Salah
satu hal yang amat saya syukuri hingga saat ini adalah saya bisa berbahasa
Inggris. Bahasa Inggris saya memang nggak
bagus-bagus amat. Tapi lumayanlah kalau hanya untuk sekedar ngobrol atau membaca koran.
Sekarang,
banyak murid saya yang sudah dewasa, bahkan sudah berumur, yang baru mulai
belajar bahasa asing ini. Harus diakui, kemampuan memahami murid-murid saya
yang sudah tua ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan murid-murid saya
yang masih SD misalnya. Perlu usaha ekstra bagi mereka untuk bisa mengerti satu
materi atau menghapal arti kosakata. Mungkin karena memori otak orang dewasa
sudah terlalu banyak menyimpan “file-file” hingga proses memahaminya jadi lebih
lambat..Bahkan, banyak juga yang kemampuan bahasa Inggrisnya nol dan nyaris tak
mengerti kosakata termudah sekalipun.
Saya
lalu membayangkan mungkin akan seperti itu pula “nasib” saya andaikan dulu saya
menyerah belajar Bahasa Inggris. Saya yakin kalau saya baru mulai belajar
sekarang pastilah prosesnya tak akan semudah saat saya mulai belajar saat masih
mudaan. Setidaknya, dulu otak saya cuma mikirin sekolah dan tak harus
memikirkan susu atau pempers anak ha..ha..
Saya
mulai belajar bahasa Inggris secara intensif saat SMP dan terhenti saat saya
mempersiapkan ujian akhir. Baru saat saya kelas 1 SMU, saya mulai les bahasa
Inggris lagi. Itu pun terhenti lagi karena tempat les saya belakangan tutup
karena bangkrut. Bukan hal mudah untuk kembali menemukan tempat kursus baru
karena saya tinggal di kota kecil. Jumlah tempat kursus bahasa Inggris bisa
dihitung dengan sebelah jari tangan. Kalaupun ada, biasanya hanya sampai level
Intermediate karena pesertanya makin menyusut.
Saya
ingat karena ingin bisa saya selalu rajin belajar bahasa Inggris sendiri. Untuk
menambah kosakata, saya berusaha mencari arti kata dalam lagu-lagu bahasa
Inggris yang teksnya saya dapatkan di majalah. Kosakata itu kemudian saya catat
ulang di buku. Selain dari lagu, saya juga mencari kosakata baru dari buku
cetak pelajaran Bahasa Inggris dari sekolah. Kadang, saya mencoba menulis teks
lagu sendiri dengan mendengarkan langsung dari kaset. Semacam latihan listening gitu lah..Dari situ saya
mendapat banyak sekali kata-kata baru termasuk bagaimana mengucapkannya dengan
benar.
Untuk
melatih speaking skill saya membiasakan diri bercakap-cakap dalam bahasa Inggris
dengan seorang teman yang juga suka belajar bahasa. Kami seringkali jadi bahan
tertawaan dan ledekan karena dianggap “sok inggris”. Tapi saya tak terlalu
peduli karena saya ingin bisa. Sayangnya, saya tidak pernah mendapat guru
bahasa Inggris yang bagus di SMU hingga saya belajar bahasa Inggris nyaris
tanpa bimbingan.
Saat
kuliah di Program Ekstensi, barulah saya mendapat kesempatan belajar di tempat
kursus yang lumayan. Tapi, hambatan untuk berangkat kursus juga banyak. Kadang,
karena merasa kelelahan mengerjakan tugas-tugas kuliah, saya malas pergi.
Apalagi saya les sore hari sampai menjelang magrib. Pernah saya tetap les,
pulangnya saya kena hujan deras karena lupa tak membawa payung. Padahal, malam
hari nya saya harus menghadapi ujian sampai jam 10. Akhirnya, saya datang ke
kampus dan mengerjakan ujian masih dengan badan kedinginan.
Pernah
juga saya mengambil jadwal les jam 7 pagi. Masalah muncul saat saya libur
kuliah. Rasanya tak mungkin saya tinggal di tempat kos hanya untuk les seminggu
sekali. Akhirnya, untuk mengejar waktu les tepat waktu saya berangkat dari
rumah saya di Sukabumi jam 5 pagi setelah shalat subuh. Seringkali, saat di bis
saya ditanya ini itu oleh penumpang yang duduk sebangku. Mungkin keheranan
melihat anak cewek pergi naik bis sendirian di pagi buta. Meskipun sudah
buru-buru begitu, sampai Bandung saya masih telat juga karena paling cepat saya
sampai jam tujuh lebih lima belas menit.
Saya
pun pernah hampir menyerah saat satu level lagi saya selesai les. Saya merasa
capek dan bosan. Ditambah lagi, sebagai syarat kelulusan saya harus membuat
semacam paper yang harus dipresentasikan di hadapan
murid-murid lain dan para penguji. Duh..mikirin tugas kuliah saja saya mumet
apalagi bikin paper..?. Untunglah teman saya menyemangati. Dia bilang, seharusnya
saya bersyukur bisa les karena dia ingin kursus juga tapi tak ada biaya.
Semua
rasa lelah itu rasanya terbayar saat saya merasakan manfaatnya sekarang.
Apalagi sekarang bisa berbahasa asing hampir menjadi kewajiban untuk pegawai,
mahasiswa, sampai businessman. Saya
tak perlu bersusah-susah lagi mempelajarinya dan tinggal menjaga agar kemampuan
saya lebih baik lagi. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar