Selasa, 04 September 2012

Sabar Segunung



Entah kenapa belakangan anak saya sering rewel. Mungkin karena selama libur lebaran kemarin dia selalu bersama saya. Jadinya dia kolokan minta ampun. Anehnya kalau bersama pengasuh atau nenek-kakeknya, dia malah anteng-anteng saja.

Pagi ini saya dibuat jengkel lagi dengan ulahnya. Saat bangun tidur saya menyuruhnya mengganti baju dan celana. Soalnya anak saya kadang masih ngompol. Jadi, mengganti baju plus celana hukumnya wajib. Saya sudah membawakan dia celana pendek warna kuning. Saya dengan manis memintanya memakai celana. Tapi dia menolak,
“Mau celana coklat!” katanya. Memang selain yang warna kuning, neneknya dulu membelikan celana pendek warna coklat juga tapi dengan gambar yang sama. Saya cari celana coklat itu di lemari. Tapi kok nggak ada..,
“Kayaknya belum disetrika deh, sayang. Pakai yang kuning aja ya..?” bujuk saya.
Anak saya keukeuh nggak mau memakai celana kuningnya dan pengen celana coklat. Jujur aja, sebenarnya saya juga agak lupa apakah celana coklat itu belum disetrika atau ketinggalan di rumah Ibu mertua saya.
“Pakai yang ada aja, Nak. Nanti kalau udah disetrika baru Ihsan pakai, ya..”

Anak saya malah mulai menangis. Dia memaksa saya mencari celana coklatnya. Sebenarnya bisa saja saya langsung turuti. Tapi saya juga nggak mau dia jadi anak egois yang keinginannya harus selalu dituruti,
“Ya udah. Kalau Ihsan nggak mau celana kuning nggak apa-apa. Ihsan nggak usah pake celana aja.”
Dibilang begitu anak saya jadi menjerit-jerit. Rasa kesal saya muncul. Tapi saya masih mencoba bersabar. Melihat saya cuek, anak saya makin menjadi. Saya lalu meminta si Mbak untuk mencarikan celana coklat itu di tumpukan baju yang belum disetrika. Ternyata nggak ada juga. Dicari di rumah Ibu mertua-rumahnya nggak jauh dari rumah saya- juga tak ketemu.
“Mau celana coklat...!” anak saya berteriak, merengek dan menangis. Heh..kekesalan saya rasanya sudah di ubun-ubun. Saya heran, kenapa juga harus mempersulit diri sendiri, ngotot minta celana yang jelas-jelas nggak ada.
“Ihsan kenapa sih? Kenapa harus selalu cari-cari alasan buat nangis?Yang penting pake celana. Emang apa bedanya pake celana coklat atau kuning?”

Anak saya tak peduli. Dia malah menjulurkan lidah seolah meledek saya saat saya panjang lebar menasehatinya. Saya jadi makin kesal. Kesel...luar biasa. Kelemahan saya adalah kalau kesal saya pasti ngomel dan akhirnya mengancam, “Kalau begini mending Ummi berangkat kerja sekarang, deh. Capek Ummi di rumah kalau Ihsannya begini.” Jelas saja anak saya malah makin keras menangisnya. Saya tak peduli. Biarlah Abi-nya Ihsan yang lagi mandi dengar anaknya menangis. Biar dia turun tangan. Biasanya anak saya agak takut kalau sama Abinya.

Anak saya ngambek. Dia tiduran di lantai. Mendorong-dorong kursi plastik dengan kakinya ke arah saya yang sedang duduk. Ah..daripada makin emosi saya biarkan saja. Sampai akhirnya Abi-nya selesai mandi dan ikut membujuknya. Nggak mempan juga. Saya juga sudah malas membujuk. Biarpun khawatir karena dia belum memakai celana, saya tahan saja. Biasanya lama-lama dia bosan juga.

Benar saja, tak lama dia meminta saya memutarkan film kartun kesukaannya. Saya bujuk dia memakai celana sekalian mandi. Untunglah dia mau. Hari ini, saya belajar lagi tentang kesabaran dari anak saya. Ya Allah..berikan saya kesabaran tak terbatas untuk menghadapi anak-anak saya kelak. Amiin..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar