Jumat, 30 November 2012

Tetap Indah Tanpa Pacaran



Teman saya keheranan saat tahu saya nggak pernah punya pacar,
“Ya ampun, Fan..Temenku aja yang paling kalem sekalipun pernah pacaran. Masa kamu nggak?” katanya.
Saya cuma senyum-senyum saja. Untung teman saya itu nggak bilang kalau saya pantas masuk kategori langka karena nggak pernah punya pacar!Pacaran memang sudah menjadi hal lumrah di masyarakat kita terutama bagi remaja. Malah ada yang dengan bangga bercerita tentang berapa jumlah “koleksi” pacar sebelum menikah. Semakin banyak jumlah mantan, semakin hebat lah dia. Jujur, dulu saya pun pernah percaya kalau punya pacar itu wajib hukumnya. Ada perasaan tersisihkan saat melihat teman-teman saya saat SMP dulu pulang bareng pacar masing-masing. Merasa iri saat sahabat saya memperlihatkan surat cinta dari seorang cowok yang kemudian jadi pacarnya. 
Lucunya, biarpun belum punya pacar saya malah laris jadi tempat curhat teman-teman saya yang sudah berpengalaman dalam hal pacaran malah sampai minta saran segala. Tapi mungkin karena itu saya jadi lebih mikir-mikir untuk pacaran.


Saya misalnya nggak mau asal memilih calon pacar. Pertama, dia harus pintar. Karena saya paling lemot di pelajaran eksak, saya berharap kalau calon pacar saya itu jago Fisika atau Matematika biar bisa ngajarin saya nantinya. Kedua, saya pengen dia juga punya track record yang bagus. Biarpun pintar tapi dia suka bolos, suka ngerokok atau rada-rada kucel saya bakal nggak mau. 
Makanya, saya heran kalau ada teman saya yang mau saja pacaran sama cowok lola alias loading lama atau cowok yang suka ngerokok..Nggak bisa tuh saya pacaran hanya agar dianggap laku atau cuma karena kebetulan ada yang suka. Mungkin karena itu ya.. akhirnya saya malah nggak jadi-jadi punya pacar. Soalnya ada..saja kekurangannya di mata saja. Ada cowok pintar tapi playboy..Ada yang baik tapi lemot..Ada yang pintar dan baik tapi dianya nggak suka sama saya..


Tapi bukan karena nggak pernah pacaran lalu saya dianggap tak pernah jatuh cinta ya..Jatuh cinta sih pernah banget he..he..tapi karena dulu saya sudah punya kriteria di atas maka saya bisa tetap realistis saat saya menyukai seseorang. Belakangan saya malah amat bersyukur karena tak pernah merasakan punya pacar. Setidaknya saya tak perlu susah-susah berusaha menghapus kenangan manis dengan si A atau B di kemudian hari. Islam ternyata juga tak membenarkan pacaran sebagai jalan untuk mengenal calon pasangan hidup kita. Pacaran malah cenderung akan mendekatkan pelakunya pada zina. Alasan bahwa pacaran bisa membuat semangat belajar, sarana untuk belajar memahami karakter orang dan sebagainya, sesungguhnya hanyalah dalih. 





Coba tanya, benarkah pacaran bisa memompa semangat belajar atau semangat kerja? Kayaknya seringnya malah enggak ya..Justru kita malah nggak konsentrasi belajar karena selalu ingat si dia. Belum lagi akan ada aktivitas yang biasanya ingin kita lakukan dengan pacar entah jalan-jalan atau sekedar ngobrol berdua. Makin tersita lah waktu belajarnya.. Pacaran menurut saya juga merupakan bentuk keterikatan yang dasarnya nggak jelas. Belum nikah kok.. Jadi, tak ada kewajiban untuk melakukan ini atau itu. Tapi nyatanya, banyak orang yang memilih untuk terikat tanpa kejelasan ini lengkap dengan “kewajiban-kewajibannya”. 


Teman saya misalnya wajib lapor sama pacarnya tentang aktivitas apa yang dia lakukan saat itu dan si cowok bakal manyun kalau teman saya lupa laporan via sms. Masa sampai dia lagi sakit perut aja dilaporin?. Ribet kan?. Belum lagi kalau salah satu ada yang ketahuan jalan dengan orang lain yang bukan pacarnya. Pasti pasangannya bakal marah karena curiga atau cemburu. Sampai ada yang memilih menjaga jarak dengan teman-teman cowoknya untuk menjaga perasaan pasangannya itu.  Padahal kalau dipikir keterikatan seperti di atas nggak jelas juga dasarnya apa. Kalau baru pacar ada hak apa dia mengatur kita boleh atau nggak boleh jalan dengan siapa.
 Alhamdulillah sampai menikah saya dapat menjaga diri saya untuk tidak pacaran. Sebelum menikah saya dan suami melakukan ta’aruf yang pastinya lebih syar’i. Cara itu jauh lebih safe ketimbang pacaran. Saya malah merasa pacaran setelah menikah jauh lebih indah dan pastinya halal. Saya lebih bisa menerima suami apa adanya karena saya memilihnya bukan semata karena preferensi pribadi tetapi karena pilihan Allah. Dan Allah tidak pernah salah pilih..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar