Mungkin sejak setahun
belakangan, mulai bermunculan Majelis Taklim yang menawarkan kajian mendalam
berseri tentang persiapan pernikahan. Jika diamati, “akademi” penggonjlok para single
ini biasanya membahas beberapa materi. Mulai dari tips dan trik memilih calon
pasangan hidup, visi misi pernikahan, persiapan ilmu setelah menikah seperti
ilmu menyiapkan diri sebagai suami atau istri, hingga ke persiapan finansial
dan ilmu mendidik anak. Pembicara
materi-materi ini juga kompeten , beberapa di antaranya sudah banyak dikenal.
Calon peserta biasanya diminta membayar sejumlah uang sebagai investasi. Ada
yang diadakan online, ada pula yang offline. Beberapa kali saya
pun dikirimi panitia kajian sejenis, mengajak untuk ikut serta sekaligus
membantu menyebarkan informasi kajian mereka.
Terdorong Untuk Belajar
Kemunculan
kajian-kajian pra-nikah ini jarang ada di zaman saya dulu. Kalaupun ada, gebyarnya
mungkin tak sesemarak sekarang karena tempat-tempat penyelenggara kajian pun
belum terlalu banyak. Obrolan tentang “menikah” saat kuliah atau setelah lulus
sekalipun, nampaknya hanya menjadi obrolan diam-diam antar teman dekat saja 😊. Kadang ada rasa malu
atau segan saat mengikuti kajian pranikah apalagi jika masih di awal-awal tahun
kuliah. Seperti khawatir dicap “kebelet nikah” haha..
Ilmu
pranikah biasanya didapat melalui majalah-majalah islam atau buku. Salah satu
buku yang meledak di masa saya adalah buku Kupinang Engkau Dengan Hamdallah
karya Ustadz Muhammad Faudhil Adzim. Saya ingat saat kuliah dulu ada pula sebuah
majalah islam yang membahas tentang pernikahan kira-kira judulnya serupa dengan
buku fenomenal itu. Wah… kayaknya hampir semua teman saya – di Rohis Fakultas
-membicarakannya. Konon majalah itu laku keras dan majalah nomor itu mendadak sulit
didapat di lapak-lapak koran.
Saat kini
informasi sudah semakin mudah didapat, kesadaran tentang perlunya membekali
diri sebelum menikah juga semakin besar. Kalau dulu generasi lama belajar soal
pernikahan langsung dari hasil melihat rumah tangga orang tua dan saudara, kini
kita seolah bisa “melongok” langsung pernikahan orang banyak dari media sosial.
Baik buruknya pernikahan dari hasil menyimak, mendengar dan menonton ini jadi
pembelajaran tidak langsung bagi generasi kini hingga terdorong untuk merasa
perlu menyiapkan diri lebih baik lagi sebelum benar-benar menjalaninya sendiri.
Tak Melulu Dengan Teori
Adanya
kajian-kajian pranikah ini tentunya perlu diapresiasi dan disambut baik. Dalam
Islam, pernikahan tak sekedar menyatukan dua insan dalam sebuah lembaga halal.
Lebih jauh lagi, menikah adalah ibadah. Menjalaninya tentunya tak cukup hanya
bermodal niat, keseriusan apalagi sekedar cinta tapi juga butuh ilmu.
Tak ada
salahnya para jomblowan jomblowati mengikuti kajian-kajian ini. Namun menurut
saya pada akhirnya saat menjalani pernikahan sesungguhnya kita tak hanya bisa
berpegang pada teori. Seperti halnya ilmu-ilmu lain, kadangkala teori menyatakan
A namun saat menjalaninya kita harus melakukan B yang bisa jadi tidak pernah terbahas
dalam teori yang kita pelajari. Kecuali panduan ilmu syar’I, kadangkala tidak
ada teori pasti dalam menjalani sebuah pernikahan. Banyak faktor lain yang
membuat kita mampu mengarungi pernikahan itu.
Ilmu yang
diperoleh dalam kajian-kajian itu sesungguhnya adalah salah satu modal saja.
Selanjutnya, barengi lagi dengan tambahan ilmu-ilmu lain. Banyak bertanya,
berdiskusi dengan “senior” juga banyak membantu. Tidak kaku, tidak teoritis
namun tidak juga apatis dengan tawaran belajar di kajian-kajian ini.