Senin, 15 Juni 2020

Percaya Tak Percaya Soal Corona

gambar: tempo.co.id

Sejak kasus positif Corona terkonfirmasi pertama kali pada Maret lalu- Anies Baswedan malah menenggarai kasus pertama sudah ada di Januari 2020- banyak sudah informasi yang kita dengar atau dapatkan mengenai penyakit ini.   Mulai dari soal rimpang penguat imun tubuh, jam paling baik untuk berjemur agar beragam jenis virus yang nempel di badan kita mati, sampai soal berita yang beredar tentang Corona itu sendiri.

Pernah dapat broadcast di whatssup grup tentang kecurigaan kalau virus Covid ini buatan negara tertentu atau virus ini sebenarnya cuma “mainan” elite politik? Informasi-informasi macam ini hanya dua dari sekian banyak informasi yang beredar di media sosial, membuat masyarakat kebingungan bahkan menjadi ragu: benarkah virus ini ada atau cuma mengada-ada? Belum lagi rumor kalau penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya. Ada publik figur yang menampilkan wawancara dengan tokoh tertentu, untuk meyakinkan bahwa virus ini tak ubahnya flu biasa dan bisa sembuh sendiri hingga masyarakat tak perlu terlalu panik apalagi parno.

Sebelumnya, sebagian masyarakat kita sudah ada yang tak peduli soal penyakit ini dan tak mengindahkan peraturan pemerintah untuk mencegah covid makin meluas. Umumnya mereka adalah masyarakat yang kurang memperoleh pengetahuan ,berpendidikan rendah atau sebab lainnya meskipun ada pula yang penulis lihat tidak termasuk ke dalam kategori-kategori itu.  Dengan beredarnya informasi yang simpang siur tentang covid di atas, tak urung membuat masyarakat terbagi lagi menjadi 2 kubu: percaya dan tidak percaya. Kubu yang percaya lalu menganggap tidak perlu lagi mengikuti protokol kesehatan, mengabaikan aturan-aturan yang dibuat pemerintah dan menganggapnya angin lalu. Sama dengan kubu yang sejak awal sudah tak peduli, orang-orang yang tak percaya ini lalu menjadi apatis dengan berita apapun tentang covid.

Digital Literasi

Masyarakat kita bukan lah masyarakat yang sudah memiliki digital literacy alias kecerdasan literasi digital yang baik. Kecerdasan ini berhubungan dengan pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat dan tepat.   Seseorang yang memiliki kecerdasan digital akan mampu memilah dan  mengonfirmasi suatu informasi dan tidak menelan bulat-bulat berita apapun yang ia terima. Ia tak hanya menjadi konsumen informasi pasif namun dapat menjadi produsen aktif.

Faktanya, walaupun jumlah pengguna internet di negara kita termasuk nomor 3 terbesar di dunia, ada 171 juta jiwa berdasarkan data dari detik.com, namun tak sebanding dengan kecerdasan literasi kita yang hanya menduduki  peringkat nomor 56 dari 63 negara.  Artinya, kita tergolong masyarakat yang mudah memercayai suatu informasi yang beredar di sosial media tanpa merasa harus mencaritahu kebenarannya. Itulah sebabnya begitu mudahnya berita hoax beredar dan dipercayai sebagian besar kita. Bahkan konon, ada orang-orang yang kerjanya membuat dan menyebarkan berita bohong serta mendapat penghasilan dari aksinya itu.

Contoh termudah, cobalah sekali-kali kita mengamati ketika satu link berita dibagikan di sosial media. Bacalah komentar-komentarnya. Sangat banyak orang yang tanpa membuka dan membaca berita itu secara utuh lalu berkomentar ini itu padahal isi beritanya tidak seperti yang ia komentari. Nampak nyata kalau mereka hanya membaca headline atau judul beritanya saja lalu membuat kesimpulan sendiri.

Hal yang sama juga terjadi ketika ada satu informasi yang beredar di grup whatssup. Tanpa mau bersusah payah mengecek kebenarannya, kita langsung menyebarkan info itu kepada teman atau grup-grup lain. Apalagi jika kita melihat, informasi yang beredar nampak meyakinkan bahkan mengklaim nama tokoh atau lembaga tertentu yang kita anggap kredibel hingga kita percaya seratus persen kalau itu benar.

Kendali Di Tangan Kita

Kita memang tak bisa mencegah orang untuk membuat berita bohong tapi kita punya kendali untuk memilah informasi apapun yang sampai kepada kita. Jangan sampai karena kita tak mau capek-capek mengecek kebenaran suatu informasi, kita jadi rugi sendiri. Apalagi jika itu menyangkut soal kesehatan dan keselamatan kita.  Karena itu, kita dapat melakukan hal-hal berikut agar tak termakan berita hoax  tentang covid atau lainnya:

1.      Ketika mendapat satu broadcast, amati dan baca baik-baik isinya. Seringkali, berita hoax mudah dideteksi dari ketidarapihan pengetikan kata dan kalimat, pemilihan kata dan kalimat yang kurang baik atau bahkan tidak baku, penyingkatan kata atau kalimat dan seterusnya. Apalagi jika broadcast itu mengklaim sebagai informasi resmi dari lembaga atau tokoh tertentu. Rasanya tidak mungkin jika tokoh atau lembaga resmi menggunakan pemilihan kata atau penyingkatan kalimat, tak ubahnya seperti isi pesan dari anak ABG kepada teman-temannya. Tidak resmi dan nampak dibuat asal saja.

2.      Jangan mudah terpengaruh oleh isi broadcast yang nampak meyakinkan, misalnya mengutip isi berita dari media nasional atau internasional, mengutip ucapan tokoh tertentu atau menyertakan isi penelitian si ini dan itu. Ingat, kita tidak tahu darimana sesungguhnya broadcast yang kita terima bermula. Benarkah dari lembaga atau tokoh terpercaya lalu disebarkan hingga sampai kepada kita?. Kita dapat mengecek ulang melalui internet benarkah isi broadcast tersebut. Berdasarkan pengalaman saya, biasanya berita bohong itu dapat terkonfirmasi di internet atau bisa juga mengonfirmasi melalui fanpage antihoax.

3.      Ketika mendapat informasi dari sebuah situs berita, selalu lihat nama situs berita yang memuat informasi itu. Jika berasal dari situs dengan nama tak dikenal, lebih baik abaikan karena bisa jadi informasi yang disampaikan tidak benar. Apalagi jika informasi dimuat di blog gratisan, hendaknya kita lebih waspada. Kominfo mencatat, ada 43.000 situs yang mengklaim sebagai situs berita namun tak sampai 300 situs yang telah terverifikasi sebagai situs berita resmi. Artinya, ada puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita palsu.

4.      Jangan pula mudah terpengaruh ketika ada broadcast berupa surat edaran dan sebagainya. Ini amat sering terjadi. Kita mudah terpana dengan logo dan tanda tangan hingga kita anggap surat yang beredar benar adanya. Padahal, sering pula terungkap kalau surat itu palsu. Untuk mengeceknya, bisa kita lalukan melalui internet. Biasanya, lembaga-lembaga terkait akan melakukan konfirmasi resmi benar tidaknya berita yang beredar.

5.      Karena berita tentang covid berhubungan dengan kesehatan maka konfirmasi kebenarannya kepada orang atau lembaga terkait misalnya dokter atau tenaga medis yang turun langsung ke lapangan, mengeceknya di situs resmi Kemenkes RI atau laman resmi WHO. Bahkan, di Kompas TV seringkali ada segmen khusus-biasanya di pagi hari- yang membahas tentang berita hoax seputar covid atau tanya jawab seputar covid dengan para dokter. Kita dapat mengajukan pertanyaan melalui email jika merasa ada yang perlu dikomfirmasi. Jika memiliki kerabat atau kenalan yang juga merupakan tenaga kesehatan, kita pun bisa langsung tanyakan kepada mereka.

Jangan abaikan cek dan ricek informasi karena ini menyangkut kesehatan kita dan banyak orang lainnya. Ada blog dokter yang bisa kita baca sebagai informasi awal tentang covid https://dewinaisyah.wordpress.com/2020/03/20/kenapa-harus-pusing-dengan-corona/ atau bisa pula dicek akun Facebook dokter Tifauzia Tyassuma yang biasanya memuat info-info tentang covid. Pada akhirnya, semua memang berpulang kepada kita sendiri, mau percaya atau tidak percaya. Apapun, pasti akan ada konsekuensi dari setiap hal yang kita pilih.

 

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar