sumber :thejakartapost.com |
Konser SM-Town World Tour III
sukses digelar beberapa waktu lalu di Jakarta. Bagaimana tidak, konser yang
menampilkan boyband dan girlband yang bernaung di bawah manajemen SM Entertainment
Korea ini mampu menyedot sekitar 50 ribu penonton, mayoritas diantaranya
remaja. Para remaja kita yang setahun belakangan ini memang sedang dilanda
demam K-pop jelas menyambut konser semacam ini dengan suka cita. Kapan lagi
menyaksikan aksi penyanyi pujaan dari dekat?.
Maka lihatlah histeria mereka.
Seperti diberitakan Tabloid Nova,
para penggemar K-pop itu bahkan telah mengikuti berita tentang Super Junior (Suju)
cs dari awal saat mereka hendak berangkat dari bandara Incheon Korea Selatan.
Media sosial mengunggah foto-foto keberadaan mereka di sana termasuk sesaat
setelah para personil boy dan girlband itu sampai di bandara Soekarno
Hatta. Ratusan fans telah menunggu dengan setia meskipun mereka akhirnya harus
merasa kecewa. Demi alasan keamanan, para artis itu memang keluar melalui pintu
lain untuk langsung menuju hotel. Dan menangislah mereka karena gagal bertemu
idola. Jangan ditanya bagaimana histeria para fans ini saat konser berlangsung.
Jeritan hingga tangisan-saking bahagianya bisa melihat pujaan mereka dari
dekat-mewarnai konser yang berlangsung selama 4 jam itu.
sumber : jawaban.com |
Jujur saja, awalnya, saya tak
terlalu tahu para penyanyi Korea itu. Saya kan bukan ABG ya..jadi nggak terlalu
mudeng dengan hal-hal semacam itu...Tapi tak urung saya penasaran juga karena
murid-murid saya begitu heboh membicarakan mereka. Saya lalu ikutan mengamati
sambil mengira-ngira apa sih yang membuat para remaja itu begitu gandrung
dengan Suju, SNSD atau BigBang?. Bisa jadi, jika saya iseng membuat survey
tentang alasan mereka menyukai K-pop jawabannya bisa bervariasi.
Yang menarik buat saya adalah
bagaimana para remaja itu bersikap terhadap idola mereka. Saya
pernah menonton di TV tentang seorang Bapak yang hampir menangis saat harus
mengantri tiket untuk konser sebuah boyband.
Ia harus “berjuang” untuk mendapatkan tiket itu bahkan setengah rebutan dengan
yang lain. Si Bapak mengaku ia melakukan usaha mati-matian itu demi anaknya
yang nggak mau makan jika nggak bisa menonton konser idolanya, duh!..
Soal “mogok makan” mungkin hanya
satu dari sekian sikap yang ditunjukkan remaja demi idolanya. Saat konser Suju April lalu, para remaja di Jakarta rela merogoh
kocek ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah untuk mendapatkan tiketnya. Bahkan, mereka rela
antre sejak sehari sebelum loket pembayaran tiket dibuka. Karena kelelahan, 12 remaja pingsan saat mengantre
tiket. Hal-hal yang "luar biasa" karena biasanya jika mengidolakan
cukuplah dengan mengoleksi poster, buku, majalah atau properti yang berhubungan
dengan idolanya itu. Saya nggak tahu ini gejala apa. Tapi jika saya jadi orang
tua si anak, saya pasti harus prihatin. Saya nggak bakal rela jika anak saya
harus berkorban demi idola yang belum tentu tahu pengorbanan anak saya itu.
Sungguh tragis jika ada yang harus mempertaruhkan nyawa untuk idolanya padahal
ia tak akan memperoleh apa-apa dari idolanya.
Saya sendiri tidak bisa
sepenuhnya menyalahkan remaja. Boleh dibilang, mereka hanya menjadi “korban”
sebuah industri dan saat ini yang menjadi pengendalinya adalah industri musik
Korea. Mereka menjadi objek yang diarahkan
industri itu. Kemana mereka diarahkan, ke sanalah mereka menuju. Bagi Korea,
mungkin ini sebuah keberhasilan karena mereka sudah berhasil menginfiltrasi remaja
kita sampai sedemikian rupa. Namun bagi kita sebenarnya ini hal yang
memprihatinkan. Kita hanya mampu mejadi penonton namun tak mampu menjadi
pelaku. Kita tak mampu menjadi penentu namun menjadi yang ditentukan.
Jika sudah begini, tak usah heran
jika remaja kita merasa nggak gaul jika belum hapal lagu-lagunya Girls
Generation atau nggak tahu nama-nama personil Suju. Mereka lebih hapal
perjalanan karir idola ketimbang mengingat rumus Kimia. Namun, belum tentu
“gelombang Korea” ini akan terus melanda remaja kita. Bisa jadi, tahun depan
akan ada “gelombang” lain yang “menyerang” mereka. Dan sebagaimana posisi
“penonton”, mereka pun akan kembali terbawa gelombang itu dan mungkin saja akan
melupakan gelombang sebelumnya. Lalu, histeria itu akan beralih lagi entah pada
siapa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar