Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Kamis, 27 Februari 2025

Belajar Bahasa Di Dunia Maya

Saat belajar apapun tak terbatasi ruang dan waktu, belajar melalui internet bisa menjadi alternatif pilihan, termasuk belajar bahasa asing.

www.theedgemalaysia.com

Jika kita dulu ingin belajar bahasa, step-nya mungkin ada beberapa. Mencari tempat belajar yang sesuai,  baik metode pembelajaran, tutor dan harganya, mendaftar, lalu menyiapkan atau menyesuaikan waktu dengan jadwal yang dimiliki tempat kursus tersebut. Kini, hanya dengan bermodal gadget dan kuota internet, belajar bahasa tetap bisa dilakoni. Lebih praktis dan terjangkau. Pilihannya pun beragam. Mau Jepang, Korea, Arab, Jerman, Prancis sampai Bahasa Italia dan Turki.

wannaspeak.korean misalnya. Akun Instagram ini cukup menarik karena menampilkan konten pembelajaran Bahasa Korea secara aplikatif dengan mengambil cuplikan-cuplikan penggunaan ekspresi tertentu dari drama atau film. Ditampilkan pula huruf Hangul-nya, cara pengucapannya dalam Bahasa Latin, lalu disertakan pula keterangan apakah itu bentuk casual (yang digunakan sehari-hari) atau polite (bentuk formal atau sopan). Akun sejenis adalah tomikorean. Hanya saja, tomi juga menyertakan konten lain seperti penjelasan mengenai perbedaan penggunaan kata tertentu plus menjual buku-buku untuk belajar Bahasa Korea. 

Konten yang juga menarik adalah pembelajaran bahasa Korea di akun koreanfriendhailey. Pemilik akun sekaligus gurunya adalah seorang wanita native Korea yang cantik dan mahir berbahasa Inggris. Penyampaian yang mudah dimengerti menjadi nilai plus untuk akun ini. Selain kosakata, diajarkan pula bagaimana membuat kalimat sederhana dalam Bahasa Korea. Hailey juga memiliki channel YouTube dengan subscriber ratusan ribu. Ia pun membuka kursus online Bahasa Korea melalui zoom. Konten lain yang cukup unik adalah milik Amelia Tantono. Wanita asli Indonesia yang kini tinggal di Seoul ini juga sesekali membahas Bahasa Korea di akun Instagram miliknya. Menariknya, Amel mengemasnya dalam bentuk percakapan atau interaksi langsung dengan penutur asli. Kita seperti melihat role play dengan kondisi real, misalnya mengenai percakapan di kantor atau di telepon. Satu kali, Amel juga pernah mengenalkan aplikasi percakapan dengan penutur asli Korea bernama hilokal. Tetapi, Amel yang juga punya saluran YouTube Amelicano ini memang tak mengkhususkan pada pembelajaran Bahasa Korea karena isi kontennya banyak pula mengenai kesehariannya di negara tersebut.


Tertarik dengan Bahasa Jepang? Akun dan saluran Youtube yang mengajarkan bahasa ini juga banyak bertebaran. Nihongodekita salah satunya. Selain kosakata dan ekspresi yang lazim digunakan,  wanita pemilik akun ini juga mengajarkan langsung bagaimana pengaplikasiannya melalui konten video.  Misalnya, bagaimana melakukan percakapan di bandara dan sebagainya. Menurut saya, di antara konten sejenis, akun dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris ini termasuk yang mudah dimengerti. Konten belajar Bahasa Jepang dengan touch komedi dapat ditemui di akun Instagram yang saya lupa namanya apa haha..  Gaya penyampaian yang teatrikal membuat akun ini disukai dan bisa bikin kita tertawa saat menyimak materinya. Kelebihannya,  akun ini tak hanya mengajarkan bahasa dan namun juga budaya, melalui dialog-dialog yang dimainkan si pemilik konten itu.  Kalau ingin belajar kosakata dari 3 bahasa sekaligus, Korea, Jepang dan Cina, ada akun dearasia_london. Akun ini menampilkan banyak kosakata misalnya nama negara, nama tempat, dan lainnya lain dalam 3 bahasa. Setiap kata diucapkan oleh penutur asli dari ke-3 negara tersebut.

Bagaimana dengan bahasa inggris? Wuah.. akun pembelajaran bahasa ini lebih seabreg sepertinya. Tak hanya dibuat oleh penutur asli namun juga oleh orang-orang lokal Indonesia atau pun lembaga-lembaga penyedia kursus Bahasa Inggris. Salah satu yang saya notice adalah akun sluggish_journey milik seorang wanita Indonesia bernama Ida. Menarik, karena ia banyak mengenalkan kosakata maupun ekpresi-ekspresi yang sering digunakan  dan bermanfaat untuk percakapan sehari-hari. Ida juga mengajarkan padanan kata dalam Bahasa Inggris untuk menerjemahkan suatu kata dalam Bahasa Indonesia. 

Bisakah efektif?

Belajar online memang praktis namun perlu kedisiplinan jika ingin menguasai bahasa tersebut dengan baik. Pertama, materi yang diajarkan di akun-akun Instagram dan sebagian channel biasanya mengenai kosakata dan ekspresi umum yang durasinya tidak terlalu lama. Memang lebih praktis tapi menguasai bahasa tak cukup dengan punya banyak kosakata. Belajar struktur untuk mengetahui penggunaan kosakata itu dalam kalimat juga perlu begitu pula hal-hal lain untuk menunjang penguasaan skill berbahasa. Jika ingin menambah lagi, harus mengikuti materi yang lebih lengkap misalnya di saluran YouTube. Banyak yang menyediakan pembelajaran lengkap seperti , latihan mendengarkan , memahami video dan sebagainya. Kedua, butuh kedisiplinan untuk mempelajari bahasa asing secara autodidak. Perlu waktu khusus untuk menyimak, memahami, dan mempraktekkan materi yang sudah didapat  Beberapa bahasa bahkan memiliki huruf-huruf khusus hingga perlu waktu juga untuk memahami dan mengetahui cara penulisannya. 

Banyak yang berhasil belajar bahasa secara online, banyak pula yang kesulitan dan tetap butuh guru yang mengajarkan secara tatap muka. Kita sendiri yang tahu, kita tipe pembelajar seperti apa. Jika memang hanya untuk mengetahui ilmu dasar bahasa tersebut, nampaknya belajar online bisa menjadi option yang cukup bisa diandalkan.

Minggu, 23 Februari 2025

Ramuan Cerita Ala Drama Korea


Drama Korea alias drakor jadi favorit banyak wanita di Indonesia dengan berbagai alasannya. Mulai dari ceritanya yang bisa mengaduk-aduk perasaan, pemainnya yang ganteng dan cantik, aktingnya yang bagus dan sebagainya. Kalau diperhatikan, cerita-cerita  drakor ini memiliki banyak persamaan yang boleh dibilang, klise dan terkesan cheesy. Tapi mungkin itu yang malah membuat drakor digandrungi. "Ramuan" cerita yang jadi resep drama-drama itu di antaranya: 

1. Cinta antara si kaya dan si miskin atau si biasa-biasa aja-- si kaya biasanya pemeran utama laki-lakinya. Profesi paling sering sebagai CEO. Pokoknya si cowok tergolong chaebol alias konglomerat alias sultan yang punya kekuasaan dan pastinya punya duit banyak tak terhingga. Karakter khasnya, si chaebol ini dingin, ngeselin, sombong lalu tetiba ketemu pemeran wanitanya yang punya sifat bertolak belakang dan biasanya berasal dari keluarga biasa saja bahkan jadi karyawannya. Tentu ini nggak selalu ya.. Ada juga yang pakai "ramuan"  lain, misalnya si perempuannya yang kaya  atau keduanya berasal dari kalangan biasa. 

2. Punya second lead-character yang juga kiyowo. Pemilihan second-lead ini kayaknya cukup berperan penting dalam sebuah drama Korea karena mereka juga punya porsi cerita sendiri bahkan bisa menjadi daya tarik drama tersebut. Kadang, justru si second-lead ini yang lebih mencuri hati penonton. Second-lead bisa berperan sebagai sahabat pemeran utama, sekretaris (ini paling sering), atau saudara kandung. Kadang, second-lead ini juga dipasangkan biar jadian, walaupun nggak selalu ya hehe..

3. Punya cerita masa lalu -- Ini juga hampir selalu ada di naskah cerita dan bisa menjadi alasan logis kenapa si pemeran utama punya karakter atau fobia tertentu. Bisa jadi, kisah masa lalu itu ada hubungannya dengan pemeran utama lain atau pemeran penting lainnya dalam cerita. Misalnya, dalam peristiwa lalu itu, si pemeran utama ditolong oleh seseorang yang punya hubungan dengan pemeran utama wanita yang kebetulan disukainya. Skenarionya sih nggak selalu persis begitu tapi kurang lebih sama idenya.

4. Family issues -- Persoalan keluarga hampir selalu menjadi bumbu cerita drama Korea, kadang ada hubungannya dengan cerita masa lalu pemeran utamanya. Sampai saya berpikir apakah memang mayoritas orang Korea mengalami masalah keluarga yang super serius itu, sampai berefek ke kepribadian si tokoh di kemudian hari. Yang umum diangkat misalnya pemeran utamanya dicampakkan orang tua atau mengalami kecelakaan hingga hidup sebatang kara, orang tuanya pemabuk atau suka melakukan kekerasan, tinggal dengan orang tua tunggal, tinggal hanya dengan nenek atau kakeknya dan sebagainya. Tidak seperti di Indonesia, kayaknya kalau di Korea begitu kita kehilangan orang tua, nggak ada yang mau peduli. Apalagi mereka biasanya hanya punya sedikit anak saja. 

5. Momen berdua -- biasanya untuk 2 pemeran utamanya. Yang paling khas, adegan main berdua ke taman bermain. Si cowok yang kaya, menyewa taman itu agar pujaan hatinya bisa puas menikmati seluruh wahana tanpa gangguan. Atau jalan-jalan sambil nyobain makan pinggir jalan, membeli barang-barang random dan semacamnya. Para penonton merasa terhibur melihat sweet moments ala-ala ini sambil menertawakan sikap si pemeran utama yang kaya tadi karena nggak pernah melakukan hal-hal yang nampaknya remeh itu seumur hidupnya. 

6. Surprise... surprise..  --- Pergi ke taman bermain bisa jadi salah satu bentuk kejutan manis yang bikin meleleh. Ramuan lain adalah kejutan sederhana yang tetep bikin meleot karena dilakukan dengan penuh effort apalagi kalau dilakukan chaebol yang biasanya tinggal main perintah. Bentuk surprise-nya, misalnya masangin lampu warna-warni, masak untuk berdua dan sebagainya. 

7. Act of Service  --- yang nampakna sederhana tapi bikin penonton melting. Nampaknya, penulis skenario drama Korea pinter banget mencari dan menciptakan momen dan act yang sederhana tapi manis ini. Misalnya yang udah umum banget, memperbaiki tali sepatu, memasangkan alas kaki, memayungi saat hujan, sampai masangin plester saat si cewek atau cowoknya terluka. Duh.. duh...

Nah..nah... penulis sendiri sampai sebegitu hafalnya adegan-adegan di drakor ya.. Bukan penggemar sih tapi suka menyimak aja hihi... Makanya, mungkin ada detail cerita khas yang terlewat di tulisan ini... Menurutmu?

Senin, 06 Maret 2023

Mari Belajar Di Akademi Pernikahan

 

pict: www.greenrabbitflowers.co.uk

Mungkin sejak setahun belakangan, mulai bermunculan Majelis Taklim yang menawarkan kajian mendalam berseri tentang persiapan pernikahan. Jika diamati, “akademi” penggonjlok para single ini biasanya membahas beberapa materi. Mulai dari tips dan trik memilih calon pasangan hidup, visi misi pernikahan, persiapan ilmu setelah menikah seperti ilmu menyiapkan diri sebagai suami atau istri, hingga ke persiapan finansial dan ilmu  mendidik anak. Pembicara materi-materi ini juga kompeten , beberapa di antaranya sudah banyak dikenal. Calon peserta biasanya diminta membayar sejumlah uang sebagai investasi. Ada yang diadakan online, ada pula yang offline. Beberapa kali saya pun dikirimi panitia kajian sejenis, mengajak untuk ikut serta sekaligus membantu menyebarkan informasi kajian mereka.

Terdorong Untuk Belajar

Kemunculan kajian-kajian pra-nikah ini jarang ada di zaman saya dulu. Kalaupun ada, gebyarnya mungkin tak sesemarak sekarang karena tempat-tempat penyelenggara kajian pun belum terlalu banyak. Obrolan tentang “menikah” saat kuliah atau setelah lulus sekalipun, nampaknya hanya menjadi obrolan diam-diam antar teman dekat saja 😊. Kadang ada rasa malu atau segan saat mengikuti kajian pranikah apalagi jika masih di awal-awal tahun kuliah. Seperti khawatir dicap “kebelet nikah” haha..

Ilmu pranikah biasanya didapat melalui majalah-majalah islam atau buku. Salah satu buku yang meledak di masa saya adalah buku Kupinang Engkau Dengan Hamdallah karya Ustadz Muhammad Faudhil Adzim. Saya ingat saat kuliah dulu ada pula sebuah majalah islam yang membahas tentang pernikahan kira-kira judulnya serupa dengan buku fenomenal itu. Wah… kayaknya hampir semua teman saya – di Rohis Fakultas -membicarakannya. Konon majalah itu laku keras dan majalah nomor itu mendadak sulit didapat di lapak-lapak koran.

Saat kini informasi sudah semakin mudah didapat, kesadaran tentang perlunya membekali diri sebelum menikah juga semakin besar. Kalau dulu generasi lama belajar soal pernikahan langsung dari hasil melihat rumah tangga orang tua dan saudara, kini kita seolah bisa “melongok” langsung pernikahan orang banyak dari media sosial. Baik buruknya pernikahan dari hasil menyimak, mendengar dan menonton ini jadi pembelajaran tidak langsung bagi generasi kini hingga terdorong untuk merasa perlu menyiapkan diri lebih baik lagi sebelum benar-benar menjalaninya sendiri.

 

Tak Melulu Dengan Teori

Adanya kajian-kajian pranikah ini tentunya perlu diapresiasi dan disambut baik. Dalam Islam, pernikahan tak sekedar menyatukan dua insan dalam sebuah lembaga halal. Lebih jauh lagi, menikah adalah ibadah. Menjalaninya tentunya tak cukup hanya bermodal niat, keseriusan apalagi sekedar cinta tapi juga butuh ilmu.

Tak ada salahnya para jomblowan jomblowati mengikuti kajian-kajian ini. Namun menurut saya pada akhirnya saat menjalani pernikahan sesungguhnya kita tak hanya bisa berpegang pada teori. Seperti halnya ilmu-ilmu lain, kadangkala teori menyatakan A namun saat menjalaninya kita harus melakukan B yang bisa jadi tidak pernah terbahas dalam teori yang kita pelajari. Kecuali panduan ilmu syar’I, kadangkala tidak ada teori pasti dalam menjalani sebuah pernikahan. Banyak faktor lain yang membuat kita mampu mengarungi pernikahan itu.

Ilmu yang diperoleh dalam kajian-kajian itu sesungguhnya adalah salah satu modal saja. Selanjutnya, barengi lagi dengan tambahan ilmu-ilmu lain. Banyak bertanya, berdiskusi dengan “senior” juga banyak membantu. Tidak kaku, tidak teoritis namun tidak juga apatis dengan tawaran belajar di kajian-kajian ini.

 

Selasa, 17 November 2020

Song-Song Couple : Cinta Yang Berubah

 

Song Joong Ki dan Song He Kyo nampak begitu ideal sebagai pasangan. Tak ada yang meragukan cinta Joong Ki yang mengakui telah lama mengagumi Hye Kyo. Lalu, mengapa cinta itu seolah hilang dengan cepat dan mereka tak mampu bertahan?

source: youtube


Tak bisa dipungkiri, sukses besar drama Korea Descendants Of The Sun pada 2016 tak lepas dari kecemerlangan akting para pemainnya. Chemistry yang terjalin di antara mereka mampu membuat drama ini nampak lebih real selain tentu saja membikin baper.  

Song Joong Ki dan Song He Kyo yang berperan sebagai sepasang kekasih dalam drama ini sukses membuat penonton termehek-mehek. Sebutan Song-Song couple muncul sebagai bukti betapa orang memuja keduanya. Akting mereka dalam drama itu dinilai jempolan sampai-sampai saat itu banyak fans yang mendoakan keduanya beneran berjodoh di dunia nyata. Banyak pula fans yang sengaja membuat video tentang mereka. Intinya sih mencocok-cocokkan keduanya agar beneran bisa bersatu. Apalagi katanya, Jong Ki nampak benar-benar suka dengan lawan mainnya yang cantik itu. Terang-terangan ia menunjukkan kekagumannya pada Hye Kyo walaupun saat itu Kyo nampak tak terlalu menanggapi.

Maka ketika Song-Song betul-betul menikah, yang paling girang adalah para fans mereka. Pernikahan keduanya bak dongeng yang jadi nyata. Yang satu ganteng yang satu cantik. Si pria nampak begitu memuja wanitanya. Si wanita juga nampak bahagia di hari pernikahannya. Setelah itu, para fans fanatik ini lalu berharap keduanya segera diberi momongan. Malah ada yang mereka-reka akan seperti apa bayi pasangan ini kelak. Sudah pasti akan serupawan ibu bapaknya, begitu kata para netizen yang sok tahu.

Tak dinyana, pernikahan mereka hanya seumur jagung. Dua puluh bulan setelah pernikahan menghebohkan itu, Joong Ki dan Hye Kyo mengumumkan perpisahan setelah publik sebelumnya sempat menerka-nerka hubungan mereka telah merenggang. Sampai kini, para fans tetap dibuat penasaran apa yang membuat pasangan yang nampak ideal ini memutuskan bercerai. Apakah karena kesibukan yang membuat mereka jarang bertemu, apakah Hye Kyo terlalu mandiri hingga merasa pernikahan itu membuatnya terkekang, apakah cinta tak cukup untuk mengikat keduanya?

Soal sebab pasti mengapa Song-Song berpisah, tentu hanya mereka yang tahu. Saya pun tak terlalu kepo mencari tahu karena apa urusan saya hehe.. Hanya saja, sebagai orang yang telah menikah, saya terpikir untuk membuat tulisan tentang pernikahan yang terinspirasi dari kisah keduanya berdasarkan pengalaman saya selama ini.

Cinta Yang Berubah

Saat masih muda, kita mengira bahwa cinta satu-satunya alasan tepat untuk bersama selamanya dengan seseorang. Siapa pula yang tak mau selalu dekat dengan yang dicinta? Rasanya, sesulit apapun, hidup akan terasa ringan jika dijalani dengan yang tercinta. Gula jawa aja bisa terasa kayak coklat, begitu perumpamaan perasaan orang yang sedang cinta-cintanya. Bahkan sifat atau karakter buruk pasangan pun termaafkan dengan mudah karena cinta kita yang besar kepadanya.

Di awal pernikahan, cinta mungkin masih mendominasi hari-hari kita. Memasuki hitungan bulan, kita akan dihadapkan pada realita sesungguhnya. Bahwa kebiasan buruk pasangan yang dulu kita maklumi jadi terasa menyebalkan, bahwa pasangan yang dulu romantis setelah menikah kita anggap tak lagi seromantis dulu, bahwa banyak hal yang mungkin dapat melunturkan cinta yang dulu menggebu, bahwa rutinitas bisa menciptakan kebosanan, bahwa kebiasaan keluarga besar kita dan pasangan yang berbeda bisa menyulut masalah baru, bahwa kesibukan masing-masing membuat kita dan pasangan merasa jauh.. Kehadiran anak (-anak) juga membuat hidup kita berubah. Waktu untuk berduaan jadi minim, prioritas hidup yang tak lagi sama, penampilan istri yang mungkin tak se-kinclong dulu dan seterusnya.

Mungkin cinta memang tak pergi kemana-mana. Ia masih ada namun telah bersalin rupa. Tak lagi berupa cinta yang menggebu yang membuat kita begitu bahagia saat sekedar bisa memegang tangan pasangan kita. Cinta, kata yang telah menjalani pernikahan lama, akan bertransformasi menjadi rasa respek. Kita mungkin tak lagi merasakan cinta bak remaja kasmaran tapi telah mewujud jadi cinta yang lebih dewasa.

Masalahnya, tak semudah itu pula mempertahankan cinta. Cinta yang ada jika tak dirawat akan pergi juga. Syukur jika hanya berubah wujudnya tapi jika hilang, perekat itu sudah tak lagi ada. Penyebabnya bisa beragam. Ingat, ketika menikah banyak faktor intern dan ekstern yang berpotensi menimbulkan konflik. Jika tak terselesaikan dengan baik, konflik akan terus terjadi. Kekecewaan, rasa marah dan semacamnya akan menumpuk dan menjelma jadi bom waktu yang siap meledak kapan saja dan perlahan melunturkan cinta. Semakin lama dibiarkan akan semakin banyak tumpukan “sampah” emosi itu.

Menghadapi ini, cinta jadi punya porsi yang tak terlalu besar lagi dalam kehidupan pernikahan. Kedewasaan, kelapangan hati, komunikasi punya peran yang jauh lebih penting. Belum lagi soal visi. Ini berhubungan dengan tujuan pernikahan. Mau dibawa kemana pernikahan kita dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pernikahan itu. Bisa jadi, di awal pernikahan kita punya visi yang sama dengan pasangan. Namun seiring waktu, bisa saja visi itu berbeda karena beragam sebab. Jika tak segera disamakan kembali, kapal rumah tangga bisa oleng dan karam.

Begitulah. Jika sebelum menikah Joong Ki sangat memuja wanitanya, amat berbinar ketika berada di sampingnya, setelah menikah semuanya bisa berubah. Mungkin cinta memang tak hilang. Namun jika tak dijaga, cinta jadi kalah oleh realita, tak mampu menyelamatkan kapal rumah tangga. Hye Kyo mungkin sama cintanya. Tapi banyak hal yang dialami setelah menikah juga bisa melunturkan cinta. Kalaupun cinta itu masih ada, terkadang jadi pertimbangan ke sekian jika merasa ada pelanggaran hal prinsip yang tak bisa lagi ditoleransi. Eh.. saya bukan sedang menganalisa penyebab retaknya mereka ya.. Hanya saja, hal-hal seperti di atas mungkin terjadi pada rumah tangga bintang atau rumah tangga siapapun dan dimanapun.

Saya percaya, pernikahan yang langgeng memerlukan perjuangan seumur hidup. Tak hanya bisa didapat dengan modal cinta dan niat ingin menikah saja. Beradaptasi terus menerus, penyamaan visi pernikahan terus menerus, mencari ilmu bersama terus menerus, adalah ikhtiar pernikahan awet. Tentu saja sembari terus berdo’a agar Allah melanggengkan pernikahan kita, berharap pernikahan itu tak hanya seumur jagung bagai Song-Song couple.

 

 

 

 


Senin, 09 November 2020

Lagi- Lagi Video Tak Senonoh..

 

Untuk ke sekian kalinya, sebuah video yang memerlihatkan adegan intim beredar di media sosial. Yang menghebohkan, pelakunya adalah seorang wanita yang katanya mirip artis cantik GA dengan seorang pria bertubuh kekar entah siapa. Ada yang menduga, si pria dalam video berdurasi 19 detik itu adalah manager si artis, ada juga yang menyangka kalau pria tersebut salah satu pemain band pengiringnya. GA sendiri memberikan jawaban mengambang, tak mengiyakan atau menolak kalau wanita dalam video itu adalah dirinya. Sementara pria yang diduga ada dalam video sudah mengklarifikasi kalau itu bukan dirinya. Belum habis kehebohan publik, muncul lagi video sejenis yang juga menampilkan seorang wanita mirip artis.  Belum ada klarifikasi yang bersangkutan terkait video ini.

Dua peristiwa ini mengingatkan publik pada hal serupa yang terjadi belasan tahun ke belakang. Saat itu, video asusila seorang vokalis band besar dengan 2 wanita berbeda tersebar. Ada pihak yang mengaku walaupun ada pula yang sampai sekarang tak mengakui itu dirinya. Apapun, publik tetap menghujat dan mencaci maki terutama karena salah satu pelaku telah berkeluarga.

Harga yang harus dibayar amat lah mahal. Selain harus mendekam di balik jeruji besi dengan tuduhan telah lalai menyimpan video tak senonoh, mereka pun mendapat sangsi sosial. Banyak kontrak iklan dan pekerjaan dibatalkan dan diputus di tengah jalan, program TV yang memajang mereka memutus kontrak sepihak selain tentu saja menanggung malu. Perlu bertahun-tahun bagi mereka untuk kembali ke dunia hiburan dan tampil lagi di depan kamera dengan karir yang mungkin tak secemerlang sebelumnya.

Tersebarnya adegan intim yang dilakukan publik figur sebenarnya acapkali terjadi. Sebelum tahun  2000-an tersebar video singkat yang memerlihatkan seorang wanita mirip artis almarhumah Euis Sukma Ayu. Euis, putri artis senior Nani Wijaya, yang saat itu sedang naik daun, tak mengakui kalau itu dirinya. Euis terhitung “beruntung” karena masa itu belum ada media sosial begitupun handphone belum banyak dimiliki orang. Pemberitaan tentang Euis lebih banyak muncul di televisi dan koran-koran gosip. Namun tetap saja hal ini memengaruhi karir Euis di dunia hiburan.

Untuk Konsumsi Pribadi?

Sebenarnya sudah bukan rahasia lagi jika dunia selebriti lekat dengan pergaulan bebas. Saya yakin, yang biasa melakukan hubungan intim dengan pasangan walaupun belum menikah tak hanya dilakukan oleh para artis yang videonya tersebar itu. Boleh dibilang, mereka ini hanya sedang “sial” saja karena video pribadi mereka tersebar (atau disebarkan) ke publik. Ini terjadi bisa karena yang bersangkutan lalai hingga video itu bocor ke pihak lain atau bisa jadi gadget atau alat penyimpan video hilang dan jatuh ke tangan orang yang tak bertanggungjawab.

Saya sendiri tak paham mengapa adegan intim harus divideokan. Apakah sekedar untuk “dokumentasi” atau memang sengaja direkam untuk jadi konsumsi pribadi yang bisa ditonton berkali-kali? Semua memang hak dan jadi tanggungjawab masing-masing orang. Namun menjadi masalah jika video itu tersebar lalu ditonton publik termasuk anak-anak di bawah umur. Apalagi saat ini, dengan mudahnya foto atau video tersebar tanpa bisa kita cegah. yan

Kontrolnya ada di diri kita. Jika kita tanpa sengaja menerima kiriman video macam itu, stop sampai di kita saja tak perlu disebarkan. Tak perlu juga menghujat sampai sengaja ikut berkomentar di akun media sosial si artis. Kita jadi salah jika ikut mengumpat dan berkata kasar. Konsekuensi atas apa yang telah dilakukan, biarlah jadi tanggungan masing-masing individu. Dosa tidak berdosa itu urusannya dengan Tuhan. Jadilah penyimak atau jika bisa pengkritik yang baik saja.

 

 

 

 

 

 

 



                                                                                                                     

Selasa, 03 November 2020

Parade Kemewahan Di Layar Kita

 

Source; 99.co

Welcome to my family room!” tukas wanita itu sambil merentangkan tangannya. Di layar nampak kolam renang nan asri dan luas. Host muda yang hari itu berkunjung ke rumahnya terbelalak, “Oh man! This is a resort!” serunya setengah berteriak. Sejak awal ia memang sudah nampak takjub melihat rumah luas dan mewah wanita itu: kamar pribadi yang super luas bak hotel juga ruangan bertaburan benda-benda pajangan mewah dan artistik. Obrolan lalu berlanjut santai di kolam renang si wanita. Sambil merendam kaki dan menghirup shissa-rokok ala Timur Tengah-, mereka ngobrol hal-hal ringan sambil sesekali tertawa bersama.

****

Selain nge-prank, salah satu konten channel YouTube yang juga marak adalah berkunjung ke rumah selebriti. Biasanya pemilik channel, umumnya selebriti juga, akan bertamu sambil melakukan “house tour´ dari bagian depan sampai dapur. Tak lupa, host akan melongok garasi sang bintang yang umumnya berisi kendaraan roda dua dan roda empat mahal milik mereka. Jumlahnya seringkali tak hanya satu bahkan ada yang berjejer tak ubahnya di showroom saja.

Program macam ini awalnya muncul di MTV pada tahun 2000-an. MTV Cribs, demikian nama program acara itu, menampilkan tur ke rumah pribadi para selebriti. Acara TV ini mencapai ratusan episode dan telah menampilkan banyak selebritis mulai dari aktor sampai atlet terkenal. MTV Indonesia kemudian mengadaptasinya menjadi MTV Rumah Gue yang tayang tahun 2000an. Kini, acara sejenis yang secara khusus membahas rumah selebritis nampaknya sudah tidak ada. Hanya kadang, ada acara TV yang menyelipkan house tour rumah selebriti sekedar sebagai bahan berita saja.

Entah terinspirasi oleh acara MTV itu atau bukan, banyak konten YouTube yang menampilkan hal serupa. Dan nampaknya, para penonton menyukainya. Kita pun pasti kepo ya ingin tahu rumah para selebritis apalagi jika yang dikunjungi adalah seleb favorit. Tentu kita penasaran bagaimana isi rumahnya, apa yang biasa ia lakukan di kamar pribadinya, bagaimana kesehariannya dan menyimak soal hal-hal pribadi lain yang belum kita tahu.

Namun sebagaimana halnya sebuah tontonan, konten seperti ini tentu ada plus minusnya. Menonton rumah mewah dan luas selebiritis bisa saja hanya sebagai hiburan. Berita apapun tentang orang terkenal memang selalu menarik untuk disimak apalagi tentang hal-hal privat mereka. Melalui rumah itu, kita bisa menilai sekilas karakter si empunya rumah. Ada yang rumahnya mentereng penuh sesak barang, ada yang berumah luas tapi bertipe minimalis elegan, ada yang meluaskan kamar pribadi karena suka ngendon di kamar, ada yang suka masak hingga dapur dibuat bikin betah.

Minusnya tentu saja jika konten ditonton kaum menengah ke bawah yang melihat itu tak hanya tontonan tapi juga sumber khayalan. Lalu sebagai penonton kita ikutan membayangkan andaikan punya rumah seluas dan sebagus mereka. Saat melihat kenyataan, kita sedih dan menyesali kenapa tak bisa punya rumah seperti itu. Banyak yang lantas terobsesi ingin jadi selebriti walaupun harus melakukan berbagai cara. Apalagi jika host sekedar menampilkan kemewahan namun tak mengorek bagaimana perjuangan sang bintang sampai punya rumah semewah itu.

Menarik ketika saya menonton house tour rumah Inul Daratsista yang dipandu dua host kondang, Irfan Hakim dan Indra Herlambang. Dalam program itu, ada obrolan tentang perjuangan Inul yang rela hidup prihatin 3 tahun lamanya demi membayar cicilan rumah yang jumlahnya ratusan juta sebulan. Selipan obrolan seperti ini mungkin bisa membuat konten terasa lebih membumi. Nyatanya para selebriti ini memang tak selalu memeroleh rumah idaman dengan mudah. Perlu kerja keras dan perjalanan panjang untuk mendapatkan rumah impian.

Perlu usaha dari pembuat konten agar tontonan tak sekedar jadi tontonan namun ada selipan hikmahnya. Begitupun kita sebagai penonton hendaknya bisa lebih bijak. Menonton ya menonton saja sekedar hiburan di waktu senggang. Tapi jangan lupa, tetaplah berpijak ke bumi. Apapun pasti ada pengorbanan besar hingga para selebriti itu bisa memiliki rumah mewah macam itu. Belum tentu kita sanggup bekerja sekeras mereka. Dengan begitu, kita tetap terhibur namun juga tetap bersyukur.

  



Sabtu, 31 Oktober 2020

Mandul Yang Sebenarnya

Memiliki banyak anak nampaknya menjadi simbol prestise bagi sebagian orang. Ada kebanggaan tersendiri ketika mampu memiliki anak berderet apalagi jika semua sukses. Selain itu, memiliki banyak anak juga dipercaya menjadi sumber rezeki.  Makin banyak anak, makin banyak pintu rezeki yang Allah bukakan untuk orang tuanya. 

Terdapat pula hadist yang berbunyi: “Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasuallah SAW bersabda:  “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak(subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain”(HR.Abu Dawud). Hadist ini kemudian menjadi “pedoman” bagi sebagian kita untuk memiliki anak sebanyak-banyaknya.

Tak ada yang salah dengan keinginan untuk memiliki anak banyak. Apalagi jika diniatkan kalau anak-anak itu menjadi penerus estafet dakwah untuk menegakkan dinul islam di masa depan. Namun hendaknya, keinginan itu tak hanya untuk memiliki anak banyak secara kuantitas namun melupakan kualitasnya.

Anak lahir diikuti kewajiban atas kita orang tuanya. Ia wajib kita didik, asuh dan berikan kehidupan yang layak. Ia bukan makhluk yang bisa kita lepas begitu saja, membiarkan mereka tumbuh sendiri mengikuti nasib. Jika mereka jadi anak-anak baik kita bersyukur, tapi jika tidak kita hanya bersedih. Kita tak punya andil sama sekali pada baik buruknya akhlak mereka.

Betapa banyak orang tua yang punya banyak anak namun anak-anak itu tak mampu menjadi quratta a’yun atau penyejuk hati. Saat ingin menikmati masa senja, bukan kedamaian yang diperoleh orang tua tapi justru beban pikiran karena ulah buruk anak-anak mereka. Ada orang tua yang sudah sakit-sakitan dan memiliki anak banyak namun tak satu pun anak yang mau telaten mengurusi. Ironisnya, ada orang tua yang Allah takdirkan tak punya anak namun memiliki “anak-anak” –entah keponakan atau anak angkat- yang begitu sayang dan peduli melebihi cinta seorang anak kandung.

Janganlah berkecil hati jika Allah takdirkan kita “hanya” memiliki sedikit anak. Satu, dua, sepuluh anak tidaklah menjadi penentu baik buruknya kita di mata Allah. Selama kita telah menunaikan tanggungjawab sebagai orang tua, tentu Alllah tak mengabaikan itu semua. Bersedihlah ketika kita memiliki anak (-anak) yang tak mampu kita didik menjadi anak-anak sholeh dan sholehah, yang saat kita meninggal tidak bisa mendoakan karena kebodohan mereka akan agama, yang malah sibuk memerebutkan harta warisan ketimbang memikirkan bagaimana berbakti kepada orang tuanya. Punya anak tapi bagai tak punya anak. Itulah mandul yang sebenarnya.

 

Rabu, 24 Juni 2020

Putri Untuk Pangeran, (Bukan) Sinetron Jiplakan


Sejak pandemi corona, saya jadi lebih sering mengakses tv. Setelah magrib, tv biasanya menyala sekedar buat menemani saya cuci-cuci piring dan beberes dapur sebelum tidur. Beberapa waktu lalu, saya melihat trailer sebuah sinetron di tv berjudul Putri Untuk Pangeran. Tak terlalu tertarik menontonnya karena saya memang bukan penggemar sinetron. Apalagi itu sinetron remaja. Tapi ketika episode pertama ditayangkan, kebetulan saya pun sedang menyetel channel tv itu. Saya tertarik karena ceritanya mengingatkan saya pada sebuah drama Taiwan yang dulu sekali sempat saya tonton, Meteor Garden (MG) dan drama adaptasi manga Jepang, Hana Yori Dango (HYD) lainnya.

Serupa Tak Sama
Di episode pertama diceritakan, Putri (Ranty Maria) sampai di sebuah kampus mewah nan megah bernama Universitas Bangsa. Gadis sederhana ini bisa berkuliah di universitas mahal itu setelah mendapat beasiswa. Kalau tidak, mana mungkin ia bisa berkuliah di sana karena Putri hanya seorang anak tukang jahit. Ke kampus pun, Putri selalu membawa barang dagangan, usus goreng. Ia mendapat cibiran dari teman-temannya yang rata-rata anak orang kaya, termasuk dari  3 cewek yang tak henti mem-bully dan mengejeknya sejak pertama ia masuk kampus.
Sial baginya, di hari pertama itu ia sudah harus berurusan dengan seorang cowok ganteng tapi nyebelin bernama Pangeran (Varrel Bramasta), yang kaca mobilnya tak sengaja dia rusak.  Putri tak tahu, Pangeran dan gengnya terkenal suka berbuat onar karena cowok itu putra salah satu penyandang dana universitas tersebut.
Selanjutnya, banyak isi cerita yang mengingatkan saya pada drama lain yang pernah saya tonton di masa muda. Selain MG, ada pula adegan yang mirip dengan drama Korea Boys Before Flowers (BFF)- masih adaptasi dari cerita manga HYD yang juga diadaptasi MG. Nampaknya, penulis skenario sinetron ini mencoba untuk membuat cerita yang tak terlalu persis agar tak nampak menjiplak. Tapi tetap saja ruh ceritanya hampir sama jika ditonton seksama.  Berikut beberapa yang saya ingat:
1.     Tokoh-tokoh dalam sinetron ini di antaranya: Putri- gadis sederhana yang pemberani, Pangeran- cowok tampan yang super kaya dan 2 temannya Gio dan Atta, Rizky- cowok cool yang menjadi seteru Pangeran dan penolong Putri, Citra-satu-satunya teman Putri yang baik di kampus- dan 3 cewek seteru putri salah satunya bernama Tasya.
Yang mirip      : Karakter Putri sama persis dengan tokoh utama wanita di MG dan drama adaptasi HYD lainnya. Yang agak berbeda adalah karakter cowoknya. Jika di drama-drama itu tokoh wanita berseteru dengan geng cowok tajir dan tampan, F4, namun selalu ditolong oleh salah satu di antara mereka, di sinetron ini Putri  hanya berseteru dengan geng yang terdiri dari 3 cowok. Rizky, diceritakan, dulu adalah anggota geng sahabat itu tapi karena sesuatu hal mereka berselisih. Namun tetap Rizky ini lah yang akhirnya menjadi penolong Putri dari kejahilan geng Pangeran.

2.    Putri dengan gagah berani menghadapi Pangeran yang dengan sewenang-wenang menyuruhnya mencuci mobil, sebagai “bayaran” untuk mengganti kaca mobil yang dirusak gadis itu. Padahal selama ini, tak ada yang berani melawan geng Pangeran.
Yang mirip           : Benang merah cerita tentang cewek miskin yang berani melawan cowok ganteng dan kaya. Yang beda hanyalah penyebab cewek itu melawan.

3.    Keberanian Putri membuat Pangeran sebal dan makin marah. Berkali-kali ia mengerjai Putri dengan tujuan membuatnya tak lagi betah di kampus. Puncaknya saat Pangeran menyuruh Putri memakai “gelang” dari tali sebagai penanda bagi siapapun orang yang berani melawan dirinya. Dengan gelang itu, tak ada seorang pun yang akan berani menolong Putri, kecuali Rizky, saat ia sedang dalam kesulitan sekalipun.
Yang mirip      : Siapapun yang berani berurusan dengan geng F4 akan mendapat kartu merah. Setiap orang yang mendapat kartu itu akan jadi musuh semua orang di kampus itu. Tak akan ada yang berani menolong bahkan sekedar menyapa.

4.    Pangeran, Putri dan Tasya terjebak dalam lift yang mendadak mati. Pangeran yang ternyata memiliki fobia ruangan tertutup sangat ketakutan namun berhasil ditenangkan Putri. Karena kejadian ini, sikap Pangeran agak berubah karena merasa berutang budi pada Putri.
Yang mirip      : Adegan terjebak dalam lift- atau kereta gantung dalam BFF- adalah salah satu adegan penting dan terkenal dalam drama-drama adaptasi HYD. Bedanya, dalam drama-drama itu, hanya 2 tokoh utama yang terjebak di dalamnya. Setelah itu lah mereka jadi dekat.

5.    Putri tersenggol orang saat ia dan Pangeran sedang berselisih di depan rumah sakit. Ia jatuh ke arah Pangeran dan ditangkap cowok itu. Adegan saling pandang saat jatuh itu tertangkap kamera handphone seseorang, disebarkan di media sosial dan menjadi bahan gosip orang sekampus. Saat Putri datang ke kampusnya itu, ia keheranan karena semua orang mendadak memerhatikannya.
Yang mirip      : Adegan saat mereka beradegan “mesra tak sengaja” yang tertangkap kamera lalu disebarkan di media. Tokoh wanita jadi mendadak terkenal. Bedanya, di drama-drama adaptasi HYD kedua tokoh jadi digosipkan punya hubungan asmara.

6.    Putri dicegat dan dikerjai banyak cowok sampai ia jatuh dan barang dagangannya berantakan. Pangeran datang tiba-tiba menghajar mereka dan menggendong Putri. Saat itu lah polisi datang dan menggelandang keduanya ke kantor polisi, menganggap mereka adalah biang keonaran.
Yang mirip      : Di MG dan BFF, tokoh cowok datang menolong dan dibawa pulang ke rumahnya.

7.    Putri mengompres luka Pangeran yang baru bertengkar dengan Rizky. Namun saat melakukannya, Putri mendadak sebal hingga menyuruh Pangeran mengompres lukanya sendiri.
Yang mirip      : Di BFF, tokoh perempuan yang dikompres lalu mereka berselisih hingga tokoh cowok menyuruhnya mengompres luka sendiri.

Yang Beda
Walaupun begitu, ada pula beberapa hal yang sama sekali berbeda dari sinetron ini. Misalnya, ayah Pangeran dan ibunya Putri yang pernah punya hubungan istimewa di masa lalu, Putri yang memiliki kemampuan mendengar suara hati, karakter Tasya yang suka mengunggah apapun yang ia alami ke sosial media dan seterusnya.
Sebagai hiburan, sinetron ini bisa saja menjadi pilihan tontonan bagi remaja, yang jelas bukan saya J . Namun cerita yang mirip dengan drama-drama tadi di sana sini membuat siapapun yang tahu kemiripannya jadi merasa terganggu. Kreativitas kita sepertinya harus lebih banyak digali. Terinspirasi boleh saja tapi jika banyak miripnya, terkesan seperti menjiplak jadinya. Kita tunggu saja apakah episode-episode selanjutnya akan berbeda atau malah banyak lagi persamaannya.






Eh.. Eh.. Jangan Latah!


Beberapa bulan lalu, jahe merah dan teman-temannya sempat jadi barang langka. Kalaupun ada, harganya melambung nggak kira-kira. Di Jakarta, harga jahe merah sebelumnya dipatok pada harga 40 ribu per kilogram. Namun, saat banyak dicari,  harganya mencapai Rp100 ribu per Kg. Di luar Jawa seperti Lampung harga jahe melambung hingga 120 ribu rupiah. Harga rempah-rempah lain tak kalah mahalnya. Padahal biasanya, rempah macam kunyit dan temulawak berharga rendah, paling dibeli para ibu atau penjual jamu.
Sejak pandemi corona, permintaan bahan-bahan jamu memang merangkak naik. Penjual jamu pun tak kalah ramai diserbu pembeli. Penyebabnya, jamu dipercaya dapat meningkatkan imunitas tubuh. Imunitas tubuh yang baik, kata dokter, ampuh menangkal corona. Selain jamu-jamuan, yang juga laris manis karena dipercaya bisa meningkatkan imunitas adalah vitamin C. Vitamin C merk apapun diborong pembeli, sampai-sampai keberadaannya jadi sulit ditemui.
Walaupun sudah disampaikan kalau imunitas tak hanya bisa diperoleh dari jamu atau vitamin C, namun masyarakat sudah kadung panik atau malah latah membeli keduanya. Ketika segelintir orang ditanya reporter televisi kenapa membeli rempah dan jamu, mereka mengaku; “Katanya bisa menangkal corona. Ya sudah saya ikutan beli.”  Karena sekedar ikut-ikutan, trend memborong rempah dan vitamin C dengan cepat berlalu. Sebagian orang yang memang tak terbiasa mengonsumsinya tak lagi membelinya. Permintaan konsumen pada aneka rempah, jamu dan semacamnya ikut menurun.

Yang Penting Ikut
Latah juga berlaku di dunia bisnis. Saat es kepal milo banyak mengundang pembeli, mendadak sangat banyak orang berjualan produk serupa dan banyak pula yang laris manis!. Soal rasa, tak usah sama dengan yang “asli”. Yang penting jual es kepal, itu saja sudah jaminan laku. Jelas, pembelinya juga sukanya ikut-ikutan coba-coba sih. Tak ikutan mencoba yang sedang trend rasanya ketinggalan. Tak masalah jika yang dibeli produk ala-ala, tak sebagus kualitas aslinya.
Masih ada? Ketika Kopi Janji Jiwa booming dan jadi hits di kalangan anak muda, sesaat kemudian bermunculan kopi dengan merk serupa, menggunakan merk yang unik dan simpel namun terdengar menarik di telinga anak muda. Begitupun saat minuman boba- minuman dengan bola-bola tapioka- banyak dicari, bermunculan lah kedai-kedai minuman jenis ini dengan beragam merk. Walaupun ada yang melakukan modifikasi dengan membedakan rasa dan bahan, namun ide awalnya tetap sama, menggunakan boba.
Ada lagi fenomena latah melakukan hal tertentu. Misalnya saat orang ramai-ramai berteriak “om telolet om” dari pinggir jalan  ketika bis melintas, meminta sopir membunyikan klakson. Awalnya, teriakan itu biasa diucapkan oleh anak-anak di pinggir jalan ketika sebuah bus melintas, dengan harapan sopir akan membunyikan klakson yang unik berbunyi  "telolet telolet". Namun ini mendadak jadi populer setelah beberapa DJ terkenal mencuitkannya di Twitter.  Akhirnya, tak hanya anak-anak yang kemudian ramai melakukannya tapi juga orang dewasa, bahkan videonya banyak diunggah ke sosial media. Para netizen merasa seru melihat ekspresi kegembiraan ketika orang berhasil meminta supir membunyikan klakson dengan lambaian tangan dan teriakan, "Om telolet ommmmmm!" beramai-ramai.

Latah Positif Atau Negatif
Agaknya fenomena latah, saling meniru ini atau sekedar ikut ini sudah menjadi hal biasa di masyarakat kita.  Latah untuk  hal serius sampai remeh temeh.  Umumnya, orang yang sekedar latah melakukan sesuatu bukan karena kepahaman atau ilmu. Tak merasa perlu tahu apa manfaat melakukan itu. Yang penting orang-orang sedang banyak melakukannya, lalu ikut saja.
Karena latah semata, saat orang tak lagi melakukan hal itu, ia pun akan berhenti melakukannya walaupun mungkin apa yang ditinggalkan itu berefek positif. Contohnya kebiasaan mengonsumsi jamu atau vitamin C tadi. Jika paham itu bermanfaat bagi kesehatan, tentu tak perlu menunggu corona untuk rutin mengonsumsinya apalagi sekedar memborong lalu membiarkannya saja.
Peran sosial media memang sangat besar, termasuk televisi, untuk menjadikan sesuatu sebagai trend.  Yang banyak terimbas tentunya anak-anak dan remaja yang cenderung masih mudah mengikuti saja apa yang dilakukan lingkungannya atau apa yang dilihatnya di sosial media.
Bagi para pelaku bisnis, mengekor apa yang sedang trend mungkin jadi salah satu pertimbangan agar mudah mendapat keuntungan. Ini memang syah saja dilakukan. Namun ketika produk yang dijual tak lagi punya identitas pribadi dan pemilik enggan melakukan inovasi, sekedar latah saat berbisnis hanya akan membuat bisnis tak bertahan lama. Ya, karena kita tak tahu mengapa membuka bisnis itu dan lantas tak punya strategi untuk mempertahankannya.
Jika tak ingin dicap latah, selalu cari tahu lebih jauh sebelum memutuskan untuk mengikuti atau melakukan apa yang sedang trend. Benarkah ada manfaatnya? Apakah ada manfaatnya untuk kita? Apakah kita tak punya pilihan selain mengikutinya? Jika tak ada, ya tak usah ikut-ikutan apalagi merasa ketinggalan zaman ketika tak melakukannya.

Senin, 22 Juni 2020

Kamu Kena Prank!

Sumber:sukabumiupdate.com

Wanita itu marah besar dan menangis, melihat anak laki-lakinya mendadak bertato!. Sang ayah yang seorang selebriti itu pun ikut marah dan tak kalah terkejutnya. Dengan mimik tak berdosa, sang anak berkilah “Ini hanya ekpresi seni, Ma.” katanya. Puncaknya, sang Mama mengusir si anak karena perbuatannya itu. Melihat itu, sang anak akhirnya mengaku kalau tato itu hanya tempelan dan bisa hilang. Sang Mama kena prank!
Adegan di atas menjadi salah satu konten channel YouTube anak seorang selebriti terkenal, telah ditonton jutaan kali dan banyak yang memberi jempol tanda suka. Jika diperhatikan, tak hanya dia yang pernah mengunggah konten serupa. Prank nampaknya menjadi salah satu ide konten andalan. Mudah menarik penonton, kemungkinan besar akan disukai banyak orang dan akhirnya menggiring mereka untuk meng-subscribe. Inilah yang dicari, popularitas dan follower yang banyak. Tak peduli isinya hanya mengekor atau berakibat fatal, siapa peduli?
Masih ingat kasus sembako sampah yang dilakukan Ferdian Paleka? Youtuber muda ini membagikan “bingkisan” kepada para waria di sebuah jalan di Bandung. Setelah dibuka, isinya ternyata sampah, yang salah satu pelapor sebutkan berisi tauge busuk dan batu-batu. Ironisnya, Ferdian mengaku itu hanya prank yang diunggah untuk konten YouTube-nya. Walaupun sempat ditangkap dan ditahan, Ferdian dan teman-temannya itu akhirnya dibebaskan.

Awal Mula Prank
Jika ditelusuri, prank mulai ada di barat sana sejak tahun 70-an dalam bentuk prank call atau crank call, dilakukan dengan menelepon seseorang dengan maksud mengerjai. Yang ditelepon bisa publik figur baik selebriti dan tokoh-tokoh penting  atau nonselebriti. Di Indonesia, konsep ini diadopsi oleh sebuah radio swasta kemudian dibuat program TV-nya dengan konsep serupa bernama Ups Salah. Bertahan cukup lama, program ini berhasil mengerjai banyak orang juga selebriti hingga tak jarang mereka menangis dan marah. Saat itulah para kru akan keluar dari tempat persembunyian mereka dan menghampiri korban sambil berseru “Ups, salah!”
Sementara di televisi, program TV berkonsep prank yang cukup digemari dibuat oleh MTV dan Aston Kutcher sebagai host. Program bernama Punk’d itu awalnya hanya menyasar orang umum. Namun candaan mereka membuat salah satu korban tak terima hingga mereka dituntut ke pengadilan. Konsep program kemudian berubah, mengerjai selebriti sementara host akan mengawasi melalui layar di satu tempat tersembunyi. Saat target mulai marah, kesal dan bingung, host akan muncul menghampiri sambil berseru, “You got punked!
Entah siapa yang memulai, prank kemudian mulai mengisi konten-konten YouTube para selebriti atau YouTuber dengan banyak pengikut. Bentuk prank bisa bermacam-macam dengan “korban” beragam.  Umumnya mengerjai orang-orang terdekat seperti anak, asisten, manager, bahkan orang tua. Ada pula yang mengerjai namun dengan maksud memberi kejutan misalnya memesan makanan melalui aplikasi, pura-pura tak memesan dan menolak membayar hingga pengantar bingung dan kesal. Saat itulah pelaku prank memberitahu ia hanya berpura-pura, membayar dan memberi uang lebih, bahkan memberikan makanan yang dipesan kepada pengantar.
Aksi kejahilan ini juga merambah televisi kita. Setelah prank call ala program Ups Salah tak lagi tayang, Tim Kreatif program-program Tv mulai melakukan aksi prank yang “dikemas” lebih serius. Ada yang bahkan  bekerja sama dengan pihak kepolisian, berpura-pura menginspeksi tas para pemain dan menuduh salah satu dari mereka sebagai pemakai narkoba!. Padahal sebelumnya, bubuk yang sebenarnya garam itu memang telah dimasukkan ke tas yang bersangkutan. Aksi ini bahkan dilakukan saat program tayang secara live.

Cuma Bercanda?
Walaupun dimaksudkan sebagai bentuk candaan, mengerjai  dan sekedar lucu-lucuan, menurut saya prank jadi condong pada sebuah kebohongan bahkan banyak yang lepas kontrol tanpa memikirkan akibatnya. Yang penting menghibur, tak peduli walaupun korban yang dikerjai sedih, kaget, marah atau sampai pucat pasi.
Tapi, pernahkah terpikir akibat aksi itu pada korban? Maksudnya hanya bergurau kalau “kamu bukan anak mama papa”. Namun saat si anak sudah merasa terpukul dan sedih, sejurus kemudian orang tuanya bilang, “cuma prank”. Pernahkah terpikir bagaimana perasaan si anak dikerjai seperti itu? Belum lagi anak akan berpikir kalau membohongi dengan maksud bercanda adalah syah-syah saja.
Saya pernah menonton konten YouTube seorang selebriti yang bermaksud menge-prank anaknya, mengabarkan kalau anaknya itu hanya anak pungut. Lucunya si anak tak percaya bahkan berkata, “Papa mama kan selama ini dikenal suka nge-prank. Aku nggak percaya, Jangan-jangan ini juga cuma prank.”  Saya membayangkan, betapa tak berwibawanya orang tua jika sudah dicap anak seperti itu. Bahkan ketika kita nampak serius dan berbicara hal yang juga serius, anak sendiri tak percaya karena menganggap itu hanya prank atau candaan!
Ketika aksi kejahilan ini diunggah ke sosial media atau televisi dan ditonton banyak orang, siapa menjamin kalau tak ada anak-anak dan remaja yang menontonnya? Ini malah menjadi inspirasi keburukan bagi mereka, menganggap kalau mengerjai atau membohongi siapapun tidak masalah. Tercatat aksi-aksi prank yang dilakukan masyarakat umum, tentunya karena terinspirasi oleh apa yang mereka lihat di media.  Seorang wanita di Bone Makasar misalnya berpura-pura sesak nafas dan kejang-kejang, mengaku terkena covid 19. Karuan saja para tenaga medis di rumah sakit panik. Belakangan, wanita itu mengaku kalau itu hanya prank!. Malang, akibat perbuatannya mengerjai orang itu, ia harus berurusan dengan polisi. Kalau sudah begini, apakah masih bisa disebut bercanda dan menghibur?

Tidak Kebablasan
Walaupun hanya bermaksud untuk bercanda, hendaknya konten prank tidak kebablasan. Hindari ide prank yang terkesan menghina, melecehkan, merendahkan atau menakuti. Bahkan jika bisa, lebih baik cari saja ide konten yang lebih kreatif dan bermanfaat. Jangan sekedar mencari jempol dan pengikut karena apapun yang kita lakukan tentu harus bisa kita pertanggungjawabkan kepada yang Maha Kuasa.
Lebih jauh lagi, pelaku dan media yang melakukan aksi ini sebenarnya tengah membangun budaya gemar dibohongi dalam masyarakat lalu menganggapnya sebagai hiburan semata. Tahu bahwa itu bohong, tapi kita malah menikmati bahkan memberi like dan subscribe.
Saya yakin, prank bukan satu-satunya ide konten yang bisa menarik penonton dan disukai. Banyak YouTuber yang digemari karena konten positif mereka bukan semata karena sensasi apalagi aksi jahil semata. Jika pun hendak memberi kejutan positif, apakah harus selalu didahului aksi prank?








Kamis, 18 Juni 2020

Media Cetak, Riwayatmu Kini

sumber: jatim times


Mei lalu, jagat maya sempat ramai soal koran harian The Jakarta Post  yang akan berhenti terbit. Rumor berjudul Sayonara The Jakarta Post itu muncul setelah surat internal koran tersebut bocor ke publik. Tanpa menjelaskan detail isi surat tersebut, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Nizar Patria menyebutkan judul surat itu telah diubah dan  kemudian beredar di media sosial. Walaupun memastikan koran berbahasa Inggris ini tetap terbit, Nizar mengakui kondisi perusahaan memang sedang tak baik. Selain preferensi pembaca yang lebih condong pada media online saat ini, situasi tak menentu karena pandemi juga membuat perusahaan harus melakukan efesiensi untuk menekan biaya operasional. Mereka pun hendak melakukan transformasi ke format digital yang saat ini dianggap lebih menjanjikan (Tempo.co.id)
The Jakarta Post bukan lah satu-satunya media cetak yang mulai kembang kempis menghadapi situasi ekonomi yang tak menentu akibat pandemi. Apalagi sejak sebelumnya, media cetak memang telah lama terpuruk akibat gerusan zaman. Penyebabnya, kecenderungan orang saat ini yang lebih suka mengakses informasi melalui media online atau media lain selain media cetak.
Tahun 2014, Lembaga Survei Indonesia (LSI) pernah melakukan survei dengan pertanyaan: “Dari mana Anda mendapatkan berita dan informasi?” Survei itu menunjukkan 79% responden menjawab televisi, 8% internet, 2 % radio dan 11% membaca koran. Pertanyaan yang sama juga diajukan kepada responden yang hanya terdiri dari Generasi Z- generasi yang lahir di rentang waktu tahun 1998-2010. Hasil yang ditunjukkan ternyata sedikit berbeda. Hanya 14,4% yang menjawab televisi sebagai sumber akses utama informasi. 83,6% memperoleh informasi dari internet dan hanya 1,7 % yang membaca koran (tirto.id).
Preferensi khalayak yang berubah itu memaksa banyak media cetak untuk beralih ke format online, tetap terbit 2 versi- online dan cetak - namun edisi cetaknya dibuat terbatas atau malah tutup sama sekali.  Majalah wanita Femina  misalnya yang semula terbit seminggu sekali, sejak 2017 terbit 2 mingguan bahkan kini terbit hanya sebulan sekali dengan oplah terbatas. Koran Tempo berhenti terbit di daerah dan hanya terbit di Jabodetabek.  Mereka pun menghentikan penerbitan Koran Tempo Edisi Minggu dan kini lebih fokus pada media online. Koran Sindo yang bernaung di bawah MNC Grup menutup kantornya di Yogyakarta. Media lain yang juga memutuskan untuk berhenti terbit atau beralih ke media online selama kurun waktu 5 tahun terakhir ini di antaranya adalah Sinar Harapan, Tabloid Bola, Reader’s Digest, Tabloid Cek & Ricek, The Rolling Stone Indonesia, Jakarta Globe, majalah Kawanku dan majalah HAI.  

Agen Koran Hidup Makmur
Menarik cerita ke belakang, media cetak sempat mengalami masa jaya terutama di tahun 80-90an. Saat itu, agen koran sangat makmur. Satu koran harian bisa beroplah sampai ratusan ribu eksemplar begitu pun majalah berita atau hiburan. Agen koran dan majalah bisa hidup berkecukupan begitu pun para pedagang dan loper bisa mencari nafkah dari berjualan koran dan majalah saja.
Kini, jika kita mampir ke agen koran, situasinya tak seramai dulu. Para agen mengakui oplah koran- media cetak yang paling banyak diakses selama ini- menurun drastis dan tentunya berpengaruh pada penghasilan mereka. Begitupun para loper atau pedagang koran dan majalah. Coba saja iseng menghitung, ada berapa penjual koran yang masih bertahan di sekitar rumah kita. Bisa jadi, keberadaannya kini semakin sulit ditemukan.
Para ahli teori komunikasi sesungguhnya sudah memprediksi ini akan terjadi meskipun tak menyangka akan terjadi secepat ini. Namun menurut para pengamat, kecenderungan masyarakat yang berubah untuk mengakses informasi adalah konsekuensi logis dari kemajuan teknologi. Kini, orang tak lagi mau bersusah payah mencari penjual koran  atau menunggu koran datang, lalu membacanya di atas kursi sambil membolak baliknya. Generasi kini lebih suka sesuatu yang cepat dan mudah. Cukup membuka gadget, lalu mengakses informasi sambil rebahan di atas kasur atau bermalasan di sofa.
Bagi sebagian orang, media cetak mungkin masih menjadi andalan untuk memperoleh informasi. Namun jika ingin tetap bertahan, media memang mau tak mau harus menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Mereka yang bertahan adalah yang mampu dengan tanggap melakukan adaptasi itu selain media-media yang berafiliasi pada perusahaan besar dan memiliki modal mapan.
Sayonara media cetak? Mungkin saja. Namun sejatinya, informasi akan selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Apapun bentuknya, hendaknya para pelaku media dapat belajar dan bergerak cepat untuk menyediakannya.