Jumat, 15 Februari 2013

Bersakit-Sakit Dahulu



Salah satu hal yang amat saya syukuri hingga saat ini adalah saya bisa berbahasa Inggris. Bahasa Inggris saya memang nggak bagus-bagus amat. Tapi lumayanlah kalau hanya untuk sekedar ngobrol atau membaca koran.
Sekarang, banyak murid saya yang sudah dewasa, bahkan sudah berumur, yang baru mulai belajar bahasa asing ini. Harus diakui, kemampuan memahami murid-murid saya yang sudah tua ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan murid-murid saya yang masih SD misalnya. Perlu usaha ekstra bagi mereka untuk bisa mengerti satu materi atau menghapal arti kosakata. Mungkin karena memori otak orang dewasa sudah terlalu banyak menyimpan “file-file” hingga proses memahaminya jadi lebih lambat..Bahkan, banyak juga yang kemampuan bahasa Inggrisnya nol dan nyaris tak mengerti kosakata termudah sekalipun.
Saya lalu membayangkan mungkin akan seperti itu pula “nasib” saya andaikan dulu saya menyerah belajar Bahasa Inggris. Saya yakin kalau saya baru mulai belajar sekarang pastilah prosesnya tak akan semudah saat saya mulai belajar saat masih mudaan. Setidaknya, dulu otak saya cuma mikirin sekolah dan tak harus memikirkan susu atau pempers anak ha..ha..
Saya mulai belajar bahasa Inggris secara intensif saat SMP dan terhenti saat saya mempersiapkan ujian akhir. Baru saat saya kelas 1 SMU, saya mulai les bahasa Inggris lagi. Itu pun terhenti lagi karena tempat les saya belakangan tutup karena bangkrut. Bukan hal mudah untuk kembali menemukan tempat kursus baru karena saya tinggal di kota kecil. Jumlah tempat kursus bahasa Inggris bisa dihitung dengan sebelah jari tangan. Kalaupun ada, biasanya hanya sampai level Intermediate karena pesertanya makin menyusut.
Saya ingat karena ingin bisa saya selalu rajin belajar bahasa Inggris sendiri. Untuk menambah kosakata, saya berusaha mencari arti kata dalam lagu-lagu bahasa Inggris yang teksnya saya dapatkan di majalah. Kosakata itu kemudian saya catat ulang di buku. Selain dari lagu, saya juga mencari kosakata baru dari buku cetak pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah. Kadang, saya mencoba menulis teks lagu sendiri dengan mendengarkan langsung dari kaset. Semacam latihan listening gitu lah..Dari situ saya mendapat banyak sekali kata-kata baru termasuk bagaimana mengucapkannya dengan benar.
Untuk melatih speaking skill saya membiasakan diri bercakap-cakap dalam bahasa Inggris dengan seorang teman yang juga suka belajar bahasa. Kami seringkali jadi bahan tertawaan dan ledekan karena dianggap “sok inggris”. Tapi saya tak terlalu peduli karena saya ingin bisa. Sayangnya, saya tidak pernah mendapat guru bahasa Inggris yang bagus di SMU hingga saya belajar bahasa Inggris nyaris tanpa bimbingan.
Saat kuliah di Program Ekstensi, barulah saya mendapat kesempatan belajar di tempat kursus yang lumayan. Tapi, hambatan untuk berangkat kursus juga banyak. Kadang, karena merasa kelelahan mengerjakan tugas-tugas kuliah, saya malas pergi. Apalagi saya les sore hari sampai menjelang magrib. Pernah saya tetap les, pulangnya saya kena hujan deras karena lupa tak membawa payung. Padahal, malam hari nya saya harus menghadapi ujian sampai jam 10. Akhirnya, saya datang ke kampus dan mengerjakan ujian masih dengan badan kedinginan.
Pernah juga saya mengambil jadwal les jam 7 pagi. Masalah muncul saat saya libur kuliah. Rasanya tak mungkin saya tinggal di tempat kos hanya untuk les seminggu sekali. Akhirnya, untuk mengejar waktu les tepat waktu saya berangkat dari rumah saya di Sukabumi jam 5 pagi setelah shalat subuh. Seringkali, saat di bis saya ditanya ini itu oleh penumpang yang duduk sebangku. Mungkin keheranan melihat anak cewek pergi naik bis sendirian di pagi buta. Meskipun sudah buru-buru begitu, sampai Bandung saya masih telat juga karena paling cepat saya sampai jam tujuh lebih lima belas menit.
Saya pun pernah hampir menyerah saat satu level lagi saya selesai les. Saya merasa capek dan bosan. Ditambah lagi, sebagai syarat kelulusan saya harus membuat semacam paper  yang harus dipresentasikan di hadapan murid-murid lain dan para penguji. Duh..mikirin tugas kuliah saja saya mumet apalagi bikin paper..?. Untunglah teman saya menyemangati. Dia bilang, seharusnya saya bersyukur bisa les karena dia ingin kursus juga tapi tak ada biaya.
Semua rasa lelah itu rasanya terbayar saat saya merasakan manfaatnya sekarang. Apalagi sekarang bisa berbahasa asing hampir menjadi kewajiban untuk pegawai, mahasiswa, sampai businessman. Saya tak perlu bersusah-susah lagi mempelajarinya dan tinggal menjaga agar kemampuan saya lebih baik lagi. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar