Untuk ibu bekerja, punya pembantu
seringkali dilematis. Di satu sisi, kita butuh orang yang bisa membantu kita
mengerjakan pekerjaan rumah tangga plus jagain anak. Di sisi lain, tingkah
pembantu juga seringkali bikin hati pegel..Mau marah takut dia ngambek dan
pulang kampung. Nggak negur juga nggak mungkin karena dia kan harus tahu
kesalahannya. Biar kita bisa aman dan nyaman dengan pembantu, ada beberapa tips
yang mudah-mudahan bisa sedikit meredam kekesalan kita tapi juga nggak bikin
pembantu kabur.
1. Posisikan diri kita di posisi
mereka
Tanpa bermaksud merendahkan,
biasanya pembantu tak memiliki pendidikan tinggi entah hanya lulusan SD atau
SMP malah ada yang nggak lulus sekolah. Artinya, daya tangkap atau pemahaman
mereka juga kurang. Karenanya, kitalah yang harus berusaha menyesuaikan diri
dengan mereka. Selama ini, saya sering salah paham dengan pembantu karena saya
seringkali berpikir dari sisi saya. Masa sih gitu aja nggak ngerti? begitu saya
sering berpikir. Tapi coba posisikan diri kita di posisi dia dengan segala
keterbatasannya baik keterbatasan pemahaman atau pengalaman. Mungkinkah kita
juga bisa mencerna instruksi yang diberikan?. Insya Allah, dengan berpikir
begitu kita nggak akan terlalu gampang naik darah. Capek kan marah-marah terus?
2. Pilih Kalimat Pendek dan
Sederhana
Karena keterbatasannya, kita pun
harus pandai memilih kata. Sama dengan
ke anak-anak kali ya..kita harus menggunakan kalimat pendek dan sederhana.
Misalnya, kita ingin ia selalu mencuci tangan sebelum memegang makanan. Katakan:
"Mbak, sebelum kasih makan Farhan, cuci tangan dulu ya..Biar bersih."
Hindari mengatakan: "Mbak, cuci tangan dulu sebelum mau ambil makanan biar
tangannya higienis.Kalo nggak steril tangan Mbak bakal banyak kuman trus sakit
perut deh.." karena terlalu panjang dan pilihan kata yang terlalu sulit.
3. Berikan Instruksi secara jelas
dan detail
Berdasarkan pengalaman, pembantu
melakukan kesalahan saat melaksanakan instruksi karena memang instruksinya
kurang jelas buat mereka. Kadang mereka pun merasa segan, takut atau malu
bertanya lagi. Akhirnya, kita marah karena hasilnya tak sesuai harapan. Pembantu
pun mungkin malah bingung dan tak paham kekeliruannya. Misalnya, setiap kali
saya menyuruh pembantu belanja ke pasar saya akan menuliskan di kertas apa-apa
saja yang harus dibeli. Setelah itu,saya bacakan tulisan itu. Beri alternatif
pilihan jika takut pembantu salah beli. Misalnya : beli cumi 2 ons. Jelaskan:
Kalau cuminya sudah dibungkus plastik, beli 2 bungkus. Kalau belum dibungkus,
bilang beli 2 ons. Kalau nggak ada cumi, nggak usah beli. Soalnya,saya pernah
punya pembantu yang "kreatif". Mungkin karena takut diomeli, saat
ikan yag hendak dibeli tidak ada, dia berinisiatif membeli ikan lain yang tidak
disukai saya dan suami. Akhirnya, jadi
mubadzir deh..Apalagi jika instruksi itu menyangkut cara pengoperasian alat
elektronik misalnya yang mungkin saja baru pertama kali mereka lihat. Biasanya,
saya selalu bilangin sambil praktek agar lebih jelas.
4. Beritahu berulang-ulang
Bersyukur jika kita dapat
pembantu yang cepat tanggap dan langsung ngerti apa saja tugas dan
kewajibannya. Masalahnya, tipe pembantu juga berbeda-beda. Ada pembantu saya
yang harus dibilangin berkali-kali baru nggeh. Intinya, jangan bosan
memberitahu meskipun kita sudah merasa kesal karena kata-kata kita hanya masuk
telinga kiri, keluar telinga kanan. Kalau sudah berkali-kali diberitahu tidak
mempan juga, bisa juga dengan mengetik apa yang harus dia lakukan lalu tempel
di tempat yang mudah terlihat. Pernah juga saya
berikan list what-to-do saat dia gajian. Alhamdulillah ada perubahan.
5. Banyak Maklum dan Memaafkan
Dari ke-empat pembantu yang
pernah kerja di rumah, semuanya berusia antara 14-18 tahun. Tapi kadang usia
nggak menunjukkan kedewasaan. Ada pembantu saya yang umurnya baru 14 tapi sudah
lumayan paham tugas dan kewajibannya. Ada juga yang usianya sama tapi saya jadi
kayak punya anak sulung karena saya masih harus repot mengingatkan dan memaklumi. Kalau ada saya di
rumah dia seolah bebas dari tugas jagain anak dan tidur di kamar. Tapi saya
diingatkan orang tua untuk berusaha mengerti. "Dia kan masih usia SMP.
Usia segitu masih seneng-senengnya main. Masih untung dia masih mau kerja,
Udah..dimaklumi aja.." Yang penting terus beritahu apa-apa yang harus atau
tidak boleh dia lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar