Masih ingatkah pada Majalah Annida? Majalah remaja ini
terbit pertama kali pada 1991. Awalnya, rubrik-rubrik Annida memfokuskan pada permasalahan seputar wanita sebagai wujud
kepedulian pada muslimah Indonesia yang makin minim wawasan keislamannya. Pada tahun
ketiga, barulah Annida tampil dengan
gaya baru, memfokuskan diri ke segmen
pasar remaja yang dirasa makin jauh dari nilai-nilai Islam.Sumber: bukalapak.com
Agar
dapat tampil menarik bagi kaum muda, Annida
mengganti beberapa rubriknya agar tampil lebih “remaja”dengan menampilkan
cerita atau kisah sebagai andalan. Motto Annida
berubah menjadi “Seri Kisah-Kisah Islami”. Melalui cerita, Annida meniyisipkan nilai-nilai dan pesan keislaman tanpa harus
terkesan menggurui. Berdakwah lewat tulisan, begitu Annida mengistilahkan.
Pada tahun 2000, rubrikasi Annida semakin beragam dan tak hanya
berfokus pada cerita atau kisah. Rubrik-rubrik baru bermunculan seperti :
konsultasi remaja, profil remaja berprestasi, komik, opini lelaki dalam 1269
male, dan sebagainya. Motto Annida pun berubah menjadi ‘’Sahabat
Remaja Berbagai Cerita’’. Annida
berusaha menjadi teman remaja islam yang aktif, kreatif, gaul namun tetap
menomorsatukan syari’at islam. Kompetisi rutin yang sempat diadakan majalah ini
adalah Lomba Menulis Cerpen Pendek Islami
(LMCPI) yang melahirkan para penulis
handal di kemudian hari seperti Asma Nadia serta Lomba Remaja Berpestasi. Belakangan, Annida menjadi majalah remaja yang
lebih nyastra.
Majalah
ini sempat mengalami masa jaya pada akhir 90 sampai 2000-an dengan oplah hingga
100.000 eksemplar per bulan. Saat itu,
Helvy Tiana Rosa menjadi pemimpin redaksinya, dan Annida terbit sebulan 2 kali. Jika awalnya hanya beredar dan
dikenal di kalangan anak-anak rohis, majalah ini mulai beredar luas dan nangkring di lapak penjual koran dan
majalah. Ikon majalah Annida, seorang
remaja aktif dengan jilbab lebar dan melengkung di ujung, si Nida, amat dikenal
dan cerita khusus tentangnya sempat dibukukan.
Namun
sekitar tahun 2004, Annida memutuskan
untuk berhenti mengedarkan edisi cetak dan beralih ke online. Salah satu pertimbangan redaksi, ingin menghemat penggunaan
kertas sebagai salah satu bentuk kepedulian pada lingkungan. Namun di media
online, mereka mengakui kalau hal itu merupakan salah satu cara bagi mereka
untuk bertahan menghadapi persaingan dengan media cetak lainnya. Beralamat di www.annida-online.com , rubrik-rubrik
di edisi online ini hampir mirip
dengan edisi cetak.
Annida
sempat kembali muncul edisi cetaknya namun terbit 3 bulan sekali. Annida cetak versi baru ini muncul
dengan tampilan mewah dengan kertas lux dan berwarna, bercover seleb terkenal. Mungkin
agar bisa bersaing dengan majalah remaja lain. Konsekuensinya, harga Annida menjadi lebih mahal. Sayangnya, Annida versi ini hanya bertahan hingga 4
edisi. Annida edisi online pun tak selalu se-up to date saat awal muncul. Rubrik cerpen dan cerbung yang jadi andalan
seringkali tidak berganti padahal sudah berbulan-bulan. Kini,Annida edisi online ini pun sudah tak tayang lagi.
Kebanjiran Naskah
Sebagai
satu-satunya majalah remaja islam yang banyak memuat cerita-cerita fiksi islami,
Annida memiliki peran penting dalam
perkembangan kepenulisan cerita islami di Indonesia. Jika sebelumnya, remaja
muslim hanya mendapat pengalaman membaca cerita dari majalah-majalah umum,
melalui Annida mereka mulai
memperoleh wawasan baru. Banyak nilai yang mungkin secara tak sadar mereka
serap dari membaca cerita-cerita di majalah Annida.
Animo
yang besar itu tak hanya nampak dari tiras majalah yang tinggi namun juga dari
banyaknya naskah cerita yang masuk setiap bulannya. Saya ingat, membaca tulisan
redaksi yang kebanjiran naskah termasuk untuk LMCPI yang diadakan setiap tahun.
Annida sampai merasa perlu untuk
membuka rubrik baru seperti Bengkel Nida
yang membahas tentang tips menulis cerita atau kolom khusus yang diasuh penulis
senior untuk membedah salah satu cerita yang dimuat di Annida edisi yang sama.
Melalui
Annida, banyak para penulis yang
memulai karier menulisnya di majalah ini sebelum dikenal dan naskahnya beredar
di banyak media atau buku. Ada pula yang sebelumnya sudah menjadi penulis namun
merasa menemukan wadah yang tepat ketika menulis di majalah tersebut. Cerpen fenomenal Ketika Mas Gagah Pergi karya Helvy Tiana Rosa misalnya dimuat pertama
kali di majalah Annida pada 1993.
Sebelum akhirnya diangkat ke layar lebar, cerpen ini dan cerpen Helvy lainnya
dibukukan oleh Annida, berhasil naik
cetak puluhan kali dan dicetak dalam jumlah sangat banyak. Cerpen Asma Nadia di
awal karir menulisnya Jodoh Untuk Ajeng,
Koran Gondrong dan Imut juga “ditemukan”
majalah Annida dan menjadi juara
dalam Lomba Menulis Cerita Pendek yang diselenggarakan majalah itu. Nama-nama lain yang juga awalnya dikenal
melalui majalah ini adalah Afifah Afra, Sinta Yudisia, Maya Lestari GF dan
sebagainya.
Jangan
lupa, Annida juga menjadi salah satu wadah
bagi para penulis yang tergabung dalam organisasi kepenulisan terbesar di Indonesia,
Forum Lingkar Pena (FLP), untuk memuat karya-karyanya. Organisasi yang
diinisiasi oleh Helvy Tiana Rosa, Muthmainnah dan Asma Nadia pada 1997 ini
menjadi tempat berkumpulnya penulis muda dan lama, yang kemudian seolah tak
terpisahkan namanya dari Annida.
Majalah ini memang berperan besar dalam perkembangan FLP di kemudian hari:
memuat rubrik khusus berisi info FLP dan menjadi sarana untuk merekrut anggota
baru. Helvy, dalam bukunya Segenggam
Gumam bercerita, ada 2000 orang yang mendaftar melalui Annida saja.
Setelah
ini, terbit banyak novel islami dan juga sempat menjadi booming di awal 2000-an. Saat itu, banyak penerbit yang juga
ikut-ikutan menerbitkan novel genre ini. Tentunya, ini menjadi wadah baru bagi
para penulis untuk menerbitkan karya mereka agar dikenal lebih luas.
Berubah Lalu Menghilang
Sayangnya,
menurut saya, saat sedang digandrungi Annida
malah beralih haluan menjadi majalah yang lebih dewasa, bernuansa sastra. Saya
sempat mengikuti beberapa edisinya. Ada rubrik bahasan utama dengan tema yang
lebih ‘serius’ dibandingkan bahasan di majalah Annida edisi awal dan tak lagi banyak membahas tentang dunia
remaja. Saya merasa, Annida versi nyastra ini terasa lebih mature. Mungkin memang terasa greget
untuk sebagian pembaca tapi karena segmen pasarnya tak berubah, rasanya isi Annida yang seperti itu jadi terasa
seperti kehilangan ruhnya yang dulu.
Cover majalah yang semula
gambar ilustrasi, berubah menjadi foto model. Bagi saya yang sejak awal
mengikuti Annida malah merasa kurang sreg. Bisa jadi, redaksi ingin mengubah
tampilan agar berbeda atau untuk menyamakan dengan majalah remaja lain. Namun
menurut saya, menampilkan cover foto
model perlu effort lebih besar
misalnya perlu memikirkan pemilihan model, make
up, lighting, kostum maupun kualitas foto yang tepat dan baik. Dibandingkan dengan majalah serupa, Annida jelas kalah saing karena majalah
remaja umum memiliki kemampuan yang lebih profesional selain kualitas kertas
majalah yang lebih baik juga kualitas fotonya.
Ketika beralih ke media online, sebenarnya Annida punya peluang untuk tetap memiliki banyak pembaca.
Sayangnya, Annida nampak tak seserius
saat menggarap versi cetak, entah karena kendala apa. Isi rubrik yang sering
tak up-to-date atau tampilan yang
kurang eye catching dapat menjadi
sebab pembaca “lari”. Bisa pula karena tak semua pembaca memiliki akses
internet-saat itu belum marak hape android-
atau bukan tipe yang suka membaca via layar seperti saya. Akhirnya, Annida makin kehilangan pembaca yang
mungkin awalnya hendak setia namun gigit jari karena banyak kecewa atau kendala
lainnya.
Kini, majalah Annida hanya tinggal kenangan. Saya masih memegang beberapa edisi
yang memuat karya saya: tulisan dan surat pembaca J Selebihnya, koleksi saya dihibahkan ke
perpustakaan sekolah. Saya yakin, masih banyak mantan pembaca Annida lama yang merindukan munculnya Annida kembali. Walaupun mungkin agak
sulit terealisasi karena trend pembaca (remaja) saat ini sudah berubah, namun
kekangenan pada cerpen berkualitas dengan sisipan nilai dan pesan keislaman
tetap ada. Ini tak tergantikan dengan membaca buku bernuansa religi. Walaupun
telah “tiada”, namun peran Annida
dalam perkembangan penulisan cerita islami perlu dikenang sebagai hal yang berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar