Sudah
lama saya ingin belajar Bahasa Arab. Niat awalnya sih karena saya ingin
menghapal qur’an. Saya rasakan, ketika saya tahu sedikit artinya terasa lebih
mudah pula bagi saya untuk menghapalnya.
Sebenarnya saya pernah belajar bahasa
Arab di madrasah dulu. Dulu...banget saat saya masih sekolah dasar. Tapi karena
tak terpakai, kosakata dan grammar
bahasa Arab yang dulu sempat saya kuasai jadi hilang.
Alhamdulillah saya
berkesempatan untuk belajar bahasa Arab lagi sekarang. Bersama beberapa beberapa
ibu-ibu, saya belajar setiap Kamis pagi. Sebenarnya saya termasuk murid baru
karena beberapa ibu itu sudah belajar lebih dari setahun.
Bengong-bengong sih sok pasti. Apalagi karena mereka
sudah belajar lama, kosakata mereka juga sudah lumayan. Tapi saya tak pantang
menyerah. Pokoknya belajar dulu lah..Bingung-bingung sedikit tak apa..
Sebenarnya
saya sudah tahu kunci menguasai satu bahasa asing. Saya sudah pernah belajar
bahasa Jerman yang dulu juga sama sekali baru buat saya. Pada dasarnya, setiap
bahasa punya ciri khas sekaligus punya persamaan dengan bahasa lain. Persamaan
itulah yang memudahkan saya untuk menguasai bahasa itu. Selain itu, jika kita
ingin bisa berbicara dalam bahasa asing itu, mau tak mau kita harus menambah
kosakata kita selain tak segan mempraktekkan bahasa itu dalam percakapan
sehari-hari.
Masalahnya, saya tidak-tepatnya belum- bisa mempraktekkan hal
yang sama seperti saat saya belajar Bahasa Jerman dulu. Pertama, mungkin karena
situasinya. Sekarang saya memiliki waktu yang lebih terbatas untuk memfokuskan
diri belajar bahasa asing ini. Bahkan untuk sekedar mengerjakan PR yang cuma
beberapa nomor saja, saya harus mencuri-curi waktu di sela kegiatan di rumah
dan di tempat kerja. Tak heran juga kalau saya susah bisa. Soalnya saya hanya membuka
buku bahasa Arab seminggu sekali, sebelum jam kursus dimulai ha..ha..
Kedua,
mungkin juga karena faktor U hiks..Rasanya kemampuan saya mengingat sudah
sangat jauh berkurang dibandingkan dulu. Makanya, saat ada kata-kata baru yang
saya dapat dari guru, tak selalu saya cepat mengingatnya meskipun sudah saya
tulis dan hapalkan berkali-kali.
Belum lagi soal lain. Saat saya luang, tiba-tiba anak saya tak bisa ditinggal. Kadang jika tak bisa ditinggalkan saya pun harus membawanya ke tempat belajar. Jika sudah begitu, bawaan saya pasti lebih banyak. Selain buku les, saya harus membawa mainan, persediaan makanan dan minuman, buku cerita atau apapun yang bisa membuatnya tak bosa selama menunggui saya belajar.
Kalau soal anak teratasi, artinya dia bisa saya tinggal bersama neneknya, hambatan bisa muncul dari diri saya sendiri. Entah saya sakit atau ada pekerjaan rumah yang tak bisa saya tinggalkan. Itulah lika-likunya belajar setelah jadi ibu-ibu..Perjuangannya luar biasa..
Tapi, saya tak boleh mundur. Kalaupun tak sampai mahir, setidaknya saya bisa memahami percakapan sederhana. Keinginan yang tak terlalu muluk untuk seorang ibu yang jadi murid lagi kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar