Sejak kasus positif
Corona terkonfirmasi pertama kali pada Maret lalu- Anies Baswedan malah
menenggarai kasus pertama sudah ada di Januari 2020- banyak sudah informasi
yang kita dengar atau dapatkan mengenai penyakit ini. Mulai
dari soal rimpang penguat imun tubuh, jam paling baik untuk berjemur agar
beragam jenis virus yang nempel di
badan kita mati, sampai soal berita yang beredar tentang Corona itu sendiri.
Pernah dapat broadcast di whatssup grup tentang kecurigaan kalau virus Covid ini buatan
negara tertentu atau virus ini sebenarnya cuma “mainan” elite politik?
Informasi-informasi macam ini hanya dua dari sekian banyak informasi yang
beredar di media sosial, membuat masyarakat kebingungan bahkan menjadi ragu: benarkah
virus ini ada atau cuma mengada-ada? Belum lagi rumor kalau penyakit ini
sebenarnya tidak berbahaya. Ada publik figur yang menampilkan wawancara dengan
tokoh tertentu, untuk meyakinkan bahwa virus ini tak ubahnya flu biasa dan bisa
sembuh sendiri hingga masyarakat tak perlu terlalu panik apalagi parno.
Sebelumnya, sebagian
masyarakat kita sudah ada yang tak peduli soal penyakit ini dan tak
mengindahkan peraturan pemerintah untuk mencegah covid makin meluas. Umumnya
mereka adalah masyarakat yang kurang memperoleh pengetahuan ,berpendidikan
rendah atau sebab lainnya meskipun ada pula yang penulis lihat tidak termasuk
ke dalam kategori-kategori itu. Dengan beredarnya
informasi yang simpang siur tentang covid di atas, tak urung membuat masyarakat
terbagi lagi menjadi 2 kubu: percaya dan tidak percaya. Kubu yang percaya lalu
menganggap tidak perlu lagi mengikuti protokol kesehatan, mengabaikan
aturan-aturan yang dibuat pemerintah dan menganggapnya angin lalu. Sama dengan
kubu yang sejak awal sudah tak peduli, orang-orang yang tak percaya ini lalu
menjadi apatis dengan berita apapun tentang covid.
Digital
Literasi
Masyarakat kita bukan lah masyarakat yang
sudah memiliki digital literacy alias
kecerdasan literasi digital yang baik. Kecerdasan ini berhubungan dengan pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media
digital, alat-alat komunikasi atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi,
menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak,
cerdas, cermat dan tepat. Seseorang yang memiliki kecerdasan digital
akan mampu memilah
dan mengonfirmasi suatu informasi dan
tidak menelan bulat-bulat berita apapun yang ia terima. Ia tak hanya menjadi
konsumen informasi pasif namun dapat menjadi produsen aktif.
Faktanya, walaupun jumlah pengguna
internet di negara kita termasuk nomor 3 terbesar di dunia, ada 171 juta jiwa
berdasarkan data dari detik.com, namun
tak sebanding dengan kecerdasan literasi kita yang hanya menduduki peringkat nomor 56 dari 63 negara. Artinya, kita tergolong masyarakat yang mudah
memercayai suatu informasi yang beredar di sosial media tanpa merasa harus
mencaritahu kebenarannya. Itulah sebabnya begitu mudahnya berita hoax beredar dan dipercayai sebagian
besar kita. Bahkan konon, ada orang-orang yang kerjanya membuat dan menyebarkan
berita bohong serta mendapat penghasilan dari aksinya itu.
Contoh termudah, cobalah
sekali-kali kita mengamati ketika satu link
berita dibagikan di sosial media. Bacalah komentar-komentarnya. Sangat banyak
orang yang tanpa membuka dan membaca berita itu secara utuh lalu berkomentar
ini itu padahal isi beritanya tidak seperti yang ia komentari. Nampak nyata
kalau mereka hanya membaca headline
atau judul beritanya saja lalu membuat kesimpulan sendiri.
Hal yang sama juga
terjadi ketika ada satu informasi yang beredar di grup whatssup. Tanpa mau bersusah payah mengecek kebenarannya, kita
langsung menyebarkan info itu kepada teman atau grup-grup lain. Apalagi jika
kita melihat, informasi yang beredar nampak meyakinkan bahkan mengklaim nama
tokoh atau lembaga tertentu yang kita anggap kredibel hingga kita percaya
seratus persen kalau itu benar.
Kendali
Di Tangan Kita
Kita memang tak bisa
mencegah orang untuk membuat berita bohong tapi kita punya kendali untuk
memilah informasi apapun yang sampai kepada kita. Jangan sampai karena kita tak
mau capek-capek mengecek kebenaran suatu informasi, kita jadi rugi sendiri. Apalagi
jika itu menyangkut soal kesehatan dan keselamatan kita. Karena itu, kita dapat melakukan hal-hal
berikut agar tak termakan berita hoax tentang covid atau lainnya:
1. Ketika mendapat satu broadcast, amati dan baca baik-baik isinya.
Seringkali, berita hoax mudah
dideteksi dari ketidarapihan pengetikan kata dan kalimat, pemilihan kata dan
kalimat yang kurang baik atau bahkan tidak baku, penyingkatan kata atau kalimat
dan seterusnya. Apalagi jika broadcast
itu mengklaim sebagai informasi resmi dari lembaga atau tokoh tertentu. Rasanya
tidak mungkin jika tokoh atau lembaga resmi menggunakan pemilihan kata atau
penyingkatan kalimat, tak ubahnya seperti isi pesan dari anak ABG kepada
teman-temannya. Tidak resmi dan nampak dibuat asal saja.
2. Jangan
mudah terpengaruh oleh isi broadcast yang nampak meyakinkan, misalnya
mengutip isi berita dari media nasional atau internasional, mengutip ucapan
tokoh tertentu atau menyertakan isi penelitian si ini dan itu. Ingat, kita
tidak tahu darimana sesungguhnya broadcast
yang kita terima bermula. Benarkah dari lembaga atau tokoh terpercaya lalu
disebarkan hingga sampai kepada kita?. Kita dapat mengecek ulang melalui
internet benarkah isi broadcast
tersebut. Berdasarkan pengalaman saya, biasanya berita bohong itu dapat
terkonfirmasi di internet atau bisa juga mengonfirmasi melalui fanpage antihoax.
3. Ketika mendapat informasi dari
sebuah situs berita, selalu lihat nama
situs berita yang memuat informasi itu. Jika berasal dari situs dengan nama
tak dikenal, lebih baik abaikan karena bisa jadi informasi yang disampaikan
tidak benar. Apalagi jika informasi dimuat di blog gratisan, hendaknya kita
lebih waspada. Kominfo mencatat, ada 43.000 situs yang mengklaim sebagai situs
berita namun tak sampai 300 situs yang telah terverifikasi sebagai situs berita
resmi. Artinya, ada puluhan ribu situs yang berpotensi menyebarkan berita
palsu.
4. Jangan
pula mudah terpengaruh ketika ada broadcast
berupa surat edaran dan sebagainya. Ini
amat sering terjadi. Kita mudah terpana dengan logo dan tanda tangan hingga
kita anggap surat yang beredar benar adanya. Padahal, sering pula terungkap
kalau surat itu palsu. Untuk mengeceknya, bisa kita lalukan melalui internet.
Biasanya, lembaga-lembaga terkait akan melakukan konfirmasi resmi benar
tidaknya berita yang beredar.
5. Karena berita tentang covid
berhubungan dengan kesehatan maka konfirmasi
kebenarannya kepada orang atau lembaga terkait misalnya dokter atau tenaga
medis yang turun langsung ke lapangan, mengeceknya di situs resmi Kemenkes RI
atau laman resmi WHO. Bahkan, di Kompas TV seringkali ada segmen
khusus-biasanya di pagi hari- yang membahas tentang berita hoax seputar covid
atau tanya jawab seputar covid dengan para dokter. Kita dapat mengajukan
pertanyaan melalui email jika merasa ada yang perlu dikomfirmasi. Jika memiliki
kerabat atau kenalan yang juga merupakan tenaga kesehatan, kita pun bisa
langsung tanyakan kepada mereka.
Jangan abaikan cek dan
ricek informasi karena ini menyangkut kesehatan kita dan banyak orang lainnya.
Ada blog dokter yang bisa kita baca sebagai informasi awal tentang covid https://dewinaisyah.wordpress.com/2020/03/20/kenapa-harus-pusing-dengan-corona/ atau bisa pula dicek akun Facebook dokter
Tifauzia Tyassuma yang biasanya memuat info-info tentang covid. Pada akhirnya,
semua memang berpulang kepada kita sendiri, mau percaya atau tidak percaya.
Apapun, pasti akan ada konsekuensi dari setiap hal yang kita pilih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar