Jumat, 05 Oktober 2012

"Gelombang Korea" dan Hiperhisteria



sumber :thejakartapost.com

 Konser SM-Town World Tour III sukses digelar beberapa waktu lalu di Jakarta. Bagaimana tidak, konser yang menampilkan boyband dan girlband  yang bernaung di bawah manajemen SM Entertainment Korea ini mampu menyedot sekitar 50 ribu penonton, mayoritas diantaranya remaja. Para remaja kita yang setahun belakangan ini memang sedang dilanda demam K-pop jelas menyambut konser semacam ini dengan suka cita. Kapan lagi menyaksikan aksi penyanyi pujaan dari dekat?.

Maka lihatlah histeria mereka. Seperti diberitakan Tabloid Nova, para penggemar K-pop itu bahkan telah mengikuti berita tentang Super Junior (Suju) cs dari awal saat mereka hendak berangkat dari bandara Incheon Korea Selatan. Media sosial mengunggah foto-foto keberadaan mereka di sana termasuk sesaat setelah para personil boy dan girlband itu sampai di bandara Soekarno Hatta. Ratusan fans telah menunggu dengan setia meskipun mereka akhirnya harus merasa kecewa. Demi alasan keamanan, para artis itu memang keluar melalui pintu lain untuk langsung menuju hotel. Dan menangislah mereka karena gagal bertemu idola. Jangan ditanya bagaimana histeria para fans ini saat konser berlangsung. Jeritan hingga tangisan-saking bahagianya bisa melihat pujaan mereka dari dekat-mewarnai konser yang berlangsung selama 4 jam itu.

sumber : jawaban.com
Jujur saja, awalnya, saya tak terlalu tahu para penyanyi Korea itu. Saya kan bukan ABG ya..jadi nggak terlalu mudeng dengan hal-hal semacam itu...Tapi tak urung saya penasaran juga karena murid-murid saya begitu heboh membicarakan mereka. Saya lalu ikutan mengamati sambil mengira-ngira apa sih yang membuat para remaja itu begitu gandrung dengan Suju, SNSD atau BigBang?. Bisa jadi, jika saya iseng membuat survey tentang alasan mereka menyukai K-pop jawabannya bisa bervariasi.

Yang menarik buat saya adalah bagaimana para remaja itu bersikap terhadap idola mereka. Saya pernah menonton di TV tentang seorang Bapak yang hampir menangis saat harus mengantri tiket untuk konser sebuah boyband. Ia harus “berjuang” untuk mendapatkan tiket itu bahkan setengah rebutan dengan yang lain. Si Bapak mengaku ia melakukan usaha mati-matian itu demi anaknya yang nggak mau makan jika nggak bisa menonton konser idolanya, duh!..

Soal “mogok makan” mungkin hanya satu dari sekian sikap yang ditunjukkan remaja demi idolanya. Saat konser Suju April lalu, para remaja di Jakarta rela merogoh kocek ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah untuk mendapatkan tiketnya. Bahkan, mereka rela antre sejak sehari sebelum loket pembayaran tiket dibuka. Karena kelelahan, 12 remaja pingsan saat mengantre tiket. Hal-hal yang "luar biasa" karena biasanya jika mengidolakan cukuplah dengan mengoleksi poster, buku, majalah atau properti yang berhubungan dengan idolanya itu. Saya nggak tahu ini gejala apa. Tapi jika saya jadi orang tua si anak, saya pasti harus prihatin. Saya nggak bakal rela jika anak saya harus berkorban demi idola yang belum tentu tahu pengorbanan anak saya itu. Sungguh tragis jika ada yang harus mempertaruhkan nyawa untuk idolanya padahal ia tak akan memperoleh apa-apa dari idolanya.

Saya sendiri tidak bisa sepenuhnya menyalahkan remaja. Boleh dibilang, mereka hanya menjadi “korban” sebuah industri dan saat ini yang menjadi pengendalinya adalah industri musik Korea.  Mereka menjadi objek yang diarahkan industri itu. Kemana mereka diarahkan, ke sanalah mereka menuju. Bagi Korea, mungkin ini sebuah keberhasilan karena mereka sudah berhasil menginfiltrasi remaja kita sampai sedemikian rupa. Namun bagi kita sebenarnya ini hal yang memprihatinkan. Kita hanya mampu mejadi penonton namun tak mampu menjadi pelaku. Kita tak mampu menjadi penentu namun menjadi yang ditentukan.

Jika sudah begini, tak usah heran jika remaja kita merasa nggak gaul jika belum hapal lagu-lagunya Girls Generation atau nggak tahu nama-nama personil Suju. Mereka lebih hapal perjalanan karir idola ketimbang mengingat rumus Kimia. Namun, belum tentu “gelombang Korea” ini akan terus melanda remaja kita. Bisa jadi, tahun depan akan ada “gelombang” lain yang “menyerang” mereka. Dan sebagaimana posisi “penonton”, mereka pun akan kembali terbawa gelombang itu dan mungkin saja akan melupakan gelombang sebelumnya. Lalu, histeria itu akan beralih lagi entah pada siapa..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar