Sebulan
sudah saya tak punya pembantu. Ini rekor sebetulnya. Sebelumnya, paling lama
seminggu saya tak punya pembantu. Saat pembantu yang satu berhenti, cepat pula
saya dapat pengganti. Mungkin karena pembantu saya yang terakhir kemarin
berhenti di saat “stok” pembantu di kampung sudah habis. Biasanya, mereka kan pulang kampung saat lebaran.
Sementara, pembantu saya ini pulang kampung bulan Oktober, 2 bulan setelah
Lebaran. Saat itu para gadis yang biasa bekerja jadi pembantu mungkin baru
memulai kerjanya, entah di tempat baru atau lama. Tak ada yang tinggal di
kampung kecuali mereka yang sudah menikah atau punya anak.
Gambar: www.rnw.nl |
Awalnya terasa
agak berat. Terutama karena sekarang saya harus melakukan 2 pekerjaan
sekaligus. Mengurus rumah sambil mengawasi anak. Padahal saya bekerja juga. Apalagi
anak saya sangat aktif. Lengah sedikit dia sudah hilang dari pandangan.
Untunglah saya kerja mulai siang hari. Jadi pagi harinya saya bisa punya waktu
untuk bebenah rumah dan menyiapkan menu makan anak saya.
Banyak
hal yang juga berubah setelah tak ada pembantu. Misalnya saat waktunya anak
makan saya harus berhenti sejenak untuk menyuapi, minimal mengawasinya makan.
Otomatis pekerjaan saya juga harus tertunda. Saya juga tak bisa lagi rebahan
sebentar. Dulu, sementara saya rebahan melepas lelah sebelum berangkat kerja,
pembantu saya yang akan mengawasi anak saya main atau menyiapkan bahan untuk
dimasak hari itu. Sekarang, rebahan berarti mengurangi waktu saya mengerjakan tugas-tugas
lain.
Dulu,
saya tak terlalu pusing jika harus pergi saat weekend karena ada pembantu. Sekarang, saya harus berpikir panjang
kalau ingin pergi keluar karena saya tak
enak kalau saat libur ibu mertua saya masih harus menjaga anak saya juga. Yang
paling terasa sih, saat suami saya
tak di rumah karena harus pulang malam, tak ada yang menemani saya lagi. Anak
saya seringnya tidur cepat. Jadilah saya bengong
sendirian berteman TV yang sengaja saya nyalakan agar saya tak kesepian.
Apa
hikmah hidup tanpa pembantu? Pertama, saya merasa makin terlatih me-manage waktu. Dulu, kalau saya tak
sempat menyetrika akan ada pembantu yang meng-handle pekerjaan itu. Kalau saya bangun kesiangan, ada pembantu
yang mencucikan baju-baju. Sekarang tak bisa begitu lagi. Kalau saya tak pintar-pintar
membagi waktu, pekerjaan rumah terbengkalai, saya pun tak bisa berangkat kerja
tepat waktu.
Kedua,
saya lebih mensyukuri waktu luang. Karena banyak yang harus saya kerjakan
setiap hari, saya sering merasa kehilangan waktu untuk diri sendiri dan
melakukan hal yang membuat saya relaks. Sekarang, saat saya punya waktu sedikit
saja untuk membaca atau browsing
internet, rasanya senang..sekali. Saya juga merasa amat menikmati moment “langka” itu.
Ketiga, anak
saya juga lebih mandiri. Selama ini, dia selalu punya “pendamping” yang
menemaninya main, tidur siang atau makan. Sekarang, tak selalu saya atau
neneknya bisa menemaninya melakukan aktivitas itu. Saya lihat sih dia sudah lebih mampu mencari teman
sendiri dan tak perlu ditemani saya lagi.
Tapi
bagaimanapun saya lebih senang ada asisten rumah tangga yang dapat membantu
saya mengawasi anak dan mengerjakan tugas rumah tangga setiap harinya. Sampai
sekarang saya masih mencari..Mudah-mudahan cepat ada pengganti..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar