Jepang
nampaknya selalu memiliki daya tarik bagi banyak penulis. Banyak hal yang dapat
dieksplorasi dari negeri Matahari terbit itu baik untuk karya fiksi maupun
nonfiksi. Sebut saja Memoir of Geisha karya Arthur Golden yang sempat fenomenal
pada awal 2000-an atau Musashi karya Eiji Yoshikawa. Dari ranah nonfiksi, ada
buku yang mengupas tentang Yakuza maupun kehidupan Samurai.
The
Scent of Sake adalah salah satu buku yang coba mengeksplorasi tradisi negara
ini. Ditulis oleh Joyce Lebra, wanita Amerika yang ahli dalam sejarah Jepang,
The Scent Sake bercerita tentang seluk beluk kehidupan pembuat sake di abad 18,
yang diwakili oleh tokoh utamanya,Rie. Melalui Rie, wanita yang lahir di
keluarga Omura, pembuat sake terkenal di Jepang, tergambar bagaimana tradisi dalam
keluarga pebisnis sake itu sebenarnya termasuk seluk beluk persaingan bisnis
tersebut.
Sebagai
seorang wanita, Rie memiliki batas-batas yang tak boleh ia langkahi. Ia tak
boleh memasuki gudang pembuatan sake bahkan tak berhak untuk memilih calon
suami sendiri. Ia pun harus menikah dengan seorang laki-laki asing pilihan
keluarga, Jihei, yang kelak akan menjadi pemimpin pengganti ayahnya. Padahal,
diam-diam Rie menaruh hati pada Kaburo, seorang lelaki yang juga berasal dari
keluarga pebisnis sake.
Jihei
yang diharapkan dapat menjadi pemimpin dalam bisnis keluarga Rie, ternyata juga
tak bisa diandalkan. Sejak awal, lelaki itu telah merasa tak nyaman dengan
posisinya sebagai suami “adopsi”. Tambahan lagi, sikap Rei yang dingin membuat
Jihei makin tersudut hingga ia memilih untuk melarikan kegalauannya ke rumah
geisha dan menjalin hubungan istimewa dengan seorang geisha di sana.
Situasi
terasa makin sulit bagi Rei karena ia tak kunjung memiliki keturunan. Kehamilan
pertamanya gugur hingga terpaksa ia harus mau mengadopsi anak hasil hubungan
gelas Jihei, suaminya, dan seorang geisha. Di sisi lain, kejelian dan
kecerdasan Rei membuat bisnis keluarga Omura dapat tetap bertahan di tengah persaingan
dan intrik.
Novel
ini menggambarkan keteguhan seorang wanita Jepang dalam menjalani hidupnya. Hal
ini terlihat istimewa karena pada zaman itu sehebat apapun seorang wanita, ia
akan tetap terbatasi adat dan norma. Dengan segala keterbatasannya pula, Rei
misalnya dengan cerdik menyampaikan idenya pada orang kepercayaan sang ayah untuk
disampaikan ketimbang menyampaikan idenya langsung. Sebabnya, wanita tak
diperkenankan untuk menghadiri pertemuan intern
bisnis, hingga ia tak akan memperoleh kesempatan untuk mengungkapkan ide-idenya
itu.
Bagi Anda penyuka novel berlatar sejarah,
novel ini terasa istimewa. Selain dapat menikmati isi cerita, pengetahuan Anda tentang
sejarah Jepang kuno pun akan bertambah. Tak
perlu khawatir jika Anda menemukan banyak stilah-istilah khusus berbahasa
Jepang yang muncul di buku ini. Penulis dengan gamblang menyertakan catatan
kaki, hingga Anda tak kesulitan memahami maknanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar