Kamis, 08 Januari 2015

Cinta Yang Manis Dalam Assalamualaikum Beijing



Asmara (Revalina.S.Temat) pergi ke Beijing untuk bekerja sebagai koresponden sebuah kantor berita sekaligus menyembuhkan luka hatinya. Rencana pernikahannya dengan Dewa (Ibnu Jamil), kekasihnya, gagal karena Dewa terpaksa harus menikahi Anita. Untunglah ada sahabatnya, Sekar (Laudya Chintya Bella) dan suaminya Ridwan (Desta Mahendra) yang menemani dan menghiburnya selama di Beijing.
 
www.21cineplex.com
Tak sengaja, di sana Asma bertemu dengan Zhong Wen (Morgan Oey), pria lokal yang kemudian menjadi guide-nya saat mengunjungi berbagai tempat bersejarah di negeri Tirai Bambu itu. Zhong Wen menyamakan Asma dengan Ashima, seorang tokoh wanita dalam legenda Yunan, bahkan memanggilnya dengan nama itu.
Dialog dan pertemuan intens antara keduanya menumbuhkan simpati sekaligus rasa suka. Sayang, Asma menderita penyakit serius yang memaksanya untuk kembali ke Indonesia. Zhong Wen yang memang telah tertarik dengan Islam lalu menjadi mualaf dan menyusul Asma ke Indonesia. Dengan mantap ia melamar wanita yang sempat koma itu dan menjalani mimpi mereka bersama.
Film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Asma Nadia ini terasa datar dan nyaris tanpa konflik. Kisah Zhong Wen dan Asmara nampak “manis” dan berjalan tanpa kendala berarti. Jika Anda pernah membaca bukunya, bisa jadi Anda akan kehilangan beberapa momen penting yang menurut saya bisa menjadi sumber konflik dan penghidup cerita.
Saat-saat Asma berjuang melawan penyakitnya atau kesedihan ibunda Asma saat melihat putrinya koma, sebenarnya bisa saja dieksplorasi lebih jauh hingga berkesempatan mengaduk emosi penonton. Tapi, kedua hal ini hanya ditampilkan sekedarnya hingga penonton tak merasa perlu “mengkhawatirkan” keadaan Asma apalagi ikut bersedih melihat kondisinya. 
Di film, tak tergambar pula bagaimana proses Zhong Wen hingga tertarik pada Islam dan pengalamannya setelah menjadi mualaf yang mengundang reaksi keras keluarganya. Sepertinya terlalu mudah bagi seseorang memutuskan bersyahadat hingga terkesan keputusan Zhong Wen masuk Islam sebagian besar karena ketertarikannya pada sosok Asma.
Tadinya, saya bahkan sempat “berharap” kalau kehadiran Dewa, mantan pacar Asmara, dapat menyulut konflik dan menciptakan klimaks. Tapi tidak juga. Dewa dengan mudahnya ‘menyerah”kan Asma pada Zhong Wen dan kembali pada keluarga kecilnya.
Adegan yang cukup menyentuh adalah saat Zhong Wen melamar Asma di rumah sakit. Harus diakui, akting Morgan cukup meyakinkan di film ini dan mampu mengimbangi Revalina yang notabene telah lebih berpengalaman bermain film. Untung pula, film ini menyertakan Laudya yang berperan sebagai Sekar. Karakter Sekar yang riang dapat tergambarkan dengan baik oleh Laudya dan lumayan menghidupkan cerita.
Mungkin memang tak mudah memvisualisasikan sebuah cerita dalam buku ke layar lebar. Penulis perlu jeli memilih bagian mana yang harus dimasukkan ke dalam versi visualnya tanpa menghilangkan sisi menarik cerita itu. Apalagi, film terbatasi durasi. Saya kira, itu sebabnya film ini terkesan kurang dalam dan seperti “ingin cepat selesai” dengan membereskan semua masalah dan kesulitan para tokoh di film secara mudah saja.
Tapi jika Anda belum membaca bukunya, nampaknya semua itu tak jadi masalah. Film ini cukup berisi dengan menyelipkan pengetahuan tentang Islam di China selain suguhan visual yang indah dari negeri Tirai Bambu.  Lalu, bersiaplah menikmati rangkaian kalimat manis yang diucapkan Zhong Wen pada Asmara: “Let’s slowly grow old together..”