Jumat, 29 Maret 2013

Tak Bakat Jualan?



Berkali-kali saya diajak teman untuk mengikuti MLM atau semacamnya. Pekerjaan yang kalau saya ingin terus memperoleh pemasukan maka saya harus mencari downline atau anak buah. Berkali-kali pula saya menolak secara halus atau pun menolak langsung.

Terakhir saya ditawari teman sebuah pekerjaan part time yang konon sangat mudah dan bisa dikerjakan sambil momong anak di rumah. Saya tinggal bayar beberapa puluh ribu rupiah plus fotocopy KTP untuk menjadi anggota. Setelah ia menerangkan lebih jauh ternyata pekerjaan yang ditawarkan itu menurut saya semacam MLM juga. Meskipun aktivitasnya disebut bisnis online dan kita mengontrolnya lebih banyak secara online juga.

Caranya, setelah membayar sejumlah uang tadi kita akan memperoleh produk. Kemudian kita akan belajar bisnis online dan produk yang dipasarkan adalah produk itu. Kalau saya tak bisa jualan, kata teman saya lagi, saya bisa membeli produk itu sendiri, 

 “Temanku ada yang keluar dari pekerjaan untuk fokus di sini, lho. Lumayan kok penghasilannya bisa diandalkan.” Katanya meyakinkan.
 Jujur, bukan besar kecilnya penghasilan yang semata jadi pertimbangan saya. Tak tahu kenapa, saya kok merasa kurang pas kalau harus jadi “marketer”, yang harus “berjualan” atau mempromosikan suatu produk agar orang tertarik membelinya. Saya tipe orang yang tak pintar membujuk. Saya juga tak ngotot agar orang mau melakukan apa yang saya mau. Kalau mau silahkan, kalau tidak, ya sudah ha..ha..

Dalam beberapa hal, sikap saya yang terlalu lempeng itu memang terkesan tanpa ambisi. Apalagi mungkin jika saya terjun ke dunia marketing. Dalam bayangan saya, sifat dasar seorang “marketer” adalah pantang menyerah mempromosikan produknya agar menarik minat konsumen, pintra bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Dan itu bukan saya banget..! 
 Bahkan saya membayangkan kalau misalnya saya bergabung dalam sebuah produk MLM, mungkin saya bakal terus berada di level bawah karena jumlah downline saya nggak nambah-nambah..!. 

Karena itu, saya salut jika menemukan orang yang pintar membangun “hierarki” dengan downline amat banyak sampai ke level Gold. Saya pernah membaca kisah para agen asuransi sukses termasuk seorang ibu muda yang mampu memperoleh penghasilan amat besar dari kepiawaiannya “menjual” berbagai produk asuransi. Ibu ini telah mulai menjadi agen sejak tahun 90-an saat orang belum terlalu familiar dengan asuransi apalagi dengan agen asuransi. Karena keuletannya, ia berhasil mencapai super top level dan dinobatkan sebagai agen terbai

Saya salut karena saya tak yakin bisa sepiawai itu. Jangankan dapat downline. Untuk jualan produk sederhana saja yang tak mewajibkan saya mendapat “bawahan”, saya masih merasa sungkan. Pernah saya ingin mencoba bisnis dengan berjualan kue pia. Maksudnya ingin menjajal hal baru yang berbeda dengan  pekerjaan dan hobi saya selama ini. Belum-belum, suami saya malah bilang,

“Udahlah..Ummi nulis aja..” katanya saat saya minta dimodali.

Sudahlah..Akhirnya saya jadi berpikir kalau jualan memang bukan jalan saya. Tapi jika dipikir lagi, seperti apapun keberhasilan orang, jika saya merasa tak sreg di bidang itu, kenapa saya harus memaksakan diri?. Saya percaya, suatu pekerjaan yang dijalani dengan hati dan passion akan lebih membahagiakan pekerjaan yang dijalani dengan setengah hati saja. Naifkah?