisa jadi jauh lebih menarik dan laku secara komersial. Jika kini mereka masih bertahan dan memiliki fans setia tentunya menjadi sebuah prestasi. Tentu karena mereka masih punya karya yang patut diapresiasi dan tak segan bekerja keras untuk menjaga apa yang sudah dicapai. Terbukti, yang suka mereka tak hanya fans veteran tapi juga para fans baru yang mungkin, usianya separuh usia mereka.

Satu lagi. Memori  bisa menjadi perekat abadi antara fans dan para idol band itu. Banyak yang merasa relate saat mereka membawakan lagu tertentu , entah mengingatkan dengan satu peristiwa atau orang istimewa dulu. Tentu saja, sambil mengenang betapa dulu kami pernah muda dan energik seperti mereka.  

 

Kamis, 27 Februari 2025

Belajar Bahasa Di Dunia Maya

Saat belajar apapun tak terbatasi ruang dan waktu, belajar melalui internet bisa menjadi alternatif pilihan, termasuk belajar bahasa asing.

www.theedgemalaysia.com

Jika kita dulu ingin belajar bahasa, step-nya mungkin ada beberapa. Mencari tempat belajar yang sesuai,  baik metode pembelajaran, tutor dan harganya, mendaftar, lalu menyiapkan atau menyesuaikan waktu dengan jadwal yang dimiliki tempat kursus tersebut. Kini, hanya dengan bermodal gadget dan kuota internet, belajar bahasa tetap bisa dilakoni. Lebih praktis dan terjangkau. Pilihannya pun beragam. Mau Jepang, Korea, Arab, Jerman, Prancis sampai Bahasa Italia dan Turki.

wannaspeak.korean misalnya. Akun Instagram ini cukup menarik karena menampilkan konten pembelajaran Bahasa Korea secara aplikatif dengan mengambil cuplikan-cuplikan penggunaan ekspresi tertentu dari drama atau film. Ditampilkan pula huruf Hangul-nya, cara pengucapannya dalam Bahasa Latin, lalu disertakan pula keterangan apakah itu bentuk casual (yang digunakan sehari-hari) atau polite (bentuk formal atau sopan). Akun sejenis adalah tomikorean. Hanya saja, tomi juga menyertakan konten lain seperti penjelasan mengenai perbedaan penggunaan kata tertentu plus menjual buku-buku untuk belajar Bahasa Korea. 

Konten yang juga menarik adalah pembelajaran bahasa Korea di akun koreanfriendhailey. Pemilik akun sekaligus gurunya adalah seorang wanita native Korea yang cantik dan mahir berbahasa Inggris. Penyampaian yang mudah dimengerti menjadi nilai plus untuk akun ini. Selain kosakata, diajarkan pula bagaimana membuat kalimat sederhana dalam Bahasa Korea. Hailey juga memiliki channel YouTube dengan subscriber ratusan ribu. Ia pun membuka kursus online Bahasa Korea melalui zoom. Konten lain yang cukup unik adalah milik Amelia Tantono. Wanita asli Indonesia yang kini tinggal di Seoul ini juga sesekali membahas Bahasa Korea di akun Instagram miliknya. Menariknya, Amel mengemasnya dalam bentuk percakapan atau interaksi langsung dengan penutur asli. Kita seperti melihat role play dengan kondisi real, misalnya mengenai percakapan di kantor atau di telepon. Satu kali, Amel juga pernah mengenalkan aplikasi percakapan dengan penutur asli Korea bernama hilokal. Tetapi, Amel yang juga punya saluran YouTube Amelicano ini memang tak mengkhususkan pada pembelajaran Bahasa Korea karena isi kontennya banyak pula mengenai kesehariannya di negara tersebut.


Tertarik dengan Bahasa Jepang? Akun dan saluran Youtube yang mengajarkan bahasa ini juga banyak bertebaran. Nihongodekita salah satunya. Selain kosakata dan ekspresi yang lazim digunakan,  wanita pemilik akun ini juga mengajarkan langsung bagaimana pengaplikasiannya melalui konten video.  Misalnya, bagaimana melakukan percakapan di bandara dan sebagainya. Menurut saya, di antara konten sejenis, akun dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris ini termasuk yang mudah dimengerti. Konten belajar Bahasa Jepang dengan touch komedi dapat ditemui di akun Instagram yang saya lupa namanya apa haha..  Gaya penyampaian yang teatrikal membuat akun ini disukai dan bisa bikin kita tertawa saat menyimak materinya. Kelebihannya,  akun ini tak hanya mengajarkan bahasa dan namun juga budaya, melalui dialog-dialog yang dimainkan si pemilik konten itu.  Kalau ingin belajar kosakata dari 3 bahasa sekaligus, Korea, Jepang dan Cina, ada akun dearasia_london. Akun ini menampilkan banyak kosakata misalnya nama negara, nama tempat, dan lainnya lain dalam 3 bahasa. Setiap kata diucapkan oleh penutur asli dari ke-3 negara tersebut.

Bagaimana dengan bahasa inggris? Wuah.. akun pembelajaran bahasa ini lebih seabreg sepertinya. Tak hanya dibuat oleh penutur asli namun juga oleh orang-orang lokal Indonesia atau pun lembaga-lembaga penyedia kursus Bahasa Inggris. Salah satu yang saya notice adalah akun sluggish_journey milik seorang wanita Indonesia bernama Ida. Menarik, karena ia banyak mengenalkan kosakata maupun ekpresi-ekspresi yang sering digunakan  dan bermanfaat untuk percakapan sehari-hari. Ida juga mengajarkan padanan kata dalam Bahasa Inggris untuk menerjemahkan suatu kata dalam Bahasa Indonesia. 

Bisakah efektif?

Belajar online memang praktis namun perlu kedisiplinan jika ingin menguasai bahasa tersebut dengan baik. Pertama, materi yang diajarkan di akun-akun Instagram dan sebagian channel biasanya mengenai kosakata dan ekspresi umum yang durasinya tidak terlalu lama. Memang lebih praktis tapi menguasai bahasa tak cukup dengan punya banyak kosakata. Belajar struktur untuk mengetahui penggunaan kosakata itu dalam kalimat juga perlu begitu pula hal-hal lain untuk menunjang penguasaan skill berbahasa. Jika ingin menambah lagi, harus mengikuti materi yang lebih lengkap misalnya di saluran YouTube. Banyak yang menyediakan pembelajaran lengkap seperti , latihan mendengarkan , memahami video dan sebagainya. Kedua, butuh kedisiplinan untuk mempelajari bahasa asing secara autodidak. Perlu waktu khusus untuk menyimak, memahami, dan mempraktekkan materi yang sudah didapat  Beberapa bahasa bahkan memiliki huruf-huruf khusus hingga perlu waktu juga untuk memahami dan mengetahui cara penulisannya. 

Banyak yang berhasil belajar bahasa secara online, banyak pula yang kesulitan dan tetap butuh guru yang mengajarkan secara tatap muka. Kita sendiri yang tahu, kita tipe pembelajar seperti apa. Jika memang hanya untuk mengetahui ilmu dasar bahasa tersebut, nampaknya belajar online bisa menjadi option yang cukup bisa diandalkan.

Selasa, 17 November 2020

Wanita Indonesia Tumbuh Bersama Femina

 

Sebut satu majalah wanita, bisa jadi Femina jadi salah satu nama yang muncul di kepala. Majalah ini bagai “buku pedoman” yang wajib dibaca oleh para wanita khususnya di perkotaan dan memiliki banyak pembaca loyal.

  “Perkenalan” saya dengan Femina terjadi saat saya SMU. Saat itu, Mama saya sering membeli majalah ini. Saya yang suka baca ikut-ikutan melihat-lihat Femina. Saya menyukai majalah ini karena bahasanya yang enak dibaca selain artikel-artikelnya. Saya suka rubrik Kisah yang menceritakan kisah hidup publik figur dalam dan luar negeri. Yang saya sukai, Femina seringkali mampu mengorek sisi lain tokoh yang tak saya temui di media lain dengan bahasa khas Femina. Saya ingat pernah membaca kisah Marlyn Monroe, Ernest Hemmingway, Garin Nugroho, Ruth Sahanaya sampai Eko Patrio sempat saya baca di rubrik itu.

Rubrik Fiksi Femina juga jadi favorit saya selain Rubrik Gado-Gado. Tulisan pendek satu halaman yang mengangkat cerita sehari-hari ini termasuk banyak juga penggemarnya. Tulisan saya malah pernah 2 kali dimuat di rubrik Gado-Gado. Yang juga sering saya baca adalah Rubrik Tips-Tips Praktis seperti tips memasak atau tips berbusana. Femina juga seringkali mengangkat topik yang sedang in saat itu di rubrik Liputan Khas atau Rupa-Rupa, jadi wawasan saya juga bertambah.

Saat kuliah, saya hanya membaca Femina kalau pulang ke rumah. Nggak sanggup beli sendiri J.. Sampai akhirnya, saya menemukan koleksi Femina yang lengkap di sebuah tempat penyewaan bacaan. Femina jadi salah satu bacaan yang sering saya sewa. Saya lupa berapa harga sewanya saat itu. Kalau tak salah hanya 1500 rupiah per majalah. Kadang, saya bisa menyisihkan uang untuk membeli Femina baru. Koleksi Femina saya ada yang masih tersimpan rapi hingga kini, ada pula yang saya jual atau buang karena saat itu saya harus pindah rumah.

 

Femina Edisi Perdana 
       (source: ensiklopedia sastra Indonesia

Sejarah Femina

Perjalanan Femina menjadi sahabat wanita Indonesia ditandai dengan terbitnya edisi perdana majalah ini, bersampul seorang wanita bertangan 10 dan anaknya pada 18 September 1972. Edisi newborn itu sudah menampilkan artikel tentang tren belajar membatik, mode, make up, sampai trik pencahayaan dan warna untuk interior rumah.

Tiga wanita pendiri Femina, Mirta Kartohadiprojo, Widarti Gunawan dan Atika Makarim bermimpi untuk dapat lebih memberdayakan, meningkatkan kesejahteraan serta memperbaiki kualitas wanita itu sendiri. Bukan hal mudah bagi Femina membuka jalan itu karena di awal Femina terbit situasi jauh berbeda dengan sekarang. Kiprah wanita di ruang publik terhitung jarang. Masih ada norma tertentu yang memosisikan wanita sebagai pihak yang tak berdaya.

Sejak awal, Femina telah berhasil menarik keingintahuan pembacanya. Kata Widarti, majalah ini di mata pembacanya seperti kamus serba ada, yang bisa ditanyai mulai dari soal rumah tangga sampai soal menjahit baju. Dulu, Redaksi Femina yang berkantor di garasi kediaman Pia Alisjahbana di Jalan Sukabumi Menteng sering kebanjiran pertanyaan. Pada masa itu, saluran komunikasi hanya ada 2: melalui telepon dan surat,

“Dari situlah, muncul ide untuk membuatkan acara buat pembaca. Tujuan awalnya sebetulnya untuk memindahkan rubrik populer Femina menjadi pertemuan.” Tutur Widarti.  Acara yang sudah digelar mengangkat topik beraneka rupa mulai dari kuliner, gaya hidup, hobi hingga fashion.

Femina menyapa pembacanya sebagai wanita aktif bukan wanita karier atau wanita bekerja. Kendati dulu belum banyak wanita yang menjadi wirausaha, namun Femina sudah menyadari wanita pun bisa berpenghasilan sendiri tanpa harus ke kantor. Di kemudian hari, Femina bahkan membidani event yang menjadi “penemu” para wirausahawan wanita sukses melalui Lomba Wanita Wirausaha, maupun mengadakan beragam seminar wirausaha.

Event lain yang juga digagas Femina dan para alumninya dikenal luas adalah Wajah Femina, Lomba Perancang Mode (LPM), Lomba Perancang Aksesoris serta Lomba Cerpen dan Cerber Femina. Wajah Femina misalnya telah menelurkan banyak publik figur berprestasi, tak hanya di bidang modelling namun juga bidang lain seperti dunia hiburan dan jurnalistik.

Femina pun menggagas Jakarta Fashion Week pada 2008 yang mewadahi para perancang mode Indonesia untuk menampilkan karya-karyanya, tak hanya di hadapan publik lokal tapi juga internasional. Event ini diharapkan menjadi pembuka jalan bagi dunia mode Indonesia agar dapat berkiprah di dunia mode dunia.

Seiring waktu, Femina menerbitkan “adik” dan “saudara” satu grup seperti Majalah Gadis (untuk remaja putri), Cita Cinta (untuk wanita dewasa awal), Dewi (untuk wanita usia matang 40-an ke atas), Ayahbunda (majalah untuk pedoman tumbuh kembang bayi)  dan beberapa majalah franchise.

Imbas Majalah Digital

Awalnya, Femina terbit mingguan. Tebal majalah bervariasi begitupun jenis kertas yang digunakan. Pada masa krisis moneter akhir 90-an sampai awal 2000-an, Femina terkena imbasnya, tampil lebih tipis dibandingkan sebelumnya.

Gempuran media online dan digital membuat oplah Femina makin menurun. Harus diakui, nampaknya majalah ini, juga media cetak pada umumnya, lamban melakukan antisipasi terhadap adanya perubahan besar industri media  yang sudah terjadi sejak 2 dekade lalu.

Femina Edisi Mei 2020
(source:ebook.gramedia)

Sejak 2017, Femina tak lagi terbit mingguan tapi 2 mingguan. Kemudian terbit bulanan dan tahun ini malah terbit tak tentu. Edisi terakhir Femina terbit pada November 2020 setelah edisi sebelumnya terbit pada Mei 2020. Nampaknya, kini Femina mengandalkan pembaca majalah online juga berinteraksi melalui media sosial seperti Instagram dengan mengadakan beberapa event rutin.

Walaupun memiliki lini online, nampaknya hal ini belum mampu mengangkat oplah jual Femina.  Hal ini berimbas pada keuangan perusahaan. Pada 2016, para karyawan Forum Komunikasi Karyawan Femina Grup mengadukan nasib mereka pada Lembaga Bantuan Hukum Pers. Mereka mengeluhkan gaji yang dicicil, awalnya 2 kali dengan perbandinga 50;50. Sampai pada Juli 2017, gaji mereka mulai tak jelas.  Terkadang gaji dicicil lebih dari dua kali, dengan skema persentase tak tentu. Bisa hanya 10:10:20 persen atau 40 persen, tetapi tidak pernah mencapai 100 persen lagi.

Femina Edisi November 2020
(source: twitter/Femina)


Femina masih berjuang untuk bertahan di tengah gempuran zaman juga preferensi pembaca yang lebih memilih media digital dengan alasan kepraktisan. Jika gagal, Femina akan mengikuti jejak majalah “saudara” nya Cita Cinta dan media franchise lain yang bernaung di grup yang sama. Kemudian, saya dan pembaca lainnya hanya akan mengenang Femina. Keberadaan majalahnya akan menjadi koleksi langka juga menjadi saksi akan pernah adanya majalah wanita berkelas yang menjadi teman tumbuh wanita Indonesia. (sebagian sumber dari kumparan.com)

 

 

 

Jumat, 06 November 2020

Yang KW Yang (Tak) Terkenal

 

Jagat maya sedang dihebohkan oleh seorang remaja 19 tahun, penjual bakso di Bekasi Timur Jawa Barat yang katanya mirip Raffi Ahmad muda. Seorang pembeli mengunggah video yang memerlihatkannya sedang berjualan. Menjadi viral, Dimas Ramadhan, pemuda yang mirip Raffi muda itu, kemudian dijemput tim Rans Entertainment untuk dipertemukan langsung dengan Raffi Ahmaad di rumah pribadinya. Bagai ketiban pulung, Dimas mengaku serasa bermimpi bisa bertemu dengan artis terkenal bahkan bisa masuk rumahnya. Dimas dihadiahi sepatu mahal Raffi dan dijanjikan untuk dibiayai kuliahnya. Yang membuatnya tak kalah senang, sejak video tentang dirinya viral, omset jualan bakso milik ayah Dimas ikut naik.

Selain Dimas, ada pula Affief yang katanya mirip artis muda Rizky Billiar.  Walaupun tak seheboh Dimas, Affief mengaku memang banyak yang bilang kalau dia mirip artis yang sedang naik daun itu. Secara khusus, Affief tak pernah diundang langsung oleh Rizky untuk bertemu, “Hanya pernah kolaborasi untuk TikTok saja.” aku Affief pada reporter sebuah acara TV.


Source: VOA Indonesia


Imitasi Publik Figur

Satu hal yang wajar ketika seorang fans mengimitasi tokoh idolanya. Umumnya fans mengimitasi gaya berbusana, gaya berbicara atau ekspresi khusus tokoh yang disukainya itu. Teman saya pernah bercerita, kakak laki-lakinya sangat suka pada Kaka Slank. Sampai-sampai ia sengaja membuat gigi depannya patah sedikit biar makin mirip Kaka! Saat itu, Kaka memang punya gigi seperti itu dan belum serapi sekarang. Untunglah kakak teman saya itu tak ikutan nge-drugs seperti Kaka!

Banyak orang di dunia yang mengikuti gaya dan busana King of Pop Michael Jackosn, Elvis Presley atau penyanyi Reggae Bob Marley. Di Indonesia, gaya dan busana Rhoma Irama nampaknya juga banyak ditiru. Tak masalah jika harus mengeluarkan uang demi memiripkan diri dengan sang idola. Soal beneran mirip atau tidak, itu nomor dua. Yang penting usaha!

Bertahun lalu bahkan pernah ada program TV yang khusus mencari dan menampilkan orang-orang yang mirip publik figur tertentu. Program bertajuk Asal alias Asli Tapi Palsu itu mengundang 3 orang yang dianggap paling mirip dan bertemu langsung dengan publik figur aslinya. Mereka akan diminta melakukan hal yang biasa dilakukan si publik figur misalnya menyanyi atau akting. Yang bikin geli,tak selalu yang diundang mirip banget ternyata. Palingan mirip kalau dilihat sekilas. Program TV dengan host almarhum Taufik Savalas ini sempat sangat disukai saat itu. Acara ini pernah di-remake tapi nampaknya tak sesukses sebelumnya.

Bagi yang memiliki paras wajah seperti orang terkenal, bisa jadi itu bagai sebuah anugerah. Tak perlu bersusah payah meniru, mereka sudah mirip dari sono-nya. Tinggal dipoles sedikit saja bisa lebih mirip lagi.  Komedian Jarwo Kuat misalnya mulai dikenal karena konon mirip mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia pun bisa meniru gaya berbicara beliau. Banyak pula yang mengaku atau diakui mirip komedian Sule. Ada juga Ilham Anas, pria berdarah Minang yang mirip Barack Obama.

Sama-sama Terkenal?

Banyaknya orang “biasa” yang mirip publik figur kini makin mudah dikenali karena bantuan teknologi. Jika ada yang mengunggah video atau foto lewat media sosial, seketika ia bisa menjadi viral. Namun apakah kemiripan itu membawa keberuntungan yang sama seperti publik figur yang dimiripinya, itu soal lain. Kembali ke niat dan mungkin juga keberuntungan. Ada yang memang memanfaatkan kemiripan dirinya itu untuk mendulang rupiah dan merintis karir di dunia hiburan, ada pula yang sekedar merasa senang saja tanpa berniat memanfaatkan situasi.

Salah satu yang memanfaatkan momen kesukaan orang pada kemiripannya  dengan publik figur misalnya Jarwo Kuat. Jika awalnya ia sering diminta jadi Pak Kalla gadungan, kini Jarwo lebih sering berperan sebagai komedian. Karirnya pun terhitung lumayan. Ada pula yang mengaku mirip Sule bahkan mengikuti gaya rambut komedian asal Jawa Barat itu. Sempat membintangi sinetron dan iklan tapi nampaknya karir Sule KW ini tak terlalu moncer.

Kisah cukup menarik terjadi pada Ilham yang mirip benar dengan Mantan Presiden Amerika Barack Obama. Sejak pelantikan Obama menjadi Presiden Amerika beberapa tahun ke belakang, Ilham mulai dikenal. Tak tanggung-tanggung, berkat kemiripannya itu ia ditawari main film hingga ke negeri Cina. Ilham bahkan bisa melanglangbuana ke berbagai negara sebagai Obama palsu dengan menjadi bintang iklan, menjalani proyek film, iklan dan menghadiri peluncuran berbagai produk.  Mengaku sebagai Obama KW Super, Ilham bahkan seringkali dikira Obama saat sedang berjalan-jalan. Tak heran, ia pun laris manis diajak berfoto. Setelah Obama lengser, tawaran untuk menjadi Obama KW tak lagi ramai walaupun kata Ilham ia tetap optimis karirnya tetap bisa berjalan baik.

Punya wajah dan perawakan mirip publik figur adalah pemberian yang Maha Kuasa. Jika mau memanfaatkan itu sebagai cara mengais rezeki, tentu syah-syah saja. Namun sebagaimana seharusnya, menjadi seorang (yang mirip) publik figur hendaknya tak lantas menghilangkan identitas pribadi apalagi jadi tinggi hati. Kalau ternyata bisa seterkenal dan rezekinya selancar tokoh yang dimiripi, syukurilah. Jadi ketika orang tak lagi mengenal sebagai si KW, kita tak perlu merasa terlalu kecewa.

 

 

Jumat, 23 Oktober 2020

Atlet Menoreh Sejarah (1) Pelari Kulit Hitam Yang Permalukan Hitler

 

 Jesse Owens 
(source:blackhistorymonth.org.uk)

Pada 1931, International Olympic Committee (IOC) menyerahkan penyelenggaraan Olimpiade Musim Panas 1936 ke Berlin- Jerman sebagai simbol kembalinya negara itu untuk masyarakat dunia paska kekalahan di Perang Dunia I . Namun, tak lama setelah mengambil alih kekuasaan sebagai Kanselir Jerman, Adolf Hitler menjadikan Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin tahun 1936 sebagai propaganda superioritas ras Arya dan legitimasi partai Nazi. Olimpiade ini juga pertama kali diliput televisi hingga dapat disaksikan di seluruh dunia. Untuk itu, Hitler tak segan menyediakan dana yang besar agar Olimpiade Berlin menjadi Olimpiade modern terbesar.

Alih-alih menjadi kompetisi yang menyatukan banyak ras dan budaya, pada April 1934 Hitler malah melarang orang Yahudi dan kulit hitam mengikuti ajang olahraga internasional itu, termasuk melarang atlet Olimpiade lompat tinggi Jerman, Gretel Bergmann, yang berkulit gelap turut serta.  Saat Olimpiade resmi dibuka pada 1 Agustus 1936, ada 18 atlet Afrika-Amerika yang berkompetisi saat itu termasuk Jesse Owens, yang berdarah Afrika-Amerika.

Tak disangka, Owens sukses besar dengan menyabet 4 medali emas. Pada nomor bergengsi lari 100 meter yang juga disaksikan langsung oleh Hitler, Owens menyabet gelar juara dengan catatan waktu 10,3 detik. Pada nomor 200 meter, ia memecahkan rekor dunia dengan 20,7 detik.  Di nomor estafet 400 meter, Owens dan kawan-kawannya pun sukses meraih emas. Pada nomor lompat jauh, Owens bahkan mengalahkan atlet Jerman, Luz Long. Rekor tersebut tak terpecahkan selama 25 tahun.

Prestasi Owens tentu saja merupakan tamparan keras bagi Hitler sekaligus mematahkan supremasi atlet-atlet kulit putih Jerman. Setelah Owens memenangkan medali pertamanya, Hitler tidak memberikan selamat kepadanya dan hanya berjabat tangan dengan atlet peraih emas dari Jerman.  Owens dan para atlet Olimpiade Afrika-Amerika lainnya diremehkan oleh sebuah surat kabar Nazi yang melabeli mereka sebagai "pembantu hitam" dari tim Amerika.

Meski tak mendapat ucapan selamat langsung dari Hitler, selama di Jerman Owens mendapat perlakuan yang sama dengan tim atau atlet berkulit putih. Ironisnya, saat kembali ke Amerika, Owens sama sekali tidak mendapat penghormatan layaknya pemenang Olimpiade, tidak diundang ke Gedung Putih dan tidak diberikan penghargaan sebagaimana atlet kulit putih lainnya oleh Presiden Franklin D. Roosevelt. Padahal, dari total 11 emas yang diperoleh Amerika saat itu, 6 di antaranya disumbangkan oleh para atlet kulit hitam.

Setelah keikutsertaannya dalam Olimpiade Berlin, Owens penisun dari profesi atletnya dan memilih untuk memanfaatkan kemampuan fisiknya untuk mencari uang. Ia “berlomba” dengan mobil dan kuda untuk memperlihatkan kecepatan larinya. Owens lalu menemukan passion-nya dalam bidang public relations dan marketing. Ia menekuni bisnisnya di Chicago Illinois dan acapkali menjadi pembicara dalam beragam pertemuan bisnis di berbagai belahan dunia.

Owens meninggal pada 31 Maret 1980 karena kanker paru-paru. Film tentangnya dibuat pada 2016 berdasarkan hasil konsultasi dengan ke-tiga putri Owens. Film berjudul Race itu dibintangi Stephan James yang berperan sebagai Jesse Owens.

Sumber: kumparan.com, biography.com

 

Jumat, 26 Juni 2020

Yang Datang Dan Yang (Nyaris) Hilang


Kemajuan teknologi mau tak mau akan membawa pengaruh dalam berbagai sisi kehidupan kita baik dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Makin banyaknya orang menggunakan handphone (android) misalnya tanpa disadari membawa perubahan tidak sedikit dalam hidup kita sehari-hari. Hilangnya beberapa jenis pekerjaan merupakan salah satu konsekuensi logis dari kemajuan teknologi itu. Berikut beberapa hal  yang tak lagi ada atau sulit ditemukan lagi keberadaannya karena adanya handphone (android) menurut penulis:

1.  Kartu lebaran
Foto: kompasiana.com
Dulu      : Setiap jelang hari raya toko-toko maupun supermarket biasanya menjual kartu-kartu lebaran beraneka rupa. Pembelinya membludak. Kartu-kartu ini biasanya dikirimkan kepada teman, sahabat, kerabat bahkan idola. Saya ingat, saat magang di kantor pos jelang lebaran, saya banyak menemukan kartu lebaran yang dikirimkan untuk penyanyi ibukota.
Kini       :Keberadaan handphone memungkinkan orang untuk mengirim pesan atau ucapan selamat melalui pesan singkat (SMS). Setelah ada aplikasi Whatssup (WA), kita bahkan bisa mengirim ucapan selamat dengan gambar-gambar menarik. Kartu lebaran tak lagi laku. Kalaupun masih ada yang membeli, biasanya hanya instansi-instansi tertentu saja. Kadang mereka malah membuat kartu sendiri untuk dikirimkan kepada para kolega.

2.  Telepon Umum Tunggu (TUT)
Dulu      :Sebelum handphone ada atau hanya segelintir orang yang bisa memilikinya, telepon menjadi alat komunikasi yang banyak digunakan jika ingin bercakap-cakap dengan teman atau kerabat jauh. Keberadaan TUT sangat bermanfaat. TUT biasanya berupa bilik-bilik atau kotak kaca yang banyak jumlahnya dan diberi nomor. Jika ingin menelepon, kita tinggal masuk ke salah satu bilik dan menelepon selama kita memerlukan. Setelah selesai, penjaga TUT akan menyebutkan nominal yang harus dibayar sesuai lama kita menelepon. Dibandingkan dengan telepon umum satuan, TUT lebih nyaman dan praktis karena kita tak perlu menyiapkan koin untuk menelepon atau khawatir akan kehabisan koin hingga percakapan terputus. Tempat bertelepon dalam bilik di TUT menjadi tempat ngobrol atau nge-date via telepon paling nyaman hingga sering jadi tempat nongkrong para abg di masanya. Soal diomeli karena bikin orang mengantri sih tak masalah asalkan bisa ngobrol puas di telepon tanpa khawatir bakal terdengar orang lain.
Kini       : Setelah harga handphone makin terjangkau, keberadaan TUT lama-lama tak lagi dibutuhkan. Orang tak perlu menggunakan telepon umum untuk berkomunikasi. Handphone dirasa lebih praktis dan mudah.

3.  Warung Internet (Warnet)
Foto: kaskus.co.id
Dulu      : Sebelum handphone android banyak dipakai, orang biasa mengakses internet melalui komputer di warung internet. Warnet menjadi bisnis yang sangat menguntungkan terutama jika berlokasi di sekitar kampus atau perkantoran. Biaya akses internet per jamnya pun cukup terjangkau, hanya 3000-5000 rupiah per jam. Sampai sekitar 5 tahun lalu, saya masih bisa menemukan warnet di seputaran rumah.
Kini       :Internet mudah diakses melalui hape android. Tidak perlu capek-capek pergi ke warnet. Lama kelamaan, warnet tak lagi banyak ditemukan. Kalaupun ada, biasanya menyatu dengan usaha pengetikan dan print.

4.  Koran dan Majalah
Dulu      : Koran dan majalah menjadi media yang banyak dibeli orang untuk memperoleh informasi. Jumlahnya juga banyak. Agen selalu ramai dan mereka bisa hidup makmur dari berjualan koran dan majalah saja.
Sekarang : Informasi bisa diakses sekali klik melalui handphone android. Tidak perlu capek-capek mencari penjual koran. Cukup sambil rebahan di rumah kita bisa mengakses informasi apapun di handphone kita. Koran dan majalah tak lagi jadi primadona. Banyak media cetak yang gulung tikar atau beralih ke format online walaupun tak seeksis saat dalam bentuk media cetak. Media yang masih terbit umumnya dimiliki perusahaan besar yang sudah mapan.

5.  Tukang Foto Keliling
Foto: tribunnews.com
Dulu      : Ingatkah dulu, setiap kali berkunjung ke tempat wisata hampir selalu ada para tukang foto keliling sekali jadi yang menawarkan jasanya. Kita pun dengan senang hati minta difotokan lalu membayarnya. Ada pula tukang foto yang menjepret setiap pengunjung lalu fotonya dipajang dan dijual. Jika mau, kita bisa membelinya sebagai kenang-kenangan.
Sekarang : Keberadaan tukang foto terpinggirkan setelah handphone makin terjangkau. Memfoto dengan hape lebih mudah, tidak perlu membayar lagi, bahkan kualitasnya bisa jadi lebih baik. Jika pergi ke tempat wisata, tukang foto keliling masih ada satu dua, namun tak lagi banyak dicari orang.


Kamis, 18 Juni 2020

Kisah Preman Yang Digandrungi


Setelah sinetron serial Si Doel Anak Sekolah (SDAS) booming pada tahun 90-an, sinetron berlatar budaya lokal mulai disukai dan dianggap memiliki daya jual. Sejak itu, banyak sinetron sejenis yang diproduksi dan tayang di layar kaca. Ada yang sukses, ada pula yang tak terlalu mampu menggaet banyak penonton.

Salah satu sinetron serial berlatar budaya lokal yang tergolong berhasil adalah Preman Pensiun (PP). Berlatar budaya Sunda, sinetron ini cukup digemari hingga dibuat sekuelnya, kini masuk sekuel 4. PP tak terlalu mengandalkan daya tarik pemain terkenal untuk menggaet penonton. Selain almarhum Didi Petet sebagai Kang Bahar dan Epy Kusnandar sebagai Muslihat atau Kang Mus, tidak ada pemain terkenal lain yang berperan dalam sinetron ini. Malah boleh dibilang, beberapa pemain yang awalnya belum terkenal itu menjadi dikenal khalayak setelah bermain dalam PP.

Bagai Organisasi

PP bercerita tentang Kang Bahar, seorang preman yang amat berkuasa dan terkenal di kota Bandung. Tak tanggung-tanggung, pasar, terminal sampai jalanan dikuasai oleh anak-anak buah Kang Bahar. Bahar yang awalnya merantau ke Bandung untuk mencari nafkah sebagai penjual makanan, menjelma menjadi preman yang ditakuti dan disegani setelah melalui perjalanan panjang.

Tak ubahnya sebuah organisasi, Kang Bahar sebagai ketua memiliki tangan kanan bernama Kang Mus dan para anak buah seperti Pipit dan Murad yang menjadi pemegang kuasa di jalanan, Jamal penguasa terminal dan Komar penguasa pasar. Para “ketua” pemegang kuasa wilayah ini masing-masing memiliki sejumlah anak buah lain.  

Setelah istrinya meninggal, Kang Bahar memutuskan untuk pensiun sebagai preman. Kisah Kang Bahar dan para preman serta dinamika kehidupan mereka ini lah yang menjadi jalinan cerita PP. PP memperlihatkan tak hanya kehidupan preman yang keras dan kadang penuh bahaya, namun juga menceritakan sisi kehidupan pribadi mereka. Komar yang garang di tempat “kerja” nya ternyata takluk pada istrinya. Kang Mus yang nampak sangat berwibawa dan disegani para anak buahnya amat segan pada Emak, ibu mertuanya yang ketus dan galak. Pergulatan batin para preman ini saat ingin “taubat” dan berhenti menjadi preman juga tak luput jadi bahan cerita. Selain kisah para preman, disisipkan pula kehidupan jalanan lain sebagai pencopet yang juga tak kalah menarik untuk ditonton.

 Cerita Sederhana

Sejak pertama kali tayang di televisi pada 2015,  PP  telah menarik banyak penonton yang pastinya tak semua berasal dari suku Sunda. Cerita PP yang sederhana dan dekat dengan keseharian nampaknya menjadi salah satu daya tarik sinetron ini. Bisa juga karena penonton tertarik dengan cerita soal preman yang amat jarang diangkat sebagai tema cerita sebuah sinetron.

PP tak menawarkan kemewahan atau keelokan rupa para pemainnya namun bertumpu pada kekuatan cerita, dialog dan karakter peran yang ada di dalamnya. Kesuksesan PP versi sinetron kemudian diangkat ke layar lebar. Film yang tayang di awal tahun 2019 ini pun mampu menggaet jutaan penonton.

Bagi kamu yang pernah tinggal di kota kembang, Bandung, lokasi syuting PP di kota tersebut juga bisa jadi nostalgia tersendiri. Di episode-episode awal, PP pernah pula bekerjasama dengan Pemkot Bandung untuk mempromosikan spot-spot menarik di kota tersebut bahkan sempat menampilan Ridwan Kamil- yang saat itu masih menjadi walikota- sebagai bintang tamu.

Sekuel terbaru PP – Preman Pensiun 4- telah tayang selama sahur bulan Ramadhan lalu. Menampilkan banyak wajah baru, PP 4 lebih banyak menceritakan bagaimana para mantan preman ini berjibaku dengan hidup mereka setelah pensiun sebagai preman. Kang Mus dan Ujang berjuang membesarkan usaha kicimpring, Boim mantan preman di terminal berdagang kaos, Murad yang memilih menjadi security atau Cecep yang justru kembali ke dunia preman karena tak menemukan pekerjaan lain. Sayangnya karena keburu pandemi, syuting PP 4 harus dihentikan dan cerita hanya sampai episode 33.

 

 

 


Selasa, 22 Agustus 2017

Cerita Sejumput Pasir



Pernahkah memerhatikan pasir-pasir saat pergi ke pantai? Saya yakin banyak di antara kita yang tidak melakukannya. Kita pasti lebih memilih menikmati hembusan angin, deburan ombak atau suasana sekitar pantai nya, ketimbang menaruh perhatian pada pasirnya. Pasir seolah hanya “pemanis” pantai yang mungkin keberadaannya tak terlalu kita hiraukan. Namun tahukah kamu, setiap pantai memiliki jenis pasir yang berbeda baik warna maupun teksturnya? Tak hanya berwarna abu atau putih namun ada pula yang berwarna pink bahkan ungu.


Source; www.scienceabc.com

Martin Widjaya dan Fransisca Maria Faats adalah pasangan suami istri yang memiliki koleksi unik. Hobi travelling pasangan ini memungkinkan mereka untuk membeli suvenir dari berbagai belahan dunia. Selain pin dan kaos serta beberapa benda lain, keduanya juga mengoleksi pasir.

 Seperti diberitakan Kompas, awalnya Martin dan Fransisca mengambil pasir sebagai pengingat tempat yang pernah mereka kunjungi. Pasir-pasir itu kemudian disimpan dalam botol atau toples. Saat itulah Fransisca menyadari kalau pasir yang sepintas nampak sama itu ternyata berbeda satu sama lain,

“Itu yang kasatmata,apalagi kalau dilihat memakai miskroskop.” kata Fransisca.

Mereka lalu menunjukkan beberapa koleksi pasir berwarna merah yang tak sama. Pasir merah itu berasal dari Wilpattu National Park Srilanka, Red Beach Pulau Komodo hingga pasir merah dari kota tua Petra di Jordania. Ada pula pasir dengan tekstur berbeda seperti pasir dengan bulatan cantik mirip merica berwarna merah,hijau, putih, hitam dan kuning dari Tanjung Laisumbu Pulau Maritaing Alor Nusa Tenggara Timur, pasir dengan bongkahan besar beragam warna dari Pulau Maui Hawaii dan sebagainya.

Mereka bercerita, sebagian besar koleksi pasir itu mereka dapat dengan perjuangan tak mudah. Saat mereka bepergian dengan kapal pesiar dari Miami misalnya, pasangan ini harus menjalani pemeriksaan berjam-jam di imigrasi karena ke-15 kantong plastik berisi pasir yang mereka bawa harus diperiksa satu persatu, “Dikira obat.” kata Fransisca.

Seringkali mereka pun harus membeli pasir yang mereka inginkan karena dilarang mengambil. Sadar akan keunikan dan keindahan pasirnya, beberapa objek wisata di luar negeri mengemas pasir menjadi suvenir cantik. Ketika mereka mengunjungi Gunung St.Helens Amerika Serikat,  mereka membeli pasir debu dari letusan gunung yang dibagi dalam kategori letusan 5 miles, 22 miles dan 250 miles. Dari suvenir itu, nampak bahwa semakin jauh letusan, semakin halus pasirnya.

Sayangnya, karena pasir di Indonesia cenderung bebas diambil, terjadi kerusakan alam akibat pegambilan pasir cantik dari pantai untuk dipakai sebagai hiasan aquarium. Misalnya pasir mirip merica di Pantai Kuta Lombok yang sudah habis dijual di Jakarta. Padahal, pasir dengan perpaduan warna abu-abu, hijau dan kuning itu yang pertama kali membuat Martin jatuh cinta sebelum akhirya memutuskan untuk menjadi kolektor pasir.

Untuk koleksi pasirnya yang luar biasa banyak, Martin dan Fransisca mendapat piagam penghargaan  dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) sebagai kolektor terbanyak dari 1000 lokasi di seluruh dunia pada 2011. Koleksinya terus bertambah dan diharapkan bisa mencapai lebih dari 1864 lokasi untuk bisa memecahkan rekor dunia.

Masya Allah.... Maha Suci Allah yang telah menciptakan pasir dengan beragam warna dan teksturnya. (Diolah dari Kompas, Minggu 20 September 2015)

NB: Check this site : sandcollectors.org untuk tahu info tentang bagaimana menjadi koletor pasir !