Kamis, 18 Juni 2020

Kisah Preman Yang Digandrungi


Setelah sinetron serial Si Doel Anak Sekolah (SDAS) booming pada tahun 90-an, sinetron berlatar budaya lokal mulai disukai dan dianggap memiliki daya jual. Sejak itu, banyak sinetron sejenis yang diproduksi dan tayang di layar kaca. Ada yang sukses, ada pula yang tak terlalu mampu menggaet banyak penonton.

Salah satu sinetron serial berlatar budaya lokal yang tergolong berhasil adalah Preman Pensiun (PP). Berlatar budaya Sunda, sinetron ini cukup digemari hingga dibuat sekuelnya, kini masuk sekuel 4. PP tak terlalu mengandalkan daya tarik pemain terkenal untuk menggaet penonton. Selain almarhum Didi Petet sebagai Kang Bahar dan Epy Kusnandar sebagai Muslihat atau Kang Mus, tidak ada pemain terkenal lain yang berperan dalam sinetron ini. Malah boleh dibilang, beberapa pemain yang awalnya belum terkenal itu menjadi dikenal khalayak setelah bermain dalam PP.

Bagai Organisasi

PP bercerita tentang Kang Bahar, seorang preman yang amat berkuasa dan terkenal di kota Bandung. Tak tanggung-tanggung, pasar, terminal sampai jalanan dikuasai oleh anak-anak buah Kang Bahar. Bahar yang awalnya merantau ke Bandung untuk mencari nafkah sebagai penjual makanan, menjelma menjadi preman yang ditakuti dan disegani setelah melalui perjalanan panjang.

Tak ubahnya sebuah organisasi, Kang Bahar sebagai ketua memiliki tangan kanan bernama Kang Mus dan para anak buah seperti Pipit dan Murad yang menjadi pemegang kuasa di jalanan, Jamal penguasa terminal dan Komar penguasa pasar. Para “ketua” pemegang kuasa wilayah ini masing-masing memiliki sejumlah anak buah lain.  

Setelah istrinya meninggal, Kang Bahar memutuskan untuk pensiun sebagai preman. Kisah Kang Bahar dan para preman serta dinamika kehidupan mereka ini lah yang menjadi jalinan cerita PP. PP memperlihatkan tak hanya kehidupan preman yang keras dan kadang penuh bahaya, namun juga menceritakan sisi kehidupan pribadi mereka. Komar yang garang di tempat “kerja” nya ternyata takluk pada istrinya. Kang Mus yang nampak sangat berwibawa dan disegani para anak buahnya amat segan pada Emak, ibu mertuanya yang ketus dan galak. Pergulatan batin para preman ini saat ingin “taubat” dan berhenti menjadi preman juga tak luput jadi bahan cerita. Selain kisah para preman, disisipkan pula kehidupan jalanan lain sebagai pencopet yang juga tak kalah menarik untuk ditonton.

 Cerita Sederhana

Sejak pertama kali tayang di televisi pada 2015,  PP  telah menarik banyak penonton yang pastinya tak semua berasal dari suku Sunda. Cerita PP yang sederhana dan dekat dengan keseharian nampaknya menjadi salah satu daya tarik sinetron ini. Bisa juga karena penonton tertarik dengan cerita soal preman yang amat jarang diangkat sebagai tema cerita sebuah sinetron.

PP tak menawarkan kemewahan atau keelokan rupa para pemainnya namun bertumpu pada kekuatan cerita, dialog dan karakter peran yang ada di dalamnya. Kesuksesan PP versi sinetron kemudian diangkat ke layar lebar. Film yang tayang di awal tahun 2019 ini pun mampu menggaet jutaan penonton.

Bagi kamu yang pernah tinggal di kota kembang, Bandung, lokasi syuting PP di kota tersebut juga bisa jadi nostalgia tersendiri. Di episode-episode awal, PP pernah pula bekerjasama dengan Pemkot Bandung untuk mempromosikan spot-spot menarik di kota tersebut bahkan sempat menampilan Ridwan Kamil- yang saat itu masih menjadi walikota- sebagai bintang tamu.

Sekuel terbaru PP – Preman Pensiun 4- telah tayang selama sahur bulan Ramadhan lalu. Menampilkan banyak wajah baru, PP 4 lebih banyak menceritakan bagaimana para mantan preman ini berjibaku dengan hidup mereka setelah pensiun sebagai preman. Kang Mus dan Ujang berjuang membesarkan usaha kicimpring, Boim mantan preman di terminal berdagang kaos, Murad yang memilih menjadi security atau Cecep yang justru kembali ke dunia preman karena tak menemukan pekerjaan lain. Sayangnya karena keburu pandemi, syuting PP 4 harus dihentikan dan cerita hanya sampai episode 33.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar