Menjelang tahun ajaran baru kali
ini, para ibu di sekitar rumah saya mulai kasak-kusuk mencari sekolah.
Kebetulan di sekitar rumah saya ada beberapa ibu yang anaknya berusia antara
3-5 tahun. Jadilah topik pembicaraan sejak beberapa bulan lalu adalah soal
sekolah. Mulai dari TK atau PAUD mana
yang letaknya dekat rumah, yang mana yang bayarannya terjangkau tapi
kualitasnya lumayan de-es-be.
Saya sendiri, awalnya memang berniat memasukkan
anak saya yang tahun ini berumur 4 tahun ke sekolah entah di PAUD atau TK-B. Hunting-nya bahkan sudah saya mulai
sejak setahun lalu. Di dekat rumah ada sebuah PAUD yang sudah lumayan lama
berdiri. Uang SPP-nya sangat terjangkau dan jumlah muridnya juga lumayan
banyak. Tapi saya merasa kurang sreg. Pertama, tempat belajarnya sempit.
Maklumlah, PAUD itu memang ruang kelasnya menyatu dengan rumah guru pengajar
sekaligus pemilik PAUD. Halaman bermainnya ya sekaligus halaman rumah bu Guru
yang letaknya berhimpitan dengan rumah-rumah lain.
Tapi mungkin karena tak ada gerbang atau pembatas lain, saat jam istirahat para murid itu bisa dengan bebasnya bermain ke mana-mana. Karena rumah mereka memang rata-rata tak jauh dari PAUD itu, maka banyak di antara mereka yang saat jam istirahat mampir dulu ke rumah. Kesannya jadi kurang disiplin dan saya kurang suka.
Ada lagi sebuah TK yang konon berkualitas bagus. Uang bayaran per bulannya memang lebih mahal begitupun uang masuknya. Saya pun survey ke TK yang jaraknya cuma 5 menit berjalan kaki dari rumah saya itu. Programnya bagus, ada guru dan kepala sekolah. Lingkungan sekolah dan kelasnya juga bersih dan tertutup. Tapi ternyata, mereka tak punya PAUD. Cuma ada TK-B.
Tapi mungkin karena tak ada gerbang atau pembatas lain, saat jam istirahat para murid itu bisa dengan bebasnya bermain ke mana-mana. Karena rumah mereka memang rata-rata tak jauh dari PAUD itu, maka banyak di antara mereka yang saat jam istirahat mampir dulu ke rumah. Kesannya jadi kurang disiplin dan saya kurang suka.
Ada lagi sebuah TK yang konon berkualitas bagus. Uang bayaran per bulannya memang lebih mahal begitupun uang masuknya. Saya pun survey ke TK yang jaraknya cuma 5 menit berjalan kaki dari rumah saya itu. Programnya bagus, ada guru dan kepala sekolah. Lingkungan sekolah dan kelasnya juga bersih dan tertutup. Tapi ternyata, mereka tak punya PAUD. Cuma ada TK-B.
Akhirnya setelah ditimbang-timbang, saya
dan suami memutuskan untuk mulai memasukkan anak sekolah tahun depan setelah
umurnya 5 tahun. Pertimbangan kami, masuk PAUD tidak “wajib”. Prinsip saya,
daripada masuk PAUD abal-abal (baca:berkualitas kurang bagus),
mendingan nggak usah masuk saja. Tapi
saya juga keberatan jika harus mengeluarkan amat banyak biaya hanya untuk masuk
PAUD yang katanya bagus. Agak nggak
masuk akal buat saya, saat biaya masuk PAUD sampai jutaan dan SPP per bulan
sampai ratusan ribu. Mendingan dananya ditabung untuk masuk SD atau dipakai
untuk keperluan lain.
Selain itu, saya dan suami juga melihat kebutuhan belajar
anak masih bisa dipenuhi di rumah bersama saya,ibunya. Jadwal kerja saya tak
terlalu padat. Jadi, kenapa harus masuk PAUD? Setahu saya, perlu atau tidaknya PAUD,
playgroup atau apapun namanya tidak
sama untuk setiap anak. Jangan sampai orang tua memasukkan anak ke PAUD atau playgroup karena semua orang
melakukannya atau karena gengsi. Setidaknya, itu yang saya baca di sebuah
tabloid wanita.
Bisa jadi, pilihan saya dianggap agak “aneh”. Di lingkungan
saya, meskipun hanya di kampung, masuk PAUD seperti sudah wajib saja.
Ya..mudah-mudahan saja anak saya tak merengek minta masuk PAUD gara-gara semua
teman mainnya sudah sekolah juga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar