Selasa, 19 November 2013

"Bumbu-Bumbu" Dalam Berita



Seorang artis muda mengumumkan kalau rencana pernikahannya akan ditunda. Sebabnya, calon ayah mertuanya sedang sakit dan tak memungkinkan Beliau hadir di pesta perrnikahannya itu. Ditemani pihak wedding organizer dan perwakilan keluarga calon suaminya, si artis menolak menjelaskan secara detail sakit yang diderita calon ayah mertuanya itu,
 
Gambar:1.bp.blogspot.com

“Mohon doanya saja.” Kata perwakilan pihak keluarga calon mempelai pria.
Itulah adegan yang saya tonton di sebuah acara infotainment suatu pagi. Sambil menunggu anak di kamar mandi, iseng saya meraih remote dan menemukan sebuah channel televisi. Jujur saya tak terlalu tertarik dengan berita itu. Tapi narasi untuk berita itu yang menarik perhatian saya.
Setelah menampilkan omongan si artis dan pihak terkait mengenai penundaan pernikahannya, narator kemudian mengomentarinya dengan kalimat berikut:
“Sebab penundaan pernikahan xxx telah disebutkan yaitu karena ayah calon suaminya sedang sakit keras. Namun adakah sebab lain di balik penundaan pernikahan xxx?. Entahlah..Yang jelas terdapat kejanggalan dalam konfrensi pers yang digelar itu. Pertama adalah ketidakhadiran Adam-calon suami xxx-. Dalam konfrensi pers tersebut, hanya tampak paman Adam yang mewakili pihak calon mempelai pria.”
 “Mas Adam harus mendampingi Papa yang sedang sakit karena Beliau memang sedang butuh support ya dari keluarganya.” jelas si artis menjawab rasa penasaran wartawan mengenai ketidakhadiran calon suaminya yang asal Malaysia itu.
Toh setelah adegan jawaban si artis mengenai ketidakhadiran calon mempelai pria dimunculkan, narasi berita tetap seolah ingin menggiring penonton untuk tetap bertanya-tanya,
“Yang juga janggal adalah xxx seolah ingin menyembunyikan perihal sakit yang diderita calon ayah mertuanya itu. Xxx pun menolak menjelaskan secara detail mengenai hal itu. Xxx hanya menjelaskan kalau ayah Adam sedang sakit keras di Arab Saudi.”
Saya tak melanjutkan menonton acara itu karena saya harus mengerjakan hal lain. Tapi ada hal yang menggelitik saya. Ini bukan pertama kalinya saya nonton  infotainment pagi itu  meskipun hanya sedikit-sedikit. Yang saya ingat, jika ada satu peristiwa yang ditampilkan, narasi berita seringkali mengundang penonton untuk bertanya-tanya lebih jauh. Membuat situasi yang sebenarnya adem-adem saja jadi keruh, semata karena pertanyaan “mengapa” tadi.
Misalnya, beberapa waktu lalu saya membaca di internet tentang makam almarhum ustadz Jeffry yang sudah diperbagus. Awalnya, saya tak berpikir apapun tentang berita itu dan tidak ingin mencari tahu lebih jauh. Tapi kemudian, program di sebuah televisi memperlebar peristiwa “biasa-biasa” itu dengan pertanyaan: “Mengapa Umi Tatu-Ibu Uje-memutuskan untuk memperbagus makam?Benarkah ia tak membicarakannya dengan istri Almarhum hingga Pipik merasa tersinggung?
Padahal setelah dikonfirmasi ulang, tidak ada masalah antara mereka mengenai pembagusan makam itu. Hanya ada kesalahpahaman yang bisa saja timbul karena wartawan pintar “memanas-manasi” saat mereka mewawancarai kedua belah pihak. Sepertinya, memang tidak seru kalau peristiwanya datar-datar saja. Dan mungkin memang itu prinsip sebuah berita? “bad news is good news” untuk media. Kalau bisa, telisik lebih jauh, ajukan pertanyaan yang bisa membuat narasumber akhirnya mengiyakan sebuah rumor-minimal membuat mereka terpaksa bilang “ya” atau bilang “mungkin saja.” 
Masih banyak contoh peristiwa lain yang saya tonton atau baca di tentang berbagai peristiwa. Betapa sebuah peristiwa yang tak "potensial" menimbulkan konflik bisa runyam akibat konflik yang timbul dari "bumbu-bumbu" berlebihan yang "ditaburkan" media. Ya..ya..seingat saya dalam teori yang saya baca dulu, wartawan memang bertugas untuk mencari tahu apa yang ingin khalayak  tahu. Apakah itu yang jadi alasan, hingga bumbu-bumbu itu muncul atas nama keingintahuan khalayak?. 
Sungguh ini hanya unek-unek saya. Saya tak hendak mengulasnya dari sisi teori Jurnalistik atau apapun.. Biarlah ahlinya saja yang berbicara..Ini hanya tulisan biasa dari seorang pengamat berita..

Minggu, 20 Oktober 2013

5 Ide Mengajarkan Tenses



Belajar tenses  seringkali jadi amat membosankan bagi siswa, termasuk saya saat masa sekolah dulu. Mungkin karena metode mengajarnya yang seringkali bikin ngantuk. Biasanya,  metode yang dipakai guru tak jauh dari menjawab soal atau menghapalkan rumus tenses dalam bahasa Inggris yang banyak banget itu. 
Gambar: www.uni.edu

Karena terasa membosankan, kita pun malas mempelajarinya. Padahal, tenses termasuk penting untuk dipahami meskipun ada juga yang menganggap tenses tak perlu dipelajari.
Berbekal pengalaman pribadi, saya mencari cara agar materi tentang tenses bisa lebih menarik saat dipelajari hingga mudah dipahami. Beberapa ide berikut, mudah-mudahan , bisa membantu guru saat mengajar tenses. Bisa diaplikasikan dengan modifikasi pribadi.

Moving Interview. Teknik ini dapat dilakukan misalnya saat mengajarkan Present Perfect Tense. Caranya, buat 5 sampai 10 pertanyaan menggunakan have you ever. Tulis dalam bentuk tabel seperti ini:
Questions
Yes
No
1.     Have you ever ridden a horse?
2.    Have you ever watched horror movie?
3.    Have you ever been to Bali?
4.    Have you ever treated your friend?
5.    Free question from student


Kemudian, minta siswa mengajukan pertanyaan itu satu persatu kepada sebanyak mungkin temannya di dalam kelas dalam waktu 3-5 menit. Jumlah pertanyaan dan waktu “wawancara” disesuaikan dengan jumlah siswa yang ada. Jika ada yang menjawab yes, siswa harus memberi tanda pada tabel “yes” begitupun sebaliknya tanpa harus menuliskan nama siswa yang ia wawancarai. Setelah selesai, minta siswa melaporkan hasilnya. Misalnya: Two students have ever been to Bali, one student has ever ridden a horse dan seterusnya. Ide ini amat membantu terutama untuk melatih kemampuan berbicara siswa sekaligus mempraktekkan penggunaan Present Perfect Tense dalam kalimat.

Pertanyaan Konyol. Ide ini juga dapat dilakukan saat belajar Present Perfect Tense meskipun bisa juga untuk tenses lain jika mungkin. Idenya agak mirip dengan ide di atas. Bedanya, siswa diminta membuat 5 atau lebih pertanyaan konyol. Misalnya: have you ever been ridden an elephant?, have you ever been seen ghost? dan sebagainya. Biasanya, siswa amat antusias saat diminta membuat pertanyaan macam ini. Buat tabel yang sama seperti di atas, kemudian minta siswa secara bergantian saling mewawancarai dengan satu orang teman yang ditunjuk oleh guru. Kadang, siswa yang diwawancarai akan menjawab Yes untuk satu pertanyaan konyol meskipun ia hanya pernah melakukannya dalam mimpi. Hal ini boleh-boleh saja karena tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempraktekkan tenses yang telah dipelajari. Agar bisa berjalan efektif, bisa saja guru meminta mereka melakukan wawancara ini di depan guru untuk diberi nilai.

Lagu-Lagu. Lagu bisa menjadi metode pembelajaran yang selalu menarik bagi siswa karena umumnya mereka suka mendengarkan musik. Pilih satu lagu yang sesuai dengan tenses yang sudah dipelajari. Buat teks lagunya dan kosongkan sebagian. Jika tenses yang dipelajari adalah Present Tense misalnya, tentu saja bagian yang dikosongkan adalah kata kerja atau hal-hal lain yang berhubungan dengan tenses tersebut. Putarkan lagu maksimal 3 kali. Cek isinya bersama-sama. Bisa pula mengajarkan Present Perfect Tense melalui lagu dengan men-download lagunya dari internet. Tentunya, pilih video liriknya saja. Contohnya lagu U2 berikut:

Cara ini juga dapat dilakukan untuk mempelajari materi lain misalnya saat belajar Kata Kerja (Verb), Kata Sifat (Adjective) dan sebagainya. Guru dapat mencari lagu yang cocok dari internet atau dari referensi pribadi. Sebisa mungkin, pilih lagu yang tak terlalu familiar bagi siswa. Jika tidak, bisa saja mereka malah sudah hapal teks lagu itu hingga mereka merasa tak perlu lagi mendengarkan lagunya untuk melengkapi bagian yang kosong. Ini dapat membuat proses pembelajaran menjadi sia-sia.

Action Games. Ide ini dapat dilakukan saat mempelajari Present Continous Tense. Caranya, bagi siswa ke dalam beberapa grup. Jumlah grup maupun anggotanya tergantung dari jumlah siswa yang ada. Beri 5 kata kerja, harus berbentuk action verbs, pada satu orang di grup pertama. Misalnya kata-katanya adalah:drinking, swimming, painting, touching dan peeping. Minta perwakilan kelompok itu memperagakan kata kerja yang ada. Dalam waktu 2 setengah menit, teman-teman dalam grupnya harus menebak apa yang sedang ia lakukan. Pemeraga dilarang menanyakan arti kata yang diberikan. Untuk menciptakan konteks kalimat, di setiap awal permainan guru dapat mengatakan: “what is she doing now?”. Di babak kedua, guru dapat memberikan lebih banyak kata kerja, misalnya 10, dengan waktu lebih panjang, misalnya 3 menit. 
Permainan ini biasanya amat menarik karena siswa yang memperagakan seringkali tak tahu arti kata yang diberikan hingga teman-temannya merasa gemas. Belum lagi jika siswa memperagakannya dengan gerakan yang aneh hingga mengundang tawa. Modifikasi lain, bisa saja guru kemudian meminta siswa berdiskusi untuk mencari kata-kata kerja yang akan ditebak oleh kelompok lain.  
Nonton Video. Dalam kegiatan ini, guru memutarkan sebuah video berbentuk film pendek atau lainnya. Siswa diminta memperhatikan video yang diputar dengan seksama. Setelah selesai, barulah guru memberikan tugas misalnya menjawab pertanyaan secara lengkap atau membuat kalimat. Tenses yang mungkin dipelajari adalah Past Tense, Present atau Present Continous Tense. Selain variatif, menonton video juga dapat mengajarkan konteks kepada siswa.



5 Ide Mengajarkan Tentang Jobs (Pekerjaan)

Gambar:2.bp.blogspot.com 


Salah satu materi yang diajarkan dalam pelajaran bahasa Inggris adalah tentang jobs. Di tempat saya mengajar, materi ini diajarkan di level SD kelas 2,kelas 4 dan kelas 6. Bahkan untuk level Intermediate dan Conversation Class pun, materi ini kembali dipelajari tentunya dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda.
Kalau merasa stuck saat mengajarkan materi ini, berikut beberapa ide mengajar tentang jobs yang pernah saya lakukan:

Tebak Nama Pekerjaan. Tebak-tebakan ini termasuk ampuh sebagai ice breaking di sela-sela materi. Caranya, guru mendeskripsikan satu jenis pekerjaan, kemudian siswa menebaknya. Untuk level SD, deskripsi yang diberikan dapat singkat saja terdiri dari 2 kalimat. Sedangkan untuk level siswa menengah atas, deskripsinya bisa lebih panjang dan kompleks. Jika ingin sekalian melatih kemampuan siswa, bisa juga meminta mereka membuat tebak-tebakan sendiri, baik secara individual ataupun berkelompok. Minta siswa lain menebaknya. Jika perlu, guru dapat memeriksa deskripsi yang ditulis siswa untuk mengoreksi kalimatnya.

Isi Teks Lagu. Ini dapat dilakukan untuk me-review materi untuk mengetes kosakata siswa tentang jobs sekaligus melatih kemampuan listening mereka. Salah satu lagu yang dapat dijadikan “soal” adalah lagu Shania Twain She is Not  Just A Pretty Face. Print out teks lagu itu dari internet di link http://www.englishexercises.org/makeagame/viewgame.asp?id=3292. Kemudian putarkan lagunya 2-3 kali dengan menggunakan bantuan kaset audio atau loud speaker. Secara berpasangan, minta siswa melengkapi teks lagu itu. Jika siswa merasa sedikit kesulitan, bisa saja guru memberikan clue dengan menuliskan huruf pertama dari jobs yang dimaksud. 

Bermain Games Jobs di Internet. Ide ini dapat dipakai terutama untuk anak-anak dan jika terdapat koneksi internet yang baik di tempat mengajar. Caranya, cari link di internet mengenai games jobs dengan kata kunci “games jobs for kids”. Setelah itu, pilih games yang sesuai dengan level yang kita ajar. Siswa dapat langsung bermain dengan menggunakan laptop yang ada .Ada beberapa website yang bagus untuk dijadikan referensi misalnya http://learnenglishkids.britishcouncil.org/en/category/topics/jobs.

Jumbled Words. Ide ini juga dapat digunakan untuk me-review materi untuk mengetahui apakah siswa sudah cukup mengenal nama-nama pekerjaan yang telah diajarkan atau tidak. Lebih cocok untuk siswa SD level rendah seperti kelas 2. Caranya, acak huruf dari satu pekerjaan misalnya axti ridver (taxi driver). Tulis huruf acak itu di selembar kertas atau karton. Kemudian, perlihatkan kertas atau karton itu kepada siswa dan minta mereka berkompetisi untuk menebak nama pekerjaan yang dimaksud. Bisa juga dengan mengetik jumbled words di laptop. Dengan bantuan in-focus, perlihatkan jumbled words itu dan minta siswa menebaknya. Jika kemampuan siswa agak kurang, bisa saja guru menulis soal tentang jumled words ini dan minta siswa menjawabnya secara tertulis pula. Misalnya : axti ridver _ _ _ _    _ _ _ _ _ _

Puzzle Time. Ide lain yang cukup menarik adalah dengan memberikan soal dalam bentuk puzzle. Soal dapat terdiri dari 10 nomor. Kemudian, minta siswa menulis nama jobs yang dimaksud. Jika dapat menjawab secara tepat, siswa akan dapat menebak mystery job yang tersembunyi dari huruf-huruf yang ditebalkan di setiap jobs.
Selamat Mencoba!

Sebagian ide dari New Parade 6 Longman 2005

Rabu, 14 Agustus 2013

Lebaran Sama, Lebaran Beda



 Meskipun sama-sama merayakan lebaran, ternyata tradisi merayakan hari raya dapat berbeda-beda di setiap daerah. Sebenarnya ini hanya masalah kebiasaan. Tapi karena sudah rutin dilaksanakn, kebiasaan itu dianggap “wajib” dan dianggap tidak afdhol jika tak dilakukan. 

Di keluarga saya, saat hari raya biasanya kami akan berkeliling dulu untuk menyalami tetangga sekitar rumah. Setelah itu kami akan berkumpul di satu rumah. Biasanya di rumah orang yang paling dituakan. Kebetulan, rumah kakek saya selalu dijadikan tempat berkumpul. Meskipun kakek bukan yang paling tua,  rumah kakek terhitung yang paling besar dan mudah dijangkau oleh saudara-sudara yang lain hingga tempat tinggal kakeklah yang dipilih sebagai tempat ngumpul
Karenanya, di hari lebaran semua anggota keluarga, sanak famili dan handai taulan akan datang ke rumah kakek untuk bersilaturahmi. Saya pun tak perlu capek-capek mengunjungi saudara satu persatu karena bisa dipastikan kami akan bertemu di rumah kakek pada hari pertama atau kedua lebaran. Paling-paling kami tinggal mengunjungi saudara yang tak sempat kami temui saat itu. Biasanya kami hanya punya waktu 2 sampai 3 hari di rumah karena setelah itu saya akan diajak orang tua mudik ke Sumedang tempat tinggal nenek saya dari pihak ibu. 
Setelah menikah, gambaran saya tentang lebaran sebenarnya tak jauh berbeda. Dalam bayangan saya, lebaran bersama keluarga suami yang asli Betawi pastilah tak jauh dari berkeliling untuk salaman dan berkumpul di satu rumah seperti halnya kebiasaan di keluarga saya. 
Namun semuanya tak seperti yang saya bayangkan. Lebaran pertama bersama suami malah membuat saya shock. Bagaimana tidak. Sejak pagi hingga malam saya diajak berkunjung ke rumah saudara. Bahkan kalaupun siang harinya kami sudah bertemu di satu rumah, malam hari atau esok harinya kami harus gantian mengunjungi kerabat itu.
Terbayang kan, jika ada 5 encing (sebutan untuk adik ibu atau bapak) dan 5 encang (sebutan untuk kakak ibu atau bapak) maka saya harus kembali mengunjungi ke –sepuluh encang dan encing itu meskipun kami sudah bertemu sebelumnya. Padahal yang disebut kerabat itu tak sedikit jumlahnya.
Sebenarnya, bisa saja kami tak balik mengunjungi. Tapi idealnya, kunjungan itu harus berbalas. Biasanya, saudara yang tidak sempat dikunjungi pun akan merasa kurang senang. Mungkin itu sebabnya, lebaran ala keluarga Betawi di tempat tinggal suami saya bisa berlangsung sebulan penuh karena tradisi saling balas kunjungan itu. 
Awalnya, saya pun sempat mutung karena kecapekan dan kaget. Apalagi, karena besoknya saya akan mudik ke rumah orang tua, ibu mertua "memaksa" kami untuk mengunjungi hampir semua kerabat yang dianggap penting dari jam 9 pagi sampai jam setengah sepuluh malam!. Beda sekali dengan tradisi Lebaran di keluarga saya yang sore saja sudah selesai.
Saya pikir kebiasaan saling balas kunjungan itu agak tak efektif dan terlalu memakan waktu. Untuk mayoritas masyarakat Betawi di tempat suami, mungkin tak masalah melakukan kebiasaan itu. Rata-rata mereka-terutama generasi tua-bekerja tak terikat. Misalnya, punya toko atau menggarap kebun. Tapi untuk mereka yang bekerja di perusahaan, kebiasaan ini nampaknya akan sulit dilakukan karena keterbatasan waktu. Apalagi jika harus mudik juga. 
Tapi saya tak bisa banyak protes. Itulah kebiasaan yang harus saya hormati. Setidaknya, sekarang saya sudah lebih siap mental saat Lebaran tiba dan tak mutung lagi.