Sebenarnya,
saya ini suka berjalan kaki. Berawal saat SMP dulu, saya terbiasa berjalan kaki
dari rumah ke sekolah atau menuju ke tempat les begitupun sebaliknya. Alasannya
untuk berhemat. Maklumlah, uang saku saya nggak
seberapa padahal sebagai remaja keinginan saya banyak. Sementara, orang tua
saya tak selalu mampu mewujudkan keinginan saya membeli ini-itu. Jadilah saya
mengandalkan uang saku untuk membelinya. Pernah juga saya berjalan kaki karena
memang uang saya telanjur habis. Kebiasaan ini terus berlanjut saat saya SMU.
Di
Sukabumi, kota kelahiran saya, berjalan kaki bisa menjadi aktivitas yang
lumayan nyaman. Setidaknya, sebagai pejalan kaki saya masih menemukan trotoar
yang lumayan lebar meskipun di beberapa tempat sudah “dikuasai” pedagang kaki
lima. Alhasil, saya tak perlu berjalan di pinggir jalan hingga tak terlalu
merasa takut tertabrak mobil atau diganggu lalu lalang kendaraan bermotor.
Saat
kuliah, kebiasaan berjalan kaki ini tidak tersalurkan karena memang tak
memungkinkan. Jarak rumah tante, tempat saya menumpang, dan kampus lumayan
jauh. Tidak mungkin saya tempuh dengan berjalan kaki. Tapi, saat saya pindah ke
daerah Dago- Bandung – saya kembali menekuni “hobi” saya . Saat luang,
pagi-pagi saya biasa berjalan kaki ke Dago atas atau sekedar “bertualang”
mencari jalan alternatif yang jarang dilalui orang.
Pindah
ke Tangerang untuk bekerja, saya kembali kehilangan kesempatan untuk berjalan
kaki. Sebabnya, situasi memang tak memungkinkan. Saya sih mau-mau saja berjalan
kaki. Tapi berjalan kaki di pinggir jalan Tangerang sangat tidak mengenakkan.
Selain kadang tak tersedia trotoar, Tangerang yang panas dan penuh polusi bikin
saya malas jalan kaki.
Yang
paling memungkinkan hanyalah berjalan kaki di jalan-jalan kecil-bukan gang-
yang boleh disebut sebagai semi jalan raya. Yang disebut semi jalan raya adalah
jalan non-protokol, namun berukuran cukup lebar. Biasanya tak ada angkutan umum
dan yang lewat umumnya hanya ojek saja.
Meskipun
begitu, jalan ini tetap boleh dilewati mobil roda empat bahkan truk-truk besar
karena memang cukup lebar. Jadi, meskipun bukan jalan raya, tetap saja tidak
ideal untuk pejalan kaki seperti saya. Gimana tidak, sebentar-sebentar saya
harus minggir, nggak ada trotoar
pula. Kalau tak hati-hati, bisa-bisa saya tersenggol kendaraan bermotor atau
kejeblos jalan rusak. Saya nggak tahu kenapa Tangerang punya banyak jalan macam
ini karena seingat saya di Sukabumi atau Bandung tidak ada jalan semi protokol.
Tapi
jujur, ada situasi yang mau tak mau membuat saya memilih berjalan kaki karena
saya tak punya kendaraan kecuali jika saya dijemput atau diantar suami. Karena
merasa sayang mengeluarkan uang untuk ojek, saya pun berjalan kaki. Tentunya
sambil melihat-lihat situasi.
Sambil
berjalan, saya membayangkan suatu hari nanti somewhere di Indonesia akan ada kota yang ramah untuk pejalan kaki
dimana di dalamnya tersedia fasilitas memadai dan nyaman untuk mereka. Jalan kaki
kan bisa jadi alternatif olahraga
yang murah dan mudah dilakukan. Jika fasilitas itu tidak ada, jangan heran
kalau orang lebih memilih naik motor atau mobil ketimbang berjalan kaki bahkan
untuk jarak tempuh dekat sekalipun. Padahal, konon salah satu penyebab
timbulnya banyak penyakit di usia muda adalah kurang bergerak. Kapan ya jadi
kenyataan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar