Setelah sinetron serial Si Doel
Anak Sekolah (SDAS) booming pada
tahun 90-an, sinetron berlatar budaya lokal mulai disukai dan dianggap memiliki
daya jual. Sejak itu, banyak sinetron sejenis yang diproduksi dan tayang di
layar kaca. Ada yang sukses, ada pula yang tak terlalu mampu menggaet banyak
penonton.
Salah satu sinetron serial berlatar budaya
lokal yang tergolong berhasil adalah Preman
Pensiun (PP). Berlatar budaya Sunda, sinetron ini cukup digemari hingga
dibuat sekuelnya, kini masuk sekuel 4. PP tak terlalu mengandalkan daya tarik
pemain terkenal untuk menggaet penonton. Selain almarhum Didi Petet sebagai
Kang Bahar dan Epy Kusnandar sebagai Muslihat atau Kang Mus, tidak ada pemain
terkenal lain yang berperan dalam sinetron ini. Malah boleh dibilang, beberapa pemain
yang awalnya belum terkenal itu menjadi dikenal khalayak setelah bermain dalam PP.
Bagai Organisasi
PP bercerita tentang Kang Bahar, seorang
preman yang amat berkuasa dan terkenal di kota Bandung. Tak tanggung-tanggung,
pasar, terminal sampai jalanan dikuasai oleh anak-anak buah Kang Bahar. Bahar
yang awalnya merantau ke Bandung untuk mencari nafkah sebagai penjual makanan,
menjelma menjadi preman yang ditakuti dan disegani setelah melalui perjalanan
panjang.
Tak ubahnya sebuah organisasi, Kang Bahar sebagai
ketua memiliki tangan kanan bernama Kang Mus dan para anak buah seperti Pipit
dan Murad yang menjadi pemegang kuasa di jalanan, Jamal penguasa terminal dan Komar
penguasa pasar. Para “ketua” pemegang kuasa wilayah ini masing-masing memiliki
sejumlah anak buah lain.
Setelah istrinya meninggal, Kang Bahar
memutuskan untuk pensiun sebagai preman. Kisah Kang Bahar dan para preman serta
dinamika kehidupan mereka ini lah yang menjadi jalinan cerita PP. PP
memperlihatkan tak hanya kehidupan preman yang keras dan kadang penuh bahaya,
namun juga menceritakan sisi kehidupan pribadi mereka. Komar yang garang di
tempat “kerja” nya ternyata takluk pada istrinya. Kang Mus yang nampak sangat
berwibawa dan disegani para anak buahnya amat segan pada Emak, ibu mertuanya
yang ketus dan galak. Pergulatan batin para preman ini saat ingin “taubat” dan
berhenti menjadi preman juga tak luput jadi bahan cerita. Selain kisah para
preman, disisipkan pula kehidupan jalanan lain sebagai pencopet yang juga tak
kalah menarik untuk ditonton.
Sejak pertama kali tayang di televisi pada 2015,
PP
telah menarik banyak penonton yang pastinya
tak semua berasal dari suku Sunda. Cerita PP yang sederhana dan dekat dengan
keseharian nampaknya menjadi salah satu daya tarik sinetron ini. Bisa juga
karena penonton tertarik dengan cerita soal preman yang amat jarang diangkat
sebagai tema cerita sebuah sinetron.
PP
tak menawarkan kemewahan
atau keelokan rupa para pemainnya namun bertumpu pada kekuatan cerita, dialog
dan karakter peran yang ada di dalamnya. Kesuksesan PP versi sinetron kemudian diangkat ke layar lebar. Film yang tayang di awal tahun 2019 ini pun mampu menggaet jutaan penonton.
Bagi kamu yang pernah tinggal di kota
kembang, Bandung, lokasi syuting PP
di kota tersebut juga bisa jadi nostalgia tersendiri. Di episode-episode awal,
PP pernah pula bekerjasama dengan Pemkot Bandung untuk mempromosikan spot-spot
menarik di kota tersebut bahkan sempat menampilan Ridwan Kamil- yang saat itu
masih menjadi walikota- sebagai bintang tamu.
Sekuel terbaru PP – Preman Pensiun 4- telah tayang selama sahur bulan Ramadhan
lalu. Menampilkan banyak wajah baru, PP 4
lebih banyak menceritakan bagaimana para mantan preman ini berjibaku dengan
hidup mereka setelah pensiun sebagai preman. Kang Mus dan Ujang berjuang
membesarkan usaha kicimpring, Boim mantan preman di terminal berdagang kaos,
Murad yang memilih menjadi security
atau Cecep yang justru kembali ke dunia preman karena tak menemukan pekerjaan
lain. Sayangnya karena keburu pandemi, syuting PP 4 harus dihentikan dan cerita hanya sampai episode 33.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar